Annisa tercengang dengan perkataan ibunya. Dia tidak mengira ibunya menyiapkan begitu banyak makanan hanya untuk teman-temannya. Sebenarnya Annisa tidak memberitahukan kepada ibunya angka yang spesifisik saat mengatakan dia akan membawa teman kerumah. Yang ibunya tahu teman satu-satunya Annisa hanya Bernadeta. Jadi mungkin ibu nya sangat bersemangat saat mengetahui Annisa akan membawa teman-temannya selain Bernadeta.
Gadis itu hanya menepuk jidatnya. Ini salahnya memang, tidak memberi informasi yang detail, ia tahu ibu nya tipe orang yang suka menduga-duga.
"Maaf ma, Annisa Cuma bawa dua teman saja. Bernadeta sebentar lagi menyusul, dia lagi ganti baju". Ucap Annisa yang merasa bersalah kepada Ibunya. Padahal ibunya sudah capek-capek menyiapkan semua makanan ini, yang akibatnya akan jadi mubazir.
Raut wajah ibu Annisa pun berubah mengerut. Sepertinya ibu Annisa merasa kalau perbuatannya membuat Annisa merasa bersalah. Ia pun langsung mendekati Annisa dan mengucapkan kata maaf. Arslan yang melihat situasi Ibu dan Anak itu pun hanya tersenyum kecut, ternyata buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Selain wajah, sikap mereka pun sangat mirip.
Arslan segera menepuk pundak Annisa dari belakang, yang membuat Annisa menoleh padanya. Ibu Annisa pun ikut melihat kearah remaja yang dibawa oleh Annisa kerumahnya.
"Sepertinya kamu harus menjadi Ketua Kelas yang baik hari ini". Ujar Arslan yang membuat alis Annisa menaik.
"Hm? Apa maksudmu Arslan?". Tanya Annisa yang kurang mengerti kata-kata Arslan.
Arslan pun mengambil ponsel yang berada disaku celananya, dan keluar dari ruang makan itu. Sebelum itu ia meminta Annisa dan Ibunya mempersiapkan bebrapa bangku dan meja agar berdekatan. Satu meja harus dapat diisi maksimal 5 orang. Arslan pun segera keluar dan menekan tombol panggilan ke beberapa nomor yang ada di list kontaknya.
Setelah beberapa lama menelpon Arslan pun kembali kedalam rumah makan itu, dan melihat meja dan bangku sudah tersusun rapi. Segera ia pun meminta Annisa dan Ibunya segera menempati tempat duduk mereka dan menunggu yang lain datang.
"Apa? Kamu nelpon semua teman kelas kita Arslan?". Setelah menempati tempat duduk masing-masing, Arslan pun sempat menjelaskan ke Annisa bahwa ia telah memanggil semua teman-teman kelas mereka untuk datang ke rumah Annisa, karena ada acara Syukuran.
"Ya, akan mubazir kalau makanan sebanyak ini akan masuk ke tempat sampah. Akan lebih berkah kalau masuk ke perut kan?". Kata Arslan yang tertawa melihat Annisa dan Ibunya yang terpukau melihat Arslan yang cekatan dalam mengambil solusi.
"Ah, nama adek Arslan ya. Terimakasih ya, sudah bantu Ibu dan Annisa". Kata Ibu Annisa.
"Tidak apa tante, ini bukan dibilang bantuan sih, saya hanya mengundang teman-teman sekelas saja". Jawab Arslan dengan nada yang sopan.
Ibunya kembali memperhatikan Arslan dengan seksama. "Tante ngga nyangka, ternyata Annisa pintar milih pacar". Ucap ibunya yang tertawa cekikikan. Arslan dan Annisa langsung terbatuk-bantuk mendengar ibunya berkata seperti itu.
Annisa pun segera menimpal perkataan Ibunya itu. "Ibu! Ibu ngomong apaan sih? Jangan aneh-aneh deh! Arslan itu Cuma temen Anis bu!". Ucapnya yang terlihat kesal dengan sikap Ibunya yang berbicara sembarangan.
"eits, siapa tahu kan? Cewek sama cowok itu ngga akan pernah bisa jadi sahabat bagai kepompong. Yang ada itu nantinya saling suka, akhirnya pacaran. Amin". Kata Ibunya yang kembali membuat mereka berdua terkejut. Annisa hanya bisa menghela nafasnya melihat tingkah ibunya, sedangkan Arslan hanya tertawa kecil melihat Ibunya yang ceria.
