Chereads / Istri Kesayangan Tuan Lucas / Chapter 11 - Lukisan Berdarah

Chapter 11 - Lukisan Berdarah

"Tidak, jangan panggil aku nyonya. Panggi aku ibu, bagaimana pun kau adalah istri pilihan putra ku, maka mulai sekarang kau bagian dari keluarga Dominic."

Nayya terharu, tidak pernah mendapatkan perlakukan sedemikian tulusanya dari orang lain. Tidak pernah merasakan bagaimana rasanya di terima kembali setelah di buang oleh ayahnya. Membuat Nayya merasa di anggap ada.

"Tapi, saya hanya wanita tanpa identitas. Saya tidak pantas menjadi bagian dari keluarga Dominic."

Bukan Nayya ingin menolak kebaikan Myra, ia hanya merasa bahwa dirinya tidak pantas menjadi bagian dari keluarga terkaya di Indonesia. Di tambah lagi, pernikahannya akan segera berakhir tahun depan, jika Lucas mencintainya.

"Di dunia ini, pantas atau tidaknya hanya Tuhan yang menentukan. Jangan hanya karena kau sering di perlakukan tidak adil akibat tidak memiliki identitas kuat sehingga membuat diri mu menganggap bahwa semua orang itu sama. Tidak semuanya sama, orang yang benar-benar kaya akan selalu melihat mu dari sudut pandang yang berbeda dari mereka yang hanya kaya."

Myra terlahir dari keluarga kaya, dan keluarganya tidak pernah mengajarkannya untuk menghina atau bahkan memandang orang lain dari segi kekayaan. Begitu juga dengan suaminya, karena itulah. Keluarga Dominic selalu di hormati serta di hargai.

"Maaf, saya hanya takut keberadaan saya membuat keluarga Dominic malu."

"Kami baik-baik saja dengan pilihan putra kami. Tidak pernah perduli apakah dia wanita miskin atau kaya, yang terpenting adalah. Dia wanita baik-baik dan bisa menjadi teman hidup putra kami, baik saat susah mau pun senang."

Sudah sangat jarang ada seseorang seperti Myra yang sangat bijaksana. Tidak memandang latar belakang seseorang, menerima mereka yang benar-benar tulus tanpa memandang statusnya. Sangat berbeda dengan keluarga Leonal, sombong dan hanya ingin anak-anak mereka menikah dengan orang kaya seperti mereka.

"Terima kasih karena sudah menerima saya."

"Sama-sama, mulai sekarang. Kau harus memanggil ku ibu, dan anggap saja kita teman, tidak perlu menggunakan kata 'saya' saat berbicara."

"Baik." Nayya bahagia, setidaknya. Meskipun pada akhirnya nanti ia akan berpisah dengan Lucas. Dirinya pernah memiliki ibu mertua sebaik Myra.

"Apakah kau seorang pelukis?"

Saat ini, Myra tengah duduk di hadapan Nayya. Matanya tidak bisa lepas dari alat-alat melukis yang mahal di samping Nayya, membuatnya menjadi penasaran apakah menantunya seorang pelukis atau bukan.

"Ya, aku suka melukis. Mungkin karena ibu seorang pelukis, jadi bakat itu menurun pada ku." Nayya sudah lama tidak di tanya tentang dirinya. Terbiasa hidup dalam kediaman membuatnya tidak lagi pernah merasakan bagaimana serunya berbicara.

"Apakah ini dari Lucas?"

Nayya mengangguk bahagia, wajahnya yang pucat sudah berganti dengan bahagia. Senyumnya bahkan membuat Myra semakin percaya tentang penilaian putranya mengenai sang menantu.

"Bagaimana jika hari ini, kau menunjukan bakat melukis mu pada ku. Sejujurnya, aku suka mengoleksi lukisan, tapi sayangnya anak-anak ku tidak ada memiliki bakat melukis." Myra sedih karena kedua putra dan putrinya tidak ada yang memiliki bakat melukis sehingga ia harus membeli sebuah lukisan dari pelukis lain.

"Tapi lukisan ku tidak sebaik lukisan orang-orang."

"Jangan pernah merendahkan diri mu. Kau punya bakat yang tidak semua orang bisa, dan itu adalah hadiah dari Tuhan untuk mu."

