James dan Yordan yang telah berbincang banyak tentang Arslan dan keistimewaan yang ia miliki, memutuskan untuk berbicara secara langsung dengan Arslan. Mereka tidak ingin terjadi sesuatu hal yang tidak mereka inginkan, jika Arslan menggunakan kemampuannya dengan salah dan terlalu mencolok, akan membuat negara lain mengetahui keistimewaan yang ada pada diri Arslan. Itu akan membuat konflik besar yang sangat rahasia, antara Indonesia dan berbagai Negara lainnya, dan tentu saja sikap bersitegang antara negara lain dapat merugikan Indonesia. Pada akhirnya negara ini telah memiliki satu orang yang akan membuat sebuah perubahan besar pada negara ini kelak. Sekarang mereka hanya harus memastikan bahwa Arslan akan aman hingga saatnya tiba.
Waktu telah menunjukkan pukul 1 siang. Itu berarti kegiatan sekolah telah usai, dan para murid dengan bahagia bercampur lelah bersiap untuk pulang kerumah mereka masing-masing. James dan Yordan yang menunggu di parkiran dengan berbagai pemikiran yang ada di benak mereka masing-masing, berusaha untuk tetap tenang sembari menunggu kedatangan Arslan. Dan setelah beberapa menit mereka menunggu dengan gelisah, akhirnya mereka berdua melihat sosok yang dicari.
Arslan yang sudah sampai di tempat parkir sepeda melihat dua orang paruh baya yang berdiri tegap di samping sepedanya. Ia mengenal sosok jangkung dan kurus itu, dia adalah Agus Yordan, guru olahraganya. Sedangkan yang berdiri disamping Agus Yordan belum pernah Arslan lihat bahkan dikehidupan sebelumnya. Mau bagaimanapun ia berusaha untuk mengingatnya, Arslan tidak menemukan apapun tentang pria yang sudah beruban itu.
"Pak Yordan?". Sapa Arslan kepada Yordan.
"Hallo nak Arslan, maaf mengganggumu sebentar". Ucapnya yang sedikit melirik James.
"Tidak apa pak". Katanya sambil mengibaskan tangannya. "Apa ada yang bisa saya bantu pak Yordan? Sepertinya anda sudah menunggu disini cukup lama"
James dan Yordan yang mendengar itu sedikit terkejut. Perkiraan anak ini sangat tepat. Pikir mereka.
Yordan pun segera keluar dari keterkejutannya, ia pun mengenalkan pria tua yang berdiri disampingnya saat ini pada Arslan. "Nak Arslan, perkenalkan… orang disebelahku ini bernama James Barlock, Dia merupakan Agen Khusus yang bekerja untuk Negara kita"
Setelah Yordan mengenalkan pria itu pada Arslan, segera Arslan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan orang yang bernama James Barlock itu. James pun membalas perkenalan itu dengan memegang tangan Arslan sangat erat, James Nampak sangat bersemangat ketika memperhatikan sosok Arslan. Menurutnya Arslan begitu sempurna untuk bocah berumur 12 tahun.
"Aku sudah mendengar ceritanya dari Yordan kalau kau memiliki bakat dalam Basket, maka dari itu aku langsung kesini untuk melihat langsung sosok dari anak yang diceritakan oleh Yordan. Sepertinya memang benar adanya ya…". Kata James dengan dilanjutkan tawa yang kencang.
Arslan tersenyum. "Sepertinya anda salah sangka Bapak James, saya tidak memiliki bakat seperti itu". Ucapnya.
"Benar atau Salah tentunya kita belum tahu pasti, tapi kami memiliki cara untuk membuktikannya". Kata James meyakinkan.
Arslan mengerutkan keningnya. Tidak mengerti apa yang dikatakan oleh James sebenarnya. "Cara seperti apa itu pak James?". Tanya Arslan penasaran.
"Aku tidak bisa menjelaskannya disini nak Arslan. Bisakah kau ikut dengan kami? Kita bisa berbincang disana tanpa ada seorangpun yang mendengarnya. Karena bakat yang kau miliki itu sangat penting untuk negara ini nak…"
Arslan pun hanya diam setelah James mengatakan hal itu. Ia nampak berpikir untuk mencari jawaban alasan kedua orang ini berbicara mengenai bakatnya. Dari yang Arslan bisa tebak, organisasi pemerintah tempat pria bernama James ini bekerja mengetahui sesuatu dibalik berubahnya fisik dan kecerdasaannya saat ia direinkarnasi kembali. Dikarenakan Arslan sangat penasaran dengan perubahan pada dirinya itu ia pun segera mengangguk setuju, membuat kedua pria tua itu saling pandang dan tersenyum ceria.