Namun disaat melihat Ibu dan Anak itu sedang berdebat, tiba-tiba senyum Arslan kembali tidak terlihat. Wajah nya datar ketika memperhatikan mereka berdua. Entah apa yang sedang ia pikirkan saat ini.
Setelah 15 menit mereka duduk, berbincang, dan menunggu, terlihat sesosok gadis yang tubuhnya agak padat berisi, dengan wajah yang manis sedang memasuki rumah makan itu, dia adalah Bernadeta.
Annisa pun segera berlari memeluk Bernadeta saat mengetahui gadis itu yang pertama kali datang. Beberapa menit kemudian disusul 2 orang lelaki remaja yaitu Yosi dan Yeri. Tino, Yohanes, dan Debora datang setelahnya, dan satu-persatu teman sekelas Annisa pun datang dan membuat keadaaan rumah makan yang tadinya sepi kini sangat ramai dengan suasana anak-anak SMP yang bersenda gurau.
Mereka menikmati makanan yang disajikan Ibu Annisa dengan lahap. Ada seorang Chef terkenal pernah berkata, "Makanan enak, dapat membuat orang yang bersedih, melupakan semua hal yang mereka lalui. Makanan yang enak, akan dapat membawamu ke tempat yang indah". Itulah yang dilihat Arslan saat ini. Mungkin dia sedang berpikir untuk belajar memasak nanti, agar dapat mengubah suasana hati yang sedih menjadi gembira.
"Hei Arslan…"
Ditengah lamunannya, Aarslan dikejutkan oleh suara sesorang yang memanggilnya. Dia adalah Yeri, yang duduk berhadapan dengan Arslan.
"Hei yer, ada apa?"
"Em, aku dan Yosi sudah mengerjakan tugas yang kau suruh. Yah, meskipun ini agak lama. Aku harus memikirkan situasi yang pas untuk berbicara dengan keluargaku"
"Tidak apa Yer". Kata Arslan pada Yeri.
"Aku juga sudah berbicara pada kakak sepupuku Arslan". Ucap Yosi menambahkan.
"Lalu, bagaimana hasilnya?". Tanya Arslan pada Yosi.
"Kata kakakku, lupakan dengan mengurangi harga tiga puluh persen. Dia ingin menemuimu secara langsung". Jawab Yosi.
Yeri pun langsung menimpali. "Kakakku juga ingin bertemu denganmu Arslan. Dia sangat penasaran dengan masa depan bisnis yang kau bicarakan"
"Ya kakakku juga bicara begitu. Dia ingin menemuimu akhir pekan nanti, apa kau ada waktu?". Sahut Yosi menambahkan.
Arslan hanya tersenyum dan meneguk air putih yang ada di depannya, sesekali ia memasukkan udang tepung di mulutnya. Dia mengunyahnya pelan, menatap kearah Yosi dan Yeri, lalu berkata, "Baiklah, temui aku akhir pekan nanti bersama kakak kalian disini. Aku akan jelaskan bagaimana bisnis itu akan bekerja dan menghasilkan keuntungan yang besar nantinya".
Yeri dan Yosi yang mendengar itu Nampak bersemangat. Mereka tidak menyangka akan menjadi bagian dari proyek yang akan dikerjakan oleh Arslan. Mereka berdua hanya dapat berharap kedepannya akan terus bekerja dan menjadi teman Arslan.
Annisa yang duduk di sebelah Arslan dan tidak sengaja menguping pembicaraan mereka dari samping, sangat penasaran dan memberanikan diri bertanya kepada Arslan.
"Arslan, memangnya kamu mau buka usaha yah?". Tanya Annisa polos sembari menyedot jus jeruknya.
"Umm, bisa dibilang begitu". Jawab Arslan yang tersenyum.
"Buat apa Arslan? Apa kamu ngga dikasih uang saku? Kamu kan masih smp, belum waktunya memikirkan hal itu". Kata Annisa yang terlihat sangat khawatir.
"Buat apa?". Arslan menggaruk dagunya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Buat bekal nikah sama kamu mungkin?"
Seketika seluruh suasana di rumah makan itu hening, dan semua anak kelas 1C memandangi Arslan dengan mulut terbuka lebar.