Sesuai kesepakatan tadi pagi, aku, Fara dan Gerald akan mengerjakan karya tulis ilmiah untuk lomba sepulang sekolah. Sekarang aku dan Fara sudah berada di perpustakaan sekolah menunggu Gerald yang belum datang. Biasanya memang sekolah akan dikunci pada pukul 3:00 sore.
Ada Ibu Tiara yang masih disini. Dia adalah penjaga perpustakaan tetap disekolah ini. Usianya mungkin sudah hampir setengah abad. Beliau memang sudah sangat lama berada disekolah ini. Juga ada beberapa guru piket dikantor. Aku membaca novel yang aku ambil random dari rak buku disini seraya menunggu Gerald. Sedangkan Fara, dia terlihat tak semangat. Dari tadi dia hanya membolak balikkan ponselnya saja tanpa menghidupkannya.
"Ra! bagaimana ulanganmu tadi?" tanyaku.
Pelajaran terakhir tadi adalah matematika. Seperti yang kalian tahu hari ini ada ulangan matematika. Kebanyakan siswa pasti membencinya. Matematika mungkin adalah pelajaran yang ditakuti oleh kebanyakan siswa yang malas untuk berpikir. Tapi jika benar-benar belajar, aku pikir tidak sesulit itu. Kita hanya perlu memahami soal, menemukan cara, menghitung kemudian menulis jawaban. Walaupun pengerjaannya tidak sesimple itu sebenarnya.
Bagiku matematika adalah permainan angka, hanya kita sendiri yang bisa membuatnya mudah atau membuatnya sulit. Itu tergantung dari kita sendiri. Aku tahu kalian pasti berpikir aku ini pinta, jenius atau apalah. But, you wrong! aku sendiri tidak sepintar yang kalian bayangkan. Aku juga pernah kesulitan waktu mengerjakan matematika. Apalagi kalo aku tidak belajar, sudah dipastikan tidak bisa menjawab soal-soal mematikan itu. Seperti ulangan hari ini, aku kesulitan menjawab beberapa soal saat ulangan. Seketika aku menyesal tidak serius belajar kemarin.
"Yahh begitulah dis, aku hanya menjawab soal-soal yang aku tahu," jawab Fara ogah-ogahan.
"Huft! aku juga gak yakin sih sama ulanganku tadi Ra, kayaknya nilaiku bakal jelek deh, kemarin aku gak serius belajar," tulasku ke Fara. Bab yang di buat ulangan kali ini tidak benar-benar aku kuasai.
"Udahlah dis! gal usah mikirin ulangan. Lagian cuma ulangan harian, nanti kamu bisa berusaha lebih baik lagi diujian semester kan dis," ucap Fara menenangkan.
"Kamu benar Ra," kataku.
Sudah beberapa menit berlalu, Gerald tidak kunjung datang. Aku sama Fara sudah bosan menunggu. Kalian taulah, kalo cewek gak suka disuruh menunggu, ya nggak?
"Huft! Mana sih Gerald lama banget deh, bisa-bisa gak keburu nih, gimana kalo ibu Tiara pulang lebih awal, kan jadi sia-sia kita nunggu disini nggak dapet apa-apa," keluh Fara.
"Sabar Ra! mungkin Gerald lagi ada urusan yang gak bisa ditunda." Aku mencoba memberi pengertian ke Fara.
"Tapi ini lama banget dis, dia sendiri yang ngajak malah dianya yang telat, nyebelin nggak tuh!" ucap Fara yang tampak kesal.
"Udah, dari pada kamu kesel sendiri, mending kamu baca-baca apa kek atau nyari referensi gitu buat karya tulis ilmiah kita Ra," kataku memberi ide.
"Nggak ah, lagi males baca aku, kalo gini mending aku pulang aja dis, tadi mamaku sudah telpon nyuruh pulang."
"Emang kamu gak bilang kalo bakal pulang telat Ra?" tanyaku.
"Sebenarnya aku harus pergi ke suatu tempat dis," jelas Fara.
"Suatu tempat? Kemana?" tanyaku.
"Emm eee ada lah pokoknya dis, aku gak bisa ngasih tahu, maaf ya," Kata Fara sungkan.
"Gak pa pa kok, kamu gak perlu minta maaf gitu Ra, lagian kita kan harus menghargai privasi kita masing-masing, bener nggak?" tukasku sambil tersenyum.
Aku tidak begitu penasaran sebenarnya. Tapi tanpa kuketahui, ternyata ada sesuatu yang besar yang disembunyikan Fara sejak dulu. Sekarang aku belum menyadarinya dan aku anggap itu hal yang biasa aja.
"Kamu benar dis, terimakasih ya Dis!