Namun sebelum mereka hendak pergi dari parkiran itu, ada suara gadis yang sangat lembut ketika didengar masuk telinga Arslan, suara itu memanggilnya dengan kencang. Arslan pun menoleh dan menangkap sosok Annisa yang berlari kearahnya.
"Arslan, kamu mau kemana? Aku cariin kamu daritadi, soalnya kamu tadi ngga di kelas…". Ucapnya yang sedikit terengah-engah, padahal jarak ia berlari tadi dan menghampiri arslan hanya beberapa meter saja. Tapi Annisa sudah nampak kelelahan.
"Ada apa nis? Aku tadi lagi ngerjain tugas osis. Jadi ngga dikelas…". Jawab Arslan.
"Oh pantes. Ngga sih, aku cuma mau ajak kamu pulang bareng boleh? Sekalian mau ajak kamu mampir kerumahku, soalnya mama lagi adain syukuran gitu. Uhuk-uhuk…". Kata Annisa yang masih belum dapat mengatur nafasnya hingga terbatuk-batuk saat berbicara. Ia pun sempat sempoyongan saat berdiri, hingga Arslan secara reflek memegang pinggang Annisa agar tubuhnya tetap seimbang ketika berdiri. Sontak perlakuan Arslan pada Annisa membuat gadis itu menatap mata Arslan dengan penuh arti. Wajah Annisa hanya berjarak beberapa senti saja dengan Arslan, membuat Annisa sadar dan langsung tertunduk malu, tidak lagi berani kontak mata secara langsung dengan Arslan.
Arslan yang juga mulai sadar akan perlakuannya yang terlalu khawatir hingga memeluk Annisa, hingga membuat situasi keduanya berubah canggung itu pun segera melepas tangannya yang memegang pinggang Annisa dengan perlahan.
"Ma-maaf, aku ngga sengaja reflek…". Ucap Arslan yang menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mereka berdua terlalu fokus dengan situasi itu sehingga tidak sadar ada dua pria tua yang memandangi mereka sambil tersenyum bahagia.
"Ngga apa kok. Terima kasih". Kata Annisa yang kini pipinya memerah. Ia masih menundukkan kepalanya sambil memainkan jari-jarinya seperti anak kecil yang sangat pemalu.
Arslan tersenyum canggung, ia menoleh kearah Yordan dan James. "Pak Yordan, Pak James… Bolehkah saya menemani Annisa dulu? Saya akan menyusul ketempat bapak. Bapak hanya perlu meninggalkan alamat lengkapnya saja. Saya bisa kesana sendiri nanti setelah urusan saya selesai". Jelas Arslan kepada Yordan dan James yang saling pandang.
"Baiklah nak Arslan, datanglah nanti ketika urusanmu sudah selesai. Bapak akan menunggu di tempat James". Ucap Yordan yang mengajak James untuk berangkat ke penginapan tempat James bermalam terlebih dahulu.
Ketika Yordan dan James sudah tak terlihat lagi sosoknya, Arslan pun kembali berhadapan dengan Annisa. "Jadi, kita berangkat sekarang?"
"Iyah". Jawabnya dengan senyuman yang memperlihatkan lesung pipi itu, membuat Annisa tampak semakin manis dan cantik.
Arslan merasa melupakan sesuatu yang penting saat menatap Annisa, ia sedikit melupakan apa yang dirasakannya saat bertemu kembali dengan gadis dihadapannya sekarang. Dan saat ia pikirkan kembali, dia tidak menemukan apapun.
Arslan berusaha mengingat kembali apa yang terjadi dengan dirinya dan Annisa di kehidupannya sebelumnya, berbagai serpihan gambar-gambar tentang kenangannya dengan Annisa pun muncul satu-persatu. Setelah melihat gambaran ingatan-ingatan itu, mata Arslan melebar. Tubuhnya bergetar sangat hebat, matanya berkaca-kaca, ia hanya dapat mematung melihat itu semua. Bulir kecil air matanya pun jatuh menetes menyentuh pipinya yang terasa hangat.
Tubuh Arslan bergerak, perlahan mendekati Annisa. Entah ia sadar atau tidak, dirinya kini memeluk Annisa dengan begitu erat, seakan tidak ingin Annisa meninggalkan dirinya.