"Makasih ya Lea... Makasih banyak udah mau memahami keinginan gue. Lo cantik Lea, Lo juga baik, di mata gue lo itu sempurna. Kenapa gak coba cari yang lain aja? Mungkin yang bisa ngebales perasaan lo, dan setidaknya gak buat lo sakit hati, kaya gue yang selalu buat lo sakit hati." ucap Saturnus dari seberang telepon dengan perasaan tak enak.
"Lea gak ingin yang lain Saturnus, Lea inginnya sama Saturnus. Tapi Lea tahu, kalau Saturnus gak mau, yaudah Lea gak maksa kok. Kan Lea udah bilang gak apa-apa jadi teman dekat Saturnus aja Lea sudah senang. Perasaan Lea gak butuh di balas Saturnus. Saturnus gak pernah buat Lea sakit hati, ini resiko Lea. Kan Lea yang suka Saturnus, bukan Saturnus yang maksa. Saturnus tenang aja ya, Lea baik-baik aja kok." sahut Lea dengan tegar, tersenyum dan meneteskan air matanya. Untung Saturnus tak melihatnya menangis. Untung hanya di telepon.
"Lo kuat banget Lea, lo tegar banget. Gue minta maaf sekali lagi Lea, udah nyia-nyiain perempuan seperti lo. Maafin gue Lea, jangan membenci gue Lea." ucap Saturnus semakin merasa bersalah. Ia merasa bahwa dirinya sangat bodoh. Bodoh sekali. Banyak laki-laki yang menginginkan Lea, namun kenapa dirinya tidak tertarik sama sekali pada Lea?
"Saturnus... Berhenti minta maaf ya? Saturnus itu tidak salah sama sekali. Lea gak akan pernah benci sama Saturnus, apapun yang terjadi. Oh ya... Saturnus siap-siap ke sekolah yuk? Udah waktunya ini... Lea gak mau terlambat di hari pertama Lea kelas XI." ajak Lea menggebu-gebu dan mengingatkan Saturnus karena waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 WITA.
"Oh iya.. Ayo aja mah gue kalau itu. Lo berangkat sekolah bareng siapa Lea?" tanya Saturnus ingin tahu. Ia ada niat ingin mengajak Lea berangkat bareng, maksudnya... Saturnus yang menjemput Lea. Itupun kalau Lea berkenaan.
"Ehm... Lea... Lea berangkat di jemput sama Antariksa, Saturnus. Biasanya memang Antariksa yang antar jemput Lea setiap hari. Kenapa Saturnus?" tanya Lea merasa tak enak. Tumben Saturnus bertanya begitu, apakah Saturnus hanya bertanya sekedar basa-basi atau ada tujuan lain?
"Ooh... Enggak kok Lea, gue cuma tanya saja. Yaudah, sampai ketemu di sekolah ya? Bye... Teleponnya boleh gue tutup ini?" tanya Saturnus pada Lea. Ia tak mau membuat Lea menangis lagi, karena memutuskan telepon secara sepihak. Sebenarnya ia masih penasaran, siapa sih Antariksa? Namun ia tak ingin menanyakannya, lebih tepatnya malu. Nanti Lea berpikir bahwa dirinya cemburu lagi. Eh? Apa benar ia cemburu? Tidak, tidak mungkin!
"Boleh Saturnus, tutup aja teleponnya. Nanti di sekolah, Lea samperin Saturnus boleh kan?" tanya Lea dengan suara khasnya yang selalu lembut, apalagi bicara ke Saturnus. Ia sudah kapok teriak-teriak, takut Saturnus marah lagi padanya.
"Boleh Lea. Oke gue tutup teleponnya." ucap Saturnus seadanya. Saturnus langsung menekan tombol merah,
BEEP! Telepon langsung terputus.
Saturnus mulai membersihkan dirinya untuk bersiap-siap ke sekolah, ia langsung mengambil handuk dan masuk kamar mandi. Tak butuh waktu lama, 15 menit kemudian Saturnus keluar dari kamar mandi dan terlihat sudah sangat segar.
