"Pelan-pelan, takut... Sakit..." ucap Valerie dengan nada takut-takut pada laki-laki di depannya.
"Iya Gadis, gue pelan-pelan kok, tahan ya... Merem aja biar gak lihat, lukanya gue bersihin dulu oke..." sahut Saturnus pelan dengan rasa bersalah yang besar. Ia berjanji, ia akan membantu Gadis berjalan di sekolah sampai Gadis sembuh.
"Oke... Pelan-pelan ya... Jangan kasar..." sahut Valerie lagi dengan mata yang terpejam, ia takut. Takut jika kakinya semakin sakit dan ia tak bisa berjalan. Bagaimana caranya ia di sekolah jika tidak bisa berjalan, siapa yang akan menolongnya nanti hanya untuk berjalan.
"Iya Gadis, gue gak kasar-kasar kok obatinnya. Ini dikit lagi selesai kok." ucap Saturnus dengan telaten mengobati luka di lutut Gadis. Walaupun ia tak pernah melakukan ini sebelumnya, tapi setidaknya ia tahu bagaimana cara mengobatinya.
"Benarkah? Sudah hampir selesai?" tanya Valerie tidak percaya. Cepat sekali, ternyata laki-laki di depannya ini sangat pandai mengobati lukanya. Dan rasanya tidak sakit, tidak terasa sakit sama sekali. Apakah kakinya sudah mati rasa? Hingga ia tak merasakan sakit yang seharusnya rasanya sakit itu?
"Iya... Nih udah selesai... Sakit gak?" tanya Saturnus mendongak menatap Gadis yang matanya masih terpejam. "Buka matanya..." sambung Saturnus lagi.
Perlahan Valerie membuka matanya dan mendapati laki-laki yang mengobati lukanya itu menatapnya dengan senyuman. Astaga! Tampan sekali, ia baru tahu jika ada laki-laki setampan ini di dunia ini. Rasanya... Memang laki-laki di depannya ini seperti pangeran penolongnya, padahal nyatanya laki-laki di depannya ini yang membuatnya terluka, namun seketika Valerie melupakan kenyataan itu.
"Kenapa malah diam? Kenapa malah bengong lihatin gue? Sakit gak tadi Gadis pas gue obatin?" tanya Saturnus masih menatap Gadis.
"Ah iya... Ehm... Enggak kok, enggak sakit sama sekali, makasih ya... Lo baik banget udah mau obatin luka gue." sahut Valerie tersenyum kaku, ia gugup. Ia merasa bahwa dirinya sedang tertangkap basah karena memperhatikan laki-laki di depannya ini tadi. Rasanya sangat malu, malu sekali. Tapi apa boleh buat? Laki-laki ini terlanjur tahu bahwa dirinya tadi bengong menatapnya.
"Benar gak sakit?" tanya Saturnus lagi pada Gadis.
"Iya, enggak sakit sama sekali. Ternyata lo pandai ngobatin luka gue ya. Makasih banyak..." ucap Valerie sekali lagi, rasa sakitnya menghilang begitu saja. Rasanya tak sakit sama sekali. Ia begitu bahagia ketika ia pikir ia akan bisa cepat berjalan sendiri nantinya, dan tak lagi merepotkan laki-laki di depannya ini.
"Terimakasih kembali. Sekali lagi gue minta maaf ya karena gue lo jadi seperti ini. Semoga luka di lutut lo cepat sembuh ya. Gue akan bertanggung jawab kok, gue akan bantu obatin luka lo sampai lo sembuh. Di sekolah maupun dirumah, gue akan obatin luka lo." ucap Saturnus dengan yakin dan percaya diri. Ia sudah bertekad ingin merawat Gadis sampai luka-luka di lututnya sembuh. Bagaimanapun caranya...
"Hah? Gimana caranya?" tanya Valerie bingung sekaligus terkejut menatap laki-laki di depannya ini. Kenapa laki-laki ini begitu santai mengatakannya? Dengan senyuman menawan yang mampu membuat dadanya berdegup kencang. Apakah laki-laki ini tak tahu bahwa Valerie merasa gugup setengah mati? Apakah laki-laki ini tak dapat melihat bahwa dirinya hingga keluar keringat dingin karena saking gugupnya? Astaga... Ingin menghilang saja rasanya Valerie dari dunia ini sekarang juga, andai saja bisa. Sayangnya Valerie tidak bisa.
