Entah sudah berapa lama Sandra bersembunyi di kamar mandi, masih belum memberanikan diri untuk keluar. Ia menunggu sampai Nico pergi tidur. Ketika ia mendengar suara langkah kaki berjalan ke arah kamar tidur, Sandra membuka pintu kamar mandi dan mendapati Nico yang sudah berada di dalam kamar. Setelah pintu kamar ditutup, Sandra bergegas keluar dari kamar mandi dan terjun ke atas sofa. Ia memeluk boneka kesayangannya dengan erat dan segera tertidur lelap.
Dalam mimpinya, dia memimpikan sosok Nico untuk pertama kalinya. Pria itu memegang tangannya dengan lembut dan meletakkan cincin yang indah di tangannya. Sandra melompat ke pelukannya dengan gembira, dan mereka saling berciuman. Sungguh impian klasik semua gadis muda. Mimpi indah itu berlangsung lama. Sandra berbaring di sofa dan tersenyum bodoh menikmati skenario mimpi yang bermain di otaknya.
Di tengah malam, Nico terbangun untuk pergi ke kamar mandi. Ketika melewati sofa ia melihat selimut Sandra yang jatuh ke lantai dan segera mengambilnya, meletakkannya kembali di tubuhnya. Nico setengah berjongkok di samping gadis itu, memperhatikan ekspresi tidurnya yang entah kenapa terlihat begitu lucu. Dia memegang wajah gadis dan mengelusnya dengan jari-jarinya.
Saat jarinya tak sengaja menyentuh bibir Sandra, ia langsung teringat dengan ciuman di lampu merah. Pada saat itu, hati Nico telah ditangkap olehnya. Dia berkata pada dirinya sendiri bahwa gadis ini adalah miliknya. Tidak ada seorangpun yang boleh memilikinya, selain Nico.
Bibir Nico perlahan turun dan menempel di bibir Sandra. Dia menuangkan semua rasa cintanya pada gadis ini, dan menciumnya dengan lembut namun begitu mendominasi.
Sandra, merasakan bibirnya basah dan sakit karena digigit, segera terbangun dari mimpinya. Ia tersentak kaget melihat wajah yang begitu dekat, dan aroma maskulin di tubuhnya tidak bisa lebih familiar.
Tubuh Sandra bergetar, dan dia bereaksi seketika. Dalam gelap, mereka bisa melihat wajah satu sama lain dengan jelas. Nico menyadari bahwa gadisnya telah bangun. Tetapi dia tidak peduli, tidak ingin ciuman itu berhenti. Sempat berpikir bahwa Sandra akan mendorongnya, tetapi gadis itu tidak menunjukkan adanya penolakan. Ia tetap berbaring di sofa dengan gugup, tidak mengambil inisiatif atau menolak. Nico menerima persetujuannya, menutup matanya, dan menciumnya dengan lebih bergairah.
Sandra tidak tahu mengapa ia tidak mendorongnya. Bosnya ini telah menciumnya saat dia tertidur, jelas sekali ini adalah pelecehan. Tapi tetap saja... dia tidak bisa menolak.
Beberapa menit berlalu, Nico menghentikan ciumannya.
"Membangunkanmu?" ujarnya dengan nada penuh kasih.
Dengan ciuman seperti itu, tentu saja Sandra terbangun.
Sandra mengangguk kecil. Ia ingin mengatakan sesuatu. Tapi semuanya tidak dapat terangkai dengan benar. Ciuman Nico benar-benar membuat pikirannya menjadi kosong.
"Kalau begitu kembalilah tidur" Tangan besar Nico mencubit pipinya, sebelum ia akhirnya kembali berdiri dan bersiap untuk pergi.
Sebelum sempat menjauh, Sandra dengan reflek meraih tangannya, membuat pria itu kehilangan keseimbangan dan terduduk di sofa.
"Kenapa kamu baru saja menciumku?" Akhirnya Sandra bertanya dengan tegas. Dia tidak memiliki pengalaman dalam cinta, dan dia tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Tetapi ketika Nico menciumnya, entah kenapa atau bagaimana...ia menjadi tahu rasanya. Hatinya penuh dengan keindahan. Dia benar-benar ingin tenggelam dalam kasih sayangnya dan tinggal bersamanya selamanya.
Mendengar pertanyaan polos itu, Nico tersenyum dan memeluk gadis itu.
"Karena aku tergoda olehmu. Bagaimana kalau kamu menjadi kekasihku?" tanya Nico dengan santai. Pernyataan cinta itu terjadi dengan begitu cepat dan tiba-tiba. Sandra sama sekali tidak menduga bahwa bosnya akan mengatakan hal itu dengan sangat mudahnya.