Nayya semakin senang ketika mengetahui bahwa ibu mertuanya sangat bijksana. Darinya juga ia belajar bahwa tidak semua orang sama, ada banyak yang lebih tinggi namun punya rasa kepedulian serta hormat pada orang rendah sepetinya.

"Terima kasih, Bu. Aku akan mengingat kata-kata bijaksana, Ibu."

Senang rasanya mendapatkan menanti seperti Nayya, di berikan nasehat, ia langsung mengingatnya. Berbeda dengan kebanyakan wanita yang menjadi menantu tapi tidak suka di beri nasehat oleh mertuanya. Seperti itulah pemikiran Myra tentang menantunya.

"Kalau begitu, dimana kau ingin melukis?"

Melihat antusias mertuanya. Membuat Nayya bahagia sekaligus rindu. Rindu akan sosok wanita yang akan melakukan apa pun untuknya, rela menemaninya melukis saat tubuhnya sedang sakit. Bersedia memberikan senyum tulus ketika hatinya telah terluka, Nayya benar-benar rindu dengan ibunya.

"Mungkin di kebun bunga, suasana damai bisa membuat ku nyaman melukis."

"Baik, sudah di putuskan bahwa kita akan pergi ke taman bunga," ucap Myra bahagia. "Tapi sebelum itu, Sara. Ikut dengan ku, kira harus membawa teh serta cemilah saat menemani Nayya mulukis."

"Baik, Nyonya."

Albert yang melihat antusias Myra pada Nayya menjadi lega. Ia akan segera melaporkan kejadian hari ini pada tuan mudanya.

Saat Myra, Sara dan Albert pergi. Tiba-tiba saja Nayya mendengar sebuah berita dari televisi tentang pernikahan Pavina dan Leonal yang akan segera di langsungkan karena sang calon istri telah mengandung anak dari mantan kekasihnya.

Sesaat, dunia Nayya berubah. Emosi yang sudah lama ia tahan kini menguat, menghadirkan sesuatu yang membahayankan untuknya.

Tidak terima dengan perselingkuhan Leonal dengan anak dari wanita perebut kebahagiaan ibunya membuat Nayya semakin tidak bisa menguasi dirinya. Meskipun ia sudah tahu jika Leonal telah berselingkuh dari mulut Vina, tapi hatinya masih saja sakit, di tambah dengan berita kehamilan itu. Membuat Nayya ingat akan kejadian yang sudah membuat ibunya menderita.

Mengambil pisau buah yang ada di meja, lalu mulai menyayat tangannya. Kertas yang sedang ia pangku menjadi saksi seperti apa darah merah dan segar Nayya menyentuh warna yang awalnya putih kini berubah menjadi merah menyeramkan.

Tidak ada yang mengawasinya, membuat tangan Nayya semakin menjadi-jadi. Ia bahkan mulai melukis menggunakan tangan dengan cat darahnya, sedikit demi sedikit. Lukisan wanita menangis darah terbentuk.

Lukisan itu indah, tapi menyeramkan. Siapa pun yang melihat akan bergidik ngeri, wanita yang ada di lukisan dengan warna merah darah dan menangis darah sudah terbentuk. Sungguh sangat mengerikan.

Senyum Nayya semakin merekah ketika tangannya menggoreskan pisau kembali ke salah satu lengannya. Membuat semakin banyak darah, untungnga. Adegan mengerikan itu langsung terhenti akibat teriakan Myra.

Para pelayan yang sedang berada di dapur langsung berhamburan. Menatap ngeri tindakan Nayya serta lukisan berdarahnya.

"Albert, cepat siapkan mobil dan minta Lucas menyusul ke rumah sakit." Perintah Myra, lalu ia menghampiri menantunya dan membuang pisau tajam itu dari tangannya.

Memeluk Nayya, memberikan ketenangan untuk gadis tidak berdosa itu. Myra prihatin dengan kondisi Nayya, ia akhirnya tahu bahwa hidup Nayya tidak mudah. Apalagi setekah ia di tinggal oleh sang ibu. Malaikat yang selalu melindunginya dari kerasanya dunia.

"Jangan sakiti diri mu, Sayang. Hidup mu masih panjang dan terlalu mahal untuk di sia-siakan."

Nayya tidak menjawab. Pelukan hangat itu membuatnya nyaman, meskipun tidak sehangat milik ibunya. Tapi Nayya nyaman dengan milik Myra.