"Ya... kita harus bersama terus, gue yang antar jemput lo ke sekolah, sorenya gue kerumah lo buat obatin luka lo. Gitu terus sampai lutut lo sembuh. Gampang kan?" sahut Saturnus dengan entengnya. Benarkan? Apa yang salah? Saturnus harus bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat. Saturnus harus bisa meluangkan waktunya untuk mengobati Gadis, hingga lutut Gadis sembuh.
"Hah? Enggak. Enggak usah, gue gak mau ngerepotin lo, gue bisa kok obatin luka di lutut gue ini sendiri. Lagipula sebentar lagi juga lukanya sembuh, ini kan hanya luka kecil." ucap Valerie menolak ide laki-laki di depannya ini. Ia sudah cukup banyak merepotkan laki-laki ini pagi ini, ia tak mau merepotkannya lagi di lain waktu. Cukup ini saja. Ia mungkin juga akan malu bertemu laki-laki tampan ini, tak tahu kenapa ia merasa malu saja, ia merasa tak pantas, dirinya terlalu nakal sebagai perempuan, terlalu sering membuat onar di sekolah lamanya. Mungkin kah ia akan bertemu laki-laki ini lagi di lain waktu pada saat di sekolah? Tapi Valerie berharap bisa dekat dengan laki-laki ini. Apa Valerie boleh berharap seperti itu? Valerie tak bisa membohongi perasaannya bahwa ia menyukai laki-laki ini.
"Beneran lo bisa obatin lukanya sendiri? Beneran gak apa-apa kalau tanpa gue?" tanya Saturnus meyakinkannya sekali lagi.
"Iya beneran gue bisa kok obatin lukanya sendiri. Tidak butuh waktu lama, pasti lukanya akan cepat sembuh dan gue bisa berjalan lagi seperti sebelumnya." ucap Valerie dengan senyum yakinnya. Ia harus menekankan pada dirinya sendiri bahwa ia tak pantas untuk laki-laki di depannya ini, bahkan untuk dekat pun ia tak pantas mendapatkannya. Ia harus melakukan ini demi menghapus rasa sukanya agar tidak kian mendalam. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandanga pertama?
"Baiklah jika menurut lo begitu, oke gue gak akan maksa. Tapi jika lo butuh bantuan, tolong jangan segan buat minta tolong ke gue. Dan izinin gue antar-jemput lo ke sekolah sampai lutut lo benar-benar sembuh dan lo bisa jalan normal lagi, oke? Boleh kan?" tanya Saturnus masih tak ingin lepas tanggung jawab begitu saja dari kesalahannya pada Gadis. Ia tak mau membuat Gadis kesusahan sendirian hanya untuk berjalan saja. Karena menurutnya pribadi, luka Gadis juga lumayan parah hingga susah berjalan. Dan itu semua adalah karena kesalahannya sendiri.
"Ehmm... Kalau itu, gimana ya? Gak usah juga deh... Gue gak mau ngerepotin lo. Lagipula, gue juga biasanya diantar sama sopir pribadi gue. Lo gak perlu repot-repot jemput gue. Terimakasih banyak sebelumnya, maaf kalau gue nolak, gue gak ada maksud apa-apa, gue hanya gak mau ngerepotin lo." ucap Valerie dengan tidak enak hati. Apakah laki-laki di depannya ini akan tersinggung setelah mendengar penolakannya ini? Ia hanya tak mau merepotkan laki-laki ini lagi. Ia sudah cukup banyak membuang-buang waktu laki-laki ini. Tentu saja ia tak mau menjadi beban untuk laki-laki ini. Karena ia sendiri tak tahu kapan lututnya akan sembuh, entah kenapa ia rasa lututnya akan membengkak, karena rasa sakitnya kembali muncul.
"Gue sama sekali gak ngerasa di repotin kok, sama sekali enggak. Kenapa gue gak boleh antar-jemput lo? Coba berikan gue alasan yang logis untuk penolakan lo itu. Apakah gue gak boleh tahu rumah lo, sehingga lo tidak mengizinkannya?" tanya Saturnus lagi merasa tidak puas atas penolakan yang diberikan Gadis padanya. Apa alasannya ia ditolak? Padahal Saturnus hanya berniat baik ingin membantu dan bertanggung jawab atas kesalahannya. Kenapa malah di tolak? Walaupun cara menolaknya halus, tapi tetap saja Saturnus ingin tahu apa alasannya.