Saturnus menghembuskan nafasnya kasar. Perkataan Lea terus-terusan terngiang di kepalanya 'Lea berangkat di jemput sama Antariksa, Saturnus. Biasanya memang Antariksa yang antar jemput Lea setiap hari.' Sialan! Antariksa itu siapa sih? Kenapa hatinya mendadak gusar? Semacam ada rasa takut kehilangan Lea... Tapi kan ia sendiri sudah mengaku pada Lea, bahwa ia tak suka pada Lea, ia hanya menganggap Lea teman saja. Tapi Antariksa itu siapa? Tak mungkin kan itu sodara Lea? Lea!!! Arghhhh! Kenapa sih lo selalu ngusik ketenangan gue?!
Saturnus mengalihkan pikirannya. Ia menggunakan seragamnya dengan rapi, dan menyisir rambutnya dengan jari. Mengoleskan sedikit handbody ke tubuhnya, menyemprotkan parfum ke baju dan celana seragam abu-abunya. Setelah selesai Saturnus memasang kaos kaki dan sepatunya. Begitu saja Saturnus sudah sangat tampan.
Jangan ditanya berapa banyak perempuan yang menyukai Saturnus dan ingin menjadi kekasih Saturnus, tak bisa di hitung dengan jari karena saking banyaknya. Namun Saturnus saja yang tak pernah menatap semuanya. Saturnus terlalu fokus ke masa depannya. Saturnus ingin menjadi sukses karena tangannya sendiri, bukan karena bantuan dari orang tuanya. Saturnus ingin menjadi hebat dan membahagiakan orang tuanya. Saturnus sangat ambisius.
Setelah selesai menyiapkan diri, Saturnus lalu memasukkan beberapa buku tulis baru ke dalam tasnya dan alat tulis tentunya, tak lupa dengan topinya karena hari ini adalah hari senin. Ia tahu hari ini tak akan belajar, bagaimana bisa belajar? Buku saja belum dibagikan. Paling hari ini hanya perkenalan guru masing-masing mata pelajaran yang akan mengajar selama 6 bulan ke depan, sekedar basa-basi dan mengabsen tentunya.
Setelah semuanya beres, Saturnus menggendong tasnya di punggung dan menutup pintu kamarnya. Ia turun ke lantai bawah. Terlihatlah di ruang makan ada mamanya, mama Lisa. Mama Lisa sedang menyiapkan sarapan untuknya dan papanya tentunya, papa Reyhan. Di rumahnya tak ada Asisten rumah tangga. Karena mamanya sudah sangat telaten mengurus semuanya, jadi mamanya sendiri yang tak mau mempekerjakan asisten rumah tangga. Dan Saturnus adalah anak tunggal.
"Pagi mama cantik." sapa Saturnus menyapa mamanya dan mencium pipi kanan mamanya.
"Pagi juga sayang. Duh tumben ini cium-cium mama segala pagi-pagi begini. Ada apakah gerangan anak kesayangan mama ya?" tanya mama Lisa tersenyum kecil menatap putranya yang sepertinya sedang bahagia.
"Ih kenapa ma? Memangnya Saturnus gak boleh cium-cium mama? Kan mama punyanya Saturnus juga, selain punya papa." ucap Saturnus mendengus kecil. Mamanya memang selalu seperti itu. Selalu berpikiran negatif padanya. Padahal niatnya mencium mamanya hanya karena kangen. Saturnus memang sangat manja pada mamanya.
"Aaaaah anak mama ngambek ini kalau gini? Panggil papa sana, kita sarapan bareng-bareng." ucap mama Lisa menyuruh putranya untuk memanggil papa Reyhan
"Hmm..." sahut Saturnus menaruh tasnya di kursi dan beranjak ke kamar papa dan mamanya untuk memanggil papanya itu. Lagian papanya ini menyusahkan sekali sih. Sarapan saja perlu dipanggil. Sungguh menyebalkan.
