Ohm dan Nanon pun menjadi teman sebangku. Selama beberapa hari, beberapa minggu, bahkan hampir setiap saat, mereka berdua selalu terlihat bersama.
Banyak yang mengira mereka pacaran, tapi mereka selalu menolak anggapan tersebut.
Di tempat mereka tak masalah bila laki-laki dengan laki-laki berpacaran. Banyak juga yang mendukung hubungan Ohm dengan Nanon. Namun itu tak menutupi banyaknya fans Ohm yang tak suka Ohm dekat-dekat dengan siapa pun.
Dengan Prigkhing pun sebenarnya mereka tak suka. Namun karena mereka sadar tak sebanding dengan Prigkhing, mereka hanya bisa pasrah.
Tak jarang juga Nanon main kerumah Ohm atau Ohm yang main ke rumah Nanon.
Orang tua mereka pun sudah saling kenal dan maklum. Mereka sering nonton bareng, main bareng, senang bareng, dan bahkan menangis bersama.
Sampai suatu hari, di kantin sekolah, di meja favorit mereka.
"Non, lo tau selama ini gue nyaman banget sama lo," ungkap
Ohm sembari memasukkan sebuah bakso kedalam mulutnya.
"Nyaman? Lo kata gue bantal," ujar Nanon yang merasa aneh dengan kata-kata yang diucapkan Ohm.
"Serius, Non. Lo ada di setiap keadaan gue, lo terima gue apa adanya. Kalo gue ada masalah gue selalu ngadu ke lo, dan lo selalu ngasih saran dan ngehibur gue. Lo udah kayak rumah tempat gue pulang saat gue lagi kesusahan, Non," kini Ohm mengucapkannya dengan serius, bahkan sampai memberhentikan kegiatan makannya.
"Belajar puisi dari mana lo? Gak usah sok puitis lah, gak cocok sama muka lo yang fuckboy gitu," tanya Nanon sembari setengah tertawa. Tak menyangka temannya itu mengucapkan kalimat seperti itu.
"Nanon gue serius. Apa lo gak ngerasain apa-apa pas sama gue? Lo nyaman ga sama gue?" tanya Ohm sambil menatap Nanon dalam. Nanon yang ditatap seperti itu menjadi salah tingkah.
"Ya, gue nyaman sama lo, lo itu bukan sekedar temen buat gue, Ohm. Lo itu segalanya. Walau kita baru temenan selama 6 bulan. Tapi hati gue... nyaman banget sama lo," ujar Nanon jujur dengan sedikit malu.
"Tuh kan, Non perasaan kita sama. Kita emang harusnya lebih dari teman. Lo mau kan jadi sahabat gue?" tanpa basa-basi lagi Ohm mengungkapkan perasaanya dan mengajak Nanon untuk menjadi SAHABATNYA.
"Iya gue mau jadi pa... eh apa? Sahabat?" Nanon yang tak fokus karena deg-degan dikira Ohm akan memintanya menjadi pacarnya, sampai tak sadar dan tak mendengar dengan jelas permintaan Ohm.
"Iya Nanon emang apa lagi, kita udah saling mengerti satu sama lain. Masa temenan mulu, sahabatan lah," ujar Ohm dengan santai dan tersenyum tanpa dosa.
Nanon yang mendengar hal itu langsung merutuki otak minim milik Ohm. Dosa apa hamba punya sahabat kayak gini, udah terbang tinggi-tinggi eh malah dijatuhin kek gini, adek gak bisa diginiin bang.
Nanon menarik nafas "Iya, iya gue mau jadi sahabat lo,"
Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Nanon membuat Ohm kegirangan. Seperti habis diterima jadi pacar.
***
Throwback End
Yah, Nanon ini bisa apa. Ohm yang popular tentu saja akan mendapat pasangan yang selevel dengannya. Tak salah bila Ohm memacari Prigkhing. Wajar sih Ohm suka sama Prigkhing. Lah Prigkhing aja pinter, cantik, kaya, baik, idaman para cowo banget lah. Sedangkan Ohm, hanya menang ditampang dan dompet saja. Kalau otak dan akhlaknya sih sangat minim.
"Ngapain lo senyum-senyum? Mikirin yang iya-iya lo ya?" tanya Ohm yang melihat Nanon sedari tadi senyam-senyum sendiri.
"Najis, itu mah lo aja," ujar Nanon membela dirinya.
Pembicaraan mereka terhenti karena teriakan dari seorang gadis yang memanggil nama Ohm,
"OHM," teriak Prigkhing sambil berjalan menuju meja yang tengah diduduki oleh Ohm dan Nanon.
"Gue ke toilet dulu," ujar Nanon dan pergi meninggalkan Ohm dan Prigkhing berdua.
Prigkhing tersenyum melihat kepergian Nanon. Prigkhing pun mengambil tempat disebelah Ohm. Tempat duduk Nanon.
"Bareng Nanon lagi ya?" tanya Prigkhing dengan raut muka sedih. Tak terima bila pacarnya itu dekat-dekat dengan orang lain selain dirinya.
"Iya," jawab Ohm seadanya dan sedikit dingin. Terlalu malas untuk meladeni Pringkhing jika sudah seperti ini.
