Sandra dan Resty adalah sahabat baik yang selalu berbagi kisah satu sama lain. Jika Sandra tiba-tiba memiliki pacar yang sama sekali tidak diketahui latar belakangnya, bukankah itu mengerikan. Setidaknya sebagai sahabat, Resty perlu mengetahui ini agar siap membantunya di saat ia sedang butuh.
"Oke, oke, aku sedang jatuh cinta." Sandra menopang wajahnya di kedua tangan, mencoba menutupi rasa malunya.
"Ternyata benar ya pria itu memang pacarmu ...", ujar Resty sambil memikirkan sesuatu, lebih tepatnya seseorang. "Bagaimana dengan Leo?".
Pantas saja akhir-akhir ini mereka berdua terus bertengkar. Leo juga selalu terlihat lesu sambil sesekali mencuri pandang ke arah Sandra. Tentu saja Resty tahu akan hal ini karena dia diam-diam juga selalu memperhatikan Leo. Entah kenapa meskipun sudah pernah disakiti oleh perkataannya, gadis itu sama sekali tidak bisa menghilangkan perasaannya pada Leo. Kenapa dia begitu suka menyakiti diri sendiri?
Sandra memandang Resty dengan ekspresi bingung: "Bagaimana apanya? Apa hubungannya aku yang sedang jatuh cinta dengan Leo?"
Resty tidak bisa berkata apa-apa. Saat ini ia benar-benar tidak tahu apakah sahabatnya ini berpura-pura tidak bersalah, atau dia benar-benar tidak tahu. Mana mungkin setelah bersama untuk sekian lama, Sandra tidak menyadari perasaan Leo kepadanya. Bukankah itu terlihat begitu jelas. Leo selalu memperlakukannya secara istimewa seperti putri raja. Ia mengingat ucapan Wisnu kepadanya: "Orang bodoh juga pasti tahu kalau Leo terobsesi pada Sandra". Orang bodoh itu, ternyata adalah Sandra sendiri.
Sungguh malang nasib Leo. Tapi kalau dipikir-pikir, situasi Leo dan Resty menjadi semakin mirip saja. Tidak benar jika dia mengasihani Leo. Dia juga sendiri juga makhluk yang malang dan pantas dikasihani. Cinta yang bertepuk sebelah tangan ternyata sangat menyakitkan.
"Sandra, Leo dari dulu selalu menyukaimu. Apa kamu benar-benar tidak pernah merasakannya?" ujar Resty dengan tidak sabaran. Ia ingin memastikan bahwa Sandra tidak akan menyakiti hati Leo lagi di masa depan. Setidaknya jika ia bisa membuatnya sadar, mungkin saja Sandra akan lebih berhati-hati dalam menghadapi Leo.
Meskipun dia menyukai Leo dan berharap untuk mendapatkannya, Resty adalah orang yang bijaksana. Dia selalu melakukan banyak hal secara terbuka dan jujur. Saat ini dia ingin kedua sahabatnya itu menuntaskan permasalahan ini dan kembali berteman seperti dulu. Setidaknya hal ini akan membuat Leo bisa ceria lagi seperti biasa.
Sandra menggelengkan kepalanya tanpa ragu-ragu: "Dia tidak pernah membicarakannya, dan aku selalu menganggapnya sebagai teman dan saudaraku sendiri"
"Apakah dia benar-benar tidak pernah menyebutkannya?" kali ini Resty terkejut. Ternyata Leo tidak pernah mengakui perasaannya. Dia berpikir, seberapa besar kesabaran yang dibutuhkan untuk merahasiakan cintanya pada seseorang selama lebih dari sepuluh tahun? Leo adalah orang yang luar biasa. Ia pun sadar bahwa kesabarannya dalam menyimpan perasaan kepada Leo selama empat tahun ini tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami Leo.
Leo telah berjuang dengan sangat baik. Dia menggunakan temperamennya yang tenang untuk mentolerir sikap egois Sandra dan memperlakukannya seperti putri raja selama bertahun-tahun. Tetapi dia justru menganiaya dirinya sendiri. Ketika Sandra memilih pasangan cinta, gadis itu bahkan tidak mempertimbangkan Leo. Dia bahkan kalah tanpa sempat melawan. Kalah sepenuhnya.
Sandra menggelengkan kepalanya lagi. "Leo dan aku adalah teman baik. Dia tidak akan menyukaiku. Bahkan jika dia menyukainya, itu juga seperti antara saudara. Ini jelas bukan seperti yang kamu pikirkan"
Ia tersenyum mencoba meyakinkan Resty. Atau lebih tepatnya, ia tidak ingin repot-repot memikirkan hal ini terlalu banyak. Hal itu membuat kepalanya pusing. Lebih baik ia memikirkan menu makan siang apa yang akan disantapnya dengan Nico siang nanti.