***
Lea menatap pantulan dirinya di depan cermin, ia sudah selesai bersiap-siap, hanya tinggal turun ke bawah untuk sarapan. Lalu menunggu jemputan Antariksa datang. Ia memilih men-chat Antariksa agar Antariksa tak datang terlambat.
Lea : Antariksa?
Lea : Antariksa hari ini jemput Lea kan? Jangan sampai terlambat ya Antariksa. Hari ini kan hari senin, terus hari ini juga hari pertama Lea kelas XI. Belum lagi kita beda sekolah, biar Antariksa juga gak terlambat sampai sekolahnya.
Ting!
Antariksa : Siap Tuan Putri, ini sekarang gue OTW ke rumah lo, tunggu ya..
Lea langsung menjawabnya,
Lea : Hati-hati Antariksa, jangan ngebut-ngebut, okey!
Ting!
Antariksa : Siap Tuan Putri...
Lea senyum-senyum sendiri membaca pesan dari Antariksa. Antariksa selalu saja bisa membuat moodnya menjadi lebih baik. Antariksa selalu memperlakukannya dengan sangat baik, seperti gelas yang tak akan dibiarkan pecah. Bayangkan bagaimana Antariksa memperlakukannya dengan sangat hati-hati.
Antariksa adalah sahabatnya. Mungkin bisa dibilang sahabatnya dari kecil, dari masih mereka di bangku SD. Antariksa dan Lea dulu satu SD, namun dari SMP sampai SMA sekarang mereka berbeda sekolah. Antariksa memilih untuk mencari sekolah yang berbeda, Lea sendiri tak tahu alasannya apa, dan tak berani juga menanyakannya. Namun Antariksa selalu mengantar dan menjemputnya setiap hari walaupun mereka berbeda sekolah.
Lea memutuskan untuk tidak sarapan, Lea memilih membawa bekal saja, biar nanti di sekolah ia sarapannya. Karena sebentar lagi Antariksa pasti akan sampai. Ia langsung mengambil bekal secukupnya, dan sebelum keluar rumah ia berteriak,
"Maa!! Lea berangkat ya? Sudah ditungguin Antariksa ini."
"Iya Lea, hati-hati sayang." sahut mamanya juga berteriak dari arah dapur.
Lea keluar rumah dan menunggu di depan gerbang. Baru saja ia menutup gerbangnya kembali, sudah terdengar suara deruan motor yang berhenti di depannya. Ia berbalik dan langsung tersenyum. Antariksa sudah datang.
"Selamat pagi Tuan Putriku, berangkat sekarang?" tanya Antariksa menaikkan kaca helmnya. Ia melepas kaitan helm yang ia bawa untuk Lea dan menyondorkan helm kuning dengan karakter spongebob ke arah Lea.
Lea menerima helm kesukaannya itu. Padahal ia sudah sering bilang bahwa helm ini agar Lea saja yang membawa agar Antariksa tidak repot membawanya kemana-mana, tapi Antariksa tak mau. Jadi ya... Lea tak memaksa.
"Tentu saja, ayo kita berangkat sekarang Antariksa." sahut Lea sangat bersemangat dan menggunakan helm spongebobnya, lalu naik ke motor ninja merah milik Antariksa dengan berpegangan di pundak Antariksa terlebih dahulu. Setelah mendapatkan posisi yag nyaman ia memeluk pinggang Antariksa.
"Siap berangkat?" tanya Antariksa sekali lagi,
"Siap!" sahut Lea bersemangat.
"Peluk gue yang erat Lea, biar lo gak jatuh." ucap Antariksa mengingatkan Lea untuk mengeratkan pelukannya di pinggangnya.
"Siap bosku." sahut Lea tersenyum kecil dan langsung mengeratkan pelukannya di pinggang Antariksa.
Lalu suara deruan motor ninja Antariksa membelah jalanan kota Denpasar saat itu...