"Kamu bisa gak, gak terlalu deket sama dia. Gapapa sekelas tapi duduknya pisah. 3 tahun loh, kamu gak bosen? Ya i mean, sekarang cowok sama cowok aja bisa pacaran," pinta Prigkhing kepada Ohm.
"Gak tuh, terus kamu gak bosen 2 tahun berusaha buat bikin persahabatan aku sama Nanon rusak?"tanpa sadar Ohm mengeluarkan kata-kata itu. Kata-kata yang dapat membuat Prigkhing sakit hati.
"Kok kamu ngomongnya gitu? Kamu udah gak sayang sama aku? Jahatnya," ujar Prigkhing dengan air matanya yang mulai menetes.
"Bukan gitu, Prig. Aku gak mau ngerusak persahabatan aku, aku gak ada apa-apa sama Nanon. Cuman sahabatan. Sumpah. Lagian kan aku masih nyempetin main sama nemenin kamu. Gak semuanya tentang Nanon," jelas Ohm meyakinkan Prigkhing. Ia tak mau ada kesalah pahaman dalam hubungan mereka
"Gak tau aku capek. Asal kamu tau, Ohm. Gak ada lagi yang namaya sahabat diantara laki-laki dan laki-laki. Sekarang pun laki-laki dengan laki-laki bisa saling suka dan berpacaran." Setelah mengucapkan kata-kata itu Prigkhing pergi meninggalkan Ohm sambil berurai air mata.
Ohm terduduk diam dikursinya. Kata-kata yang keluar dari mulutnya tadi, kenapa bisa sekasar itu? Ohm tau, ia memiliki perasaan terhadap Nanon sejak hari pertama masuk SMA.
Tapi Ohm selalu menolak hal itu karena ia tak mau kalau berpacaran dengan Nanon, saat mereka putus, mereka menjadi orang yang tak saling kenal.
Ia juga tidak tau bagaimana keadaan Nanon. Apa dia sama seperti Ohm? Apa dia bisa menerima Ohm kalau ia mengungkapkan perasaanya?
Sehingga ia memutuskan untuk bersahabatan saja dengan Nanon dan menjadikan Prigkhing sebagai pengalihan.
Tapi perasaan Ohm tetap tak bisa dipungkiri. Dia sering menyebutkan 'gue gak suka Nanon' kalau ia sedang memikirkan Nanon dengan dalam. Tujuannya untuk menghalau perasaanya.
"Gue gak suka Nanon, Gue gak suka Nanon, Gue gak suka Nanon," ucap Ohm sendirian seperti orang gila.
"Lo gak suka siapa?" tanya Nanon yang tiba-tiba datang sambil menyeruput susu kotak di tangannya.
"Whaaaa," teriak Ohm kaget saat melihat Nanon dihadapannya.
"Apaan sih lo kayak habis liat setan aja, gila ya?" tanya Nanon meyakinkan bahwa sahabatnya itu sedang tidak kumat.
"Ah enggak, lo habis dari mana?" tanya Ohm. Nanon pun duduk di kursinya.
"Dih, beneran nih bocah gila. Gue kan tadi bilang ke toilet, lo ke serang penyakit pikiran jangka pendek ya?" ujar Nanon geram.
"Ah enggak gue cuman lupa, terus kenapa lo bisa bawa susu kotak?" tanya Ohm lagi.
"Aneh banget sih pertanyaan lo. Ya habis dari kantin gue ke toilet lah," jawabnya malas.
"Ya udah sini bagi," ujar Ohm yang langsung merebut susu kotak itu dari tangan pemilik sahnya.
Nanon ingin sekali memukuli dan mengumpat makhluk disebelahnya itu. Kalau bukan ini daerah sekolah dan Ohm bukan sahabatnya. Sudah habis Ohm saat ini babak belur.
"Lo berantem lagi kan sama Prigkhing?" tanya Nanon pasti karena Prigkhing tak terlihat lagi. Dan Nanon tau itu pasti karenanya.
"iya," ucap Ohm sedikit murung.
"Baikan gih, males gue liat lo galau-galau kayak kucing gagal kawin tau ga," suruh Nanon.
"Anjir kurang ajar lo,"
"Ohm, kalau hubungan lo sulit gegara gue, gapapa gue bisa pergi dari lo kok," kali ini Nanon berbicara dengan serius. Ia tak mau menjadi 'pelakor' dihubungan orang.
"Gak lah gila, ya kali persahabatan yang udah kita bangun mau diruntuhin gegara beginian doang. Dia cuman lagi gak mood aja tadi," tolak Ohm tak mau mengorbankan persahabatannya demi perasaan yang tak pasti.
"Ya kali gak mood-an tiap hari,"
"Gue gak enak, Ohm, gue cuman sahabat lo doang tapi malah ngerusak hubungan lo sama pacar lo," ujar Nanon lagi dengan raut muka bersalah.
"Bagi gue sahabat adalah hal terpenting, lebih susah mana nyari sahabat sejati apa pacar?"
Kata-kata yang barusan keluar dari mulut Ohm barusan membuat Nanon tak dapat berkata-kata lagi. Bel berbunyi, pembicaraan mereka terhenti dan pelajaran pertama pun dimulai.
***
To Be Continued