"Baiklah terserah kamu saja", Resty memilih untuk tidak berkomentar lagi. Sandra memang pribadi yang keras kepala. Saat ini dia hanya khawatir tentang keadaan Leo.
................
Ketika bel istirahat makan siang berbunyi, semua orang pergi ke kantin. Hanya Sandra satu-satunya yang pergi ke luar sekolah.
Nico sudah menunggu di luar gerbang, dan dia memegang seikat mawar yang sangat indah di tangannya. Siang itu dia berganti pakaian kasual, tidak terlihat formal seperti biasanya.
Ketika melihat sosok Sandra muncul, Nico langsung tersenyum dan melambaikan tangannya.
Sandra berlari ke arahnya dengan penuh semangat. "Apakah ini untukku? Terima kasih." Tentu saja ia tahu bunga itu untuknya. Ia lekas duduk di sepeda dan memberikan aba-aba kepada Nico: "Aku siap! Ayo pergi! "
Nico tidak bisa berkata apa-apa. Awalnya dia menyiapkan beberapa kata cinta dan ingin mengucapkannya saat memberikan bunga. Tetapi gadisnya malah tidak memberinya waktu untuk berbicara. Apa dia malu?
"Mood-mu sedang bagus ya", ujar Nico sambil mulai mengayuh sepeda.
"Biasa saja. Tapi ketika aku melihatmu, aku merasa jauh lebih baik. Siang ini kita makan apa?" Sandra mendongak dan menatapnya dengan polos seperti anak kecil.
"Lihat saja nanti" Nico tersenyum.
"Ngomong-ngomong, apa aku tidak harus menjadi pelayanmu lagi? Apa aku tidak harus melakukan apa-apa saat pulang?", tanya Sandra sedikit ragu.
"Ya" jawab Nico singkat.
Seharusnya hal itu membuat hatinya senang. Tapi ia justru merasa gelisah. Lalu bukankah itu artinya dia tidak akan mendapatkan gaji?
Menyadari reaksi Sandra yang menjadi lesu, Nico pun bertanya dengan heran. "Ada apa? Kenapa malah sedih?"
Bukannya seharusnya ia merasa senang karena tidak harus menjadi pelayan? Tidak lagi harus memasak, membersihkan rumah dan melakukan apapun yang diperintahkan untuknya?
"Tentu sedih. Ini sama saja seperti pemecatan. Aku jadi kehilangan satu-satunya penghasilanku" Sandra merengut.
Nico tertawa terbahak-bahak mendengar alasan itu.
"Kenapa kamu konyol sekali... apa yang aku miliki, segalanya, itu juga menjadi milikmu"
Ia memandang Sandra dengan penuh kasih. Matanya tertuju pada bibir gadis itu, dan mengecupnya. Sandra dengan malu-malu mendorongnya. Lagi-lagi mereka berciuman di tengah jalan! Astaga, kenapa keisengan yang dilakukan Sandra kemarin sekarang malah menjadi kebiasaan mereka.
Tapi, apa yang Nico katakan barusan membuat Sandra sangat bahagia. Itu artinya, Sandra juga menjadi kaya raya? Lalu jika ia meminta uang untuk melunasi hutang keluarganya, maka Nico pasti akan memberikannya?
Berpikir tentang ini, Sandra kembali mendongakkan kepalanya, "Kalau begitu, bisakah kamu memberiku uang lagi?"
"Untuk apa?" Nico pura-pura tidak mengerti.
"Kamu tahu, keluargaku meminjam uang milyaran dari East Group, perusahaan milik keluarga Atmaja. Alasanku berada di hotel saat itu adalah untuk menemui Presiden perusahaan itu, dan memintanya untuk memberikan keringanan. Tapi kamu tahu sendiri kan malam itu aku gagal bertemu dengannya karena ulahmu. Nah sekarang, kamu bilang bahwa milikmu adalah milikku... jadi... ", ujar Sandra dengan penuh kejujuran.
Nico menghela nafas panjang. Ia lupa bahwa begitu banyak rahasia yang ia simpan dari gadis itu. Bagaimana dia akan memberi tahu gadis itu itu bahwa dirinya adalah Nicolas Atmaja, presiden dari East Group yang ingin menemuinya malam itu dan mengharapkannya untuk membayar hutang dengan tubuhnya? Tidak bisa. Ini terlalu rumit.
"Jadi, saat itu kamu bersedia memberikan dirimu kepada Presiden East Group demi keluargamu?" Nico berencana untuk tidak mengatakan yang sebenarnya kepada gadis itu untuk saat ini.
"Ya. Tapi kenapa caramu mengatakannya seakan-akan aku orang yang kotor", Sandra merasa tersinggung.
"Hei bukan begitu. Jangan salah paham" Nico tertawa melihat pacarnya begitu marah. Ia kemudian membungkuk lebih rendah, melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu, membungkusnya dalam pelukannya.