Saat itu juga Sandra tidak berani mengangguk, meskipun ia ingin melakukannya. Tidak hanya itu. Ia bahkan ingin meneriakkan kata 'iya' dan berlari memeluk pria itu. Tapi ia masih menahan diri. Ada begitu banyak keraguan dalam hatinya. Meski tinggal bersama tapi Sandra tetap sama sekali tidak mengetahui apapun tentang pria dihadapannya. Satu-satunya hal yang dia tahu hanyalah nama panggilan dan fakta bahwa dia sangat kaya raya. Ah, benar juga. Pria ini sangat kaya, ditambah lagi memiliki fisik dan ketampanan yang hampir sempurna. Tidak mungkin Sandra hanyalah satu-satunya gadis dalam hidupnya.
"Kenapa diam?" Nico menundukkan kepalanya dan menatap dengan gugup ke wanita di pelukannya. Dia menyatakan cinta dengan begitu enteng, tapi dalam hati ia sangat cemas. Begitu takut untuk ditolak. Bagaimana jika gadis itu menolaknya? Tidak bisa. Dia hanya akan menerima jawaban 'iya'.
"Kamu mau aku menjawab apa? Pasti ada banyak wanita di sekitarmu. Yang kaya dan lebih dewasa sepertimu. Mana bisa aku bersaing dengan mereka..."
Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Sandra merasakan mulutnya ditutup oleh bibir Nico. Membuat gadis itu bergetar, mencoba melepaskan dirinya tetapi tidak bisa melawan tenaga pria yang begitu kuat menahannya. Bahkan tanpa sadar, Sandra mulai membalas ciumannya, mencoba mengimbangi ritme Nico.
Setelah ciuman itu selesai, keduanya terengah-engah, mencoba menarik oksigen sebanyak mungkin masuk ke dalam tubuh mereka yang terasa lemas.
"Kalau kamu bersedia. Aku berjanji untuk selalu mencintaimu, hanya mencintaimu." Dalam kegelapan, sorot matanya sangat dalam, menunjukkan adanya keseriusan yang sungguh-sungguh. Itu adalah kata-kata tulus dan sebuah janji kepada Sandra bahwa dia bersedia untuk mencintainya dan melindunginya seumur hidup. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang mendengar kalimat seperti itu keluar dari mulut seorang Nico Atmaja. Hanya Sandra satu-satunya sebagai saksi bahwa Presiden East Group yang terkenal dingin dan kejam, masih memiliki kelembutan dan hasrat untuk mencintai.
"Sungguh?" Sandra senang sekaligus takut.
Apabila berbicara soal perasaan, tentu saja Sandra juga menyukai pria ini. Tetapi dia takut karena merasa tidak mengenal Nico sama sekali, tidak tahu kelahirannya, tidak mengenal keluarganya, atau bahkan di mana dia tinggal. Terlalu banyak ketidakpastian yang membuat dirinya bingung. Bukan berarti Sandra tidak percaya dengan Nico. Sandra masih sangat percaya dengan firasatnya sejak pertama kali mereka bertemu, bahwa pria ini tidak terlihat seperti pembohong apalagi penjahat.
"Tentu saja", jawab Nico dengan begitu yakin.
"Oh..."
Reaksi dangkal Sandra membuat Nico bingung.
"Oh? apa maksudmu?", Nico terus bertanya. Tidak sabar menunggu jawabannya. Sorot matanya begitu penuh harap seakan tidak mau menerima jawaban lain selain 'iya'. Dan apa yang diucapkan Sandra begitu ambigu membuat hatinya ingin meledak karena penasaran.
Sandra terdiam. Pipinya kembali memerah karena malu. Ternyata apa yang barusan di mimpikannya tiba-tiba berubah menjadi kenyataan. Dalam waktu yang begitu singkat pula. Apakah tidak apa-apa jika mereka bersama seperti ini? Apakah ini tidak terlalu cepat?
"Sandra, aku mencintaimu." Nico dengan bersemangat mengangkat tubuh Sandra, meletakkannya di atas tempat tidur dengan lembut dan berbaring di atasnya. Tempat tidur yang kecil itu menjadi sangat sempit, tetapi saat ini mereka tidak perlu menjaga jarak dengan sengaja. Nico memegang Sandra di lengannya, dan dengan lembut mencubit pipi gadis itu dengan tangan yang lain.
"Oh." Sandra menunjukkan ekspresi canggung ini lagi, membuat Nico begitu frustasi.
"Oh lagi? Apa maksudmu sebenarnya?" Nico berbalik dan menyembunyikan gadis itu di bawah tubuhnya yang besar, dalam postur ini, seperti saat mereka pertama kali bertemu.
"Apa yang akan kamu lakukan?" Sandra seperti kelinci putih kecil yang ketakutan. Gadis itu tidak bodoh. Ia seakan-akan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, seperti yang dia pikirkan, tetapi dia belum siap!