"Hah? Pacar?" tanya Valerie membeo.
"Iya Pacar. Lo takut pacar lo marah kan?" tanya Saturnus lagi meyakinkan untuk kedua kalinya.
"Enggak... Bahkan pacar pun gue gak punya." jawab Valerie dengan nada bingungnya. Ia tak tahu apa maksud laki-laki di depannya ini, kenapa tiba-tiba membahas tentang pacar?
"Serius? Serius lo gak punya pacar?" tanya Saturnus dengan rasa senang yang tak dapat ia tutupi.
"Iya serius, gue gak punya pacar. Kenapa lo bahas tentang pacar?" tanya Valerie masih dengan raut wajah bingungnya.
"Oh... Enggak, gak apa-apa, lupakan saja. Jadi gue boleh gak antar-jemput lo? Ayolah... Izinkan gue nebus rasa bersalah gue kali ini aja, gue gak mau dihantui rasa bersalah setiap hari karena sudah membuat lo terluka." bujuk Saturnus lagi pada Gadis. Berharap Gadis mau berubah pikiran dan mengizinkannya untuk mengantar-jemputnya. Ia hanya ingin menebus kesalahannya saja, Saturnus tak mau terus-terusan dihantui rasa bersalah.
"Baiklah, gue izinkan. Tapi... Lo janji ya kalau cuma antar-jemput ke sekolah saja? Gak mampir ke rumah gue ya?" tanya Valerie lagi meminta laki-laki di depannya ini untuk mengungkapkan janji padanya. Bukannya apa, ia hanya tak mau jika ada orang asing yang mengetahui keadaan keluarganya yang broken home. Cukup dirinya saja yang tahu, jangan orang lain.
"Kenapa? Apa gue gak boleh mampir ke rumah lo?" tanya Saturnus merasa ada yang aneh dengan Gadis. Kenapa ia tak boleh mampir? Itulah pertanyaan yang terngiang di kepalanya. Gadis memang sepertinya menyimpan banyak rahasia dia hidupnya, yang mungkin tak ia izinkan siapapun untuk mengetahuinya, makanya Gadis bersikap seperti ini. Tapi asal ia bisa mengantar-jemput Gadis, apapun syaratnya akan ia lakukan. Demi menebus kesalahannya, ya itulah yang harus ia tekankan dalam hati kecilnya. Saturnus selalu mencoba untuk meyakinkan dirinya bahwa dirinya tidak menyukai Gadis, melainkan hanya ingin menebus kesalahan saja.
"Iya, gak boleh. Kenapa? Apa lo gak setuju? Kalau lo enggak setuju, yaudah gak usah antar-jemput gue. Gue bisa sendiri." sahut Valerie dengan nada suara yang begitu cuek. Ia hanya ingin menekankan pada laki-laki di depannya ini bahwa ia tak suka didekati atau diusik hidupnya. Karena ini merupakan masalah pribadinya, jadi ia tak suka jika masalah pribadinya ada orang asing yang tahu. Karena masalah keluarganya ini merupakan masalah yang serius, dan keluarganya bukanlah keluarga yang harmonis, jadi ia menjaga keras rahasia keluarganya agar tak semua orang tahu. Cukup dirinya saja yang dikenal pembuat onar di sekolah lamanya, tapi disini... Ia akan berusaha menjadi siswi baik-baik.
"Eh??? Setuju, Setuju kok, gue setuju. Apapun syarat yang lo mau asal gue bisa antar-jemput lo, gue terima. Makasih udah izinin gue buat nebus rasa bersalah gue ya. Makasih banget, gue senang banget rasanya, setidaknya gue gak akan dihantui rasa bersalah lagi nantinya." ucap Saturnus menatap Gadis yang memalingkan wajahnya, tak menatapnya. Ada apa? Apakah Saturnus berbuat salah? Rasanya tidak. Saturnus sudah berusaha berbicara yang terbaik. Saturnus sudah berusaha untuk membuat Gadis agar tidak merasa tersinggung, tapi kenapa Gadis tidak mau menatapnya seperti tadi Gadis menatapnya dengan tatapan hangat?
"Oke sama-sama. Gue nanti bisa minta tolong lagi gak sama lo? Maaf kalau gue ngerepotin lo lagi kali ini." ucap Valerie menatap lawan bicaranya dengan tatapan menghangat. Ia senang ternyata laki-laki ini tidak keras kepala. ia senang ternyata laki-laki ini tidak memaksanya lagi. Setidaknya laki-laki ini tidak membuatnya merasa risih. Tapi jujur, Valerie menyukai laki-laki tampan ini. Tapi mungkinkah ia cocok jika bersanding dengan laki-laki sempurna seperti laki-laki di depannya ini? Rasanya ini terlalu mustahil.
"Boleh, mau minta tolong apa? Gak apa-apa, gue udah bilang kalau gue gak ngerasa di repotin sama sekali kok. Gak usah sungkan-sungkan sama gue. Kalau gue bisa bantu, gue akan bantu." ucap Saturnus tersenyum tipis. Dan untuk pertama kalinya Saturnus menampilkan senyumnya kepada orang asing yang belum dikenalnya. Biasanya dengan orang yang sudah dikenal saja Saturnus tak mau tersenyum, namun kenapa pada Gadis semuanya begitu mudah? Rasanya nyaman saja jika tersenyum untuk Gadis dan disenyumi oleh Gadis. Rasanya hatinya terasa begitu tenang. Kenapa dengan dirinya? Apakah ada yang salah dengan dirinya?
"Gue minta tolong anterin ke ruang kepala sekolah dan ke kelas baru gue nanti. Gue murid baru disini, lo tahu kan? Gue gak tahu ruangan mana yang harus gue masuki... Gue takut salah masuk ruangan. Boleh gak gue minta tolong untuk antarkan gue?" tanya Valerie dengan sedikit malu. Tentu saja ia malu, bagaimana tidak? Ia sudah sangat merepotkan laki-laki di depannya ini sedari tadi, dan sekarang ia malah minta tolong lagi, tentu saja harusnya ia bisa bersikap baik dengan laki-laki ini. Namun sepertinya di mata laki-laki ini ia sudah dicap tidak baik karena berbicara ketus seperti tadi.
"Iya sih, awalnya gue ngira lo murid baru, karena gue belum pernah melihat lo di sekolah ini, ditambah seragam lo yang berbeda dengan siswa-siswi disini. Makanya awalnya gue kira lo emang murid baru. Tentu saja gue dengan senang hati akan antarkan lo ke ruang kepala sekolah dan ke kelas baru lo. Lo kelas XI?" tanya Saturnus di akhir kalimatnya.
"Wah makasih banyak ya sudah bersedia gue repotin lagi, hehehe... Lo baik banget sih sama gue. Gue beruntung banget rasanya bisa ketemu sama lo. Untung aja yang nabrak gue tadi sampai jatuh itu lo, kalau bukan mungkin gue gak akan diobati seperti ini. Iya, gue kelas XI." sahut Valerie mengiyakan dan tersenyum manis ke laki-laki di depannya ini, laki-laki penolongnya. Astaga! Hampir saja ia lupa, ia berjanji akan berkenalan di UKS, kenapa ia lupa?
"Lo aneh." sahut Saturnus tersenyum tipis dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Hah? Maksudnya? Kenapa lo bilang gue aneh? Apa yang salah?" tanya Valerie mengerutkan sebelah alisnya tanda ia bingung.
"Enggak... Gak ada yang salah kok. Hanya saja gue pikir lo aneh. Lo ditabrak sama gue sampai luka-luka kaya gini lo malah merasa beruntung, bukannya dirugikan. Makanya gue heran sama lo dan bilang lo aneh. Harusnya lo marah sama gue. Dan kesal tentunya. Tapi nyatanya lo pemaaf dan gak marah sama gue sama sekali. Lo tidak melakukan itu, lo juga baik. Lo gak tuntut gue, lo gak lapor kepada kepala sekolah. Makasih banyak. Luka lo cukup serius padahal." ucap Saturnus berterimakasih pada Gadis. Setidaknya ia aman. Bisa saja kan jika ia menabrak orang lain hingga luka seperti ini dan bukan gadis, bisa saja ia dituntut dan dilaporkan ke kepala sekolah. Dan nama baiknya akan tercoreng. Bagaimana ia sebagai ketua OSIS bisa melukai siswa sampai mengalami luka serius? Tidak, untung saja tidak. Untung saja Gadis tidak seperti itu.
"Astaga! Gue gak seperti itu kok, gue gak akan tuntut lo atau lapor ke kepala sekolah. Untuk apa? Kan lo gak sengaja nabrak gue sampai gue luka kaya gini, gue juga kurang hati-hati sampai jatuh seperti ini. Tentu saja gue maafin lo, gue gak mau memperpanjang masalah kecil seperti ini. Gue baik? Enggak... lo jauh lebih baik daripada gue. Lo mau bertanggung jawab atas kesalahan lo itu udah nilai plus buat lo. Setidaknya lo bukan hanya mengatakan kata maaf ke gue, tapi lo juga menunjukkan rasa maaf lo ke gue. Lo udah nebus rasa bersalah lo ke gue." ucap Valerie tersenyum manis menatap laki-laki tampan di depannya ini yang tidak ia ketahui siapa namanya. Ya... Sampai sekarang mereka belum berkenalan.