Makan siang?
Apakah mereka akan makan siang bersama nanti?
Sejak resmi berpacaran, dan sejak kejadian semalam, Sandra agak takut setiap kali hanya berduaan dengan Nico. Setiap kali lelaki itu mendekatinya, tubuh Sandra selalu terasa seperti tersengat listrik, dan arus hangat yang mengalir ke seluruh tubuhnya entah apapun itu.
"Kalau memang bisa menyuruh orang lain untuk memasak makan siang untukmu. Lebih baik aku tetap di sekolah dan makan di kantin. Harus bolak-balik dari sekolah ke rumah cukup membuatku lelah tahu" ujar Sandra dengan nada memelas. Ia mendongak dan menatap pacarnya itu seolah sedang berdoa agar dia mengabulkan keinginannya.
Nico langsung menolak, dan bibirnya dengan cepat jatuh ke bibir Sandra.
Ah, arus listrik ini kembali dirasakan Sandra. Pipinya memerah karena malu, dan sepeda itu kebetulan berhenti tepat di gerbang sekolah. Meski sudah terlambat, masih banyak orang yang berlalu-lalang. Dia sangat malu sehingga langsung melompat dari sepeda sambil memegangi pipinya yang merah.
Nico yang sedang dalam suasana hati yang baik, tersenyum melihat gadisnya yang begitu pemalu. Ia selalu terlihat lucu ketika pipinya berubah warna menjadi kemerahan. Hanya ketika sedang malu, dia bisa merasakan bahwa gadis ini benar-benar menyukainya.
"Ini tasmu. Ingat ya, aku akan menjemputmu siang ini", kata Nico mencoba mengingatkan.
"Ah, tidak perlu!" Sandra tercengang. Kenapa dia selalu ingin mengikutinya ke sekolah? Apa dia begitu senang menarik perhatian?! Apa dia ingin bernostalgia masa-masanya di sekolah? Apa sebenarnya masalah dia dengan sekolah astaga?!
Sandra benar-benar frustasi. Dia masih pelajar dan ada banyak kepentingan lain yang bisa dilakukannya di sekolah. Dia juga ingin makan siang dan bermain bersama temannya. Pria ini terlalu posesif sehingga ingin terus bersamanya. Benar-benar lengket seperti lem. Tapi mungkin beginilah cara dia menyampaikan rasa sayangnya.
"Kenapa, kamu tidak ingin aku datang? Atau kamu takut dilihat oleh seseorang?" Wajah Nico kembali muram.
"Tidak juga. Hanya saja, apa kamu tidak punya pekerjaan lain? Orang sepenting kamu pasti punya banyak hal penting yang harus ditangani, jadi kamu tidak perlu membuang waktu untukku! Aku bisa kembali sendiri." Sandra tersenyum. Faktanya, dia hanya ingin lebih banyak ruang untuk mengatur nafas.
"Tidak ada waktu sia-sia kalau bersamamu," ucap Nico setengah berteriak sambil mulai mengayuh sepedanya. Meninggalkan Sandra yang menggeleng-gelengkan kepalanya sambil terkekeh. Ia masih berdiri di gerbang sekolah, memiringkan kepalanya, melihat punggung kekasihnya perlahan semakin menjauh. Begitu bersemangat mengayuh sepedanya seperti atlet bersepeda. Sepeda... Sandra langsung teringat pada seseorang.
"Leo dimana ya…" Ia bergumam sambil mencari-cari sosok sahabatnya.
Beberapa saat kemudian, Leo mengendarai sepedanya dengan cepat melewati Sandra. Kemudian dia melambat dan turun dari sepedanya, menuntunnya ke tempat parkir sekolah.
"Hei Leo!" Sandra memberanikan diri untuk menghampiri temannya itu, meskipun sedikit canggung karena kejadian tadi.
Leo hanya menoleh dan melirik Sandra tanpa menjawab. Ia lanjut menuntun sepedanya dengan acuh tak acuh. Ini adalah pertama kalinya seorang Leo yang begitu tergila-gila pada Sandra bersikap dingin seperti itu kepadanya.
Di masa lalu, tidak peduli seberapa keras mereka bertengkar, mereka tidak akan sedingin sekarang. Setiap kali Sandra marah, Leo selalu datang untuk menghiburnya dan meminta maaf terlebih dulu. Tetapi kali ini situasi terbalik. Leo sangat marah dengannya, dan ia tidak tahu harus berbuat apa. Sandra tidak pernah berada dalam posisi seperti ini. Apa yang harus dia lakukan untuk menghibur Leo?
Saat berjalan memasuki area sekolah, Sandra merasa bahwa orang-orang yang lewat menatapnya dengan aneh, seolah-olah mereka sedang membicarakan sesuatu. Tetapi ketika ia menoleh, orang-orang itu menutup mulut mereka lagi. Mereka akan mengalihkan pandangan dengan melihat ke langit atau menundukkan kepala.
Sandra dan Leo sama-sama terlambat. Mereka berdua berdiri saling berdampingan di depan pintu kelas. Seorang pengajar melirik sekilas dan hanya bisa menghela nafas. Setiap mereka terlambat, keduanya pasti bersama. Dia sangat penasaran, mungkin mereka hidup bersama! Sayangnya sekolah keperawatan ini setara dengan universitas, sehingga gurunya tidak bisa mengontrol masalah pribadi siswa. Mereka hanya bisa menebak-nebak dalam hati.
Saat berdiri di depan kelas, Sandra semakin merasakan semua pandangan tertuju ke arahnya. Kebanyakan orang membicarakan tentang kejadian di gerbang sekolah kemarin. Untuk sementara, dia menjadi bahan pembicaraan paling populer di sekolah. Baru pada saat itulah Sandra tahu bahwa kehadiran Nico di sekolah benar-benar membawa malapetaka baginya. Membuatnya menjadi sasaran kritik publik. Saat seperti ini dia membutuhkan sosok yang selalu setia mendukung dan menemaninya. Dia membutuhkan Leo.
"Hei, kamu marah?"
Sandra menyenggol lengan Leo dengan pelan.
Di masa lalu, Leo selalu membujuknya untuk berhenti marah. Kali ini Sandra juga akan melakukan hal yang sama!
Tetapi Leo sama sekali tidak ingin berbicara, sebaliknya, dia membuang tangan Sandra dan menatap papan tulis dengan fokus.
"Aku tidak mengerti kenapa kamu marah. Sejak SD, SMP, SMA sampai di sekolah keperawatan sekalipun bukankah kamu selalu mengantarku? Kamu sudah lengket terus berada di sisiku selama bertahun-tahun, dan sekarang kamu tidak mengizinkan orang lain berada di dekatku? Jangan egois begitu! "
Sandra terus mengatakan hal yang semakin membuat telinga Leo menjadi panas. Gadis ini sepertinya sungguh tidak mengetahui perasaannya yang sebenarnya.
"Oh begitu, kamu mengabaikanku untuk pertama kalinya, huh, baiklah! Jangan menyesalinya.", Sandra mulai putus asa. Ia memutuskan untuk membiarkan waktu yang menangani masalah ini. Leo pasti tidak tahan terus mengabaikan dirinya. Tak lama, keadaan pasti kembali seperti semula.
Sandra segera menoleh ke satu sisi, dan keduanya berdiri di pintu kelas seperti musuh. Sampai bel berbunyi dan guru pergi, Sandra menatap Leo dengan galak, dan berlari ke posisi duduk dengan marah.
Di saat itu juga Wisnu tiba-tiba datang dan menarik Leo keluar dari kelas.
"Kamu belum berdamai dengan Leo?" Resty yang dari tadi memperhatikan aura tegang diantara keduanya tidak bisa menahan diri untuk bertanya.
Sandra menggeleng lesu.
"Rasanya ini pertama kali kalian bertengkar dalam waktu yang cukup lama. Tapi tenang saja, nanti juga Leo akan mendatangimu dengan membawa permen seperti biasa. Tunggu saja dia pasti tidak sabar ingin menyuapimu lagi seperti dulu haha" canda Resty mencoba sedikit menghibur.
"Kamu tidak tahu betapa anehnya Leo hari ini. Pagi ini, hanya karena aku menolak untuk berangkat bersamanya dia benar-benar mengabaikan aku. Kenapa dia begitu menggangguku. Bukankah itu hakku untuk menentukan akan pergi ke sekolah bersama siapapun"
Sandra mengeluh dengan emosi yang meluap-luap. Mendengar ini, Resty mengangguk-angguk menyetujui perkataan temannya.
"Jadi, dengan siapa kamu berangkat tadi?"
Wajah Sandra memerah. Dia sebenarnya tidak malu untuk mengatakan bahwa dia sedang jatuh cinta, tetapi wajahnya yang memerah mengkhianati dirinya sendiri.
"Sandra, katakan sejujurnya, siapa pria yang bersamamu kemarin, apa hubunganmu, kenapa dia datang menjemputmu dari sekolah?" Resty menghujani Sandra dengan begitu banyak pertanyaan.
Sebagai teman baiknya, dia pasti peduli. Jangan sampai Sandra yang sebetulnya polos ini tertipu oleh pria asing yang tidak jelas asal-usulnya. Meskipun Resty akui, dari wajah tampan yang begitu terawat dan pakaian yang terlihat mahal menunjukkan bahwa pria itu berasal dari kalangan terhormat. Auranya begitu kuat dan berwibawa. Tapi justru itulah yang membuat Resty khawatir. Pria dewasa yang cerdas dan berpengalaman pasti bisa dengan mudahnya mempermainkan gadis yang jauh lebih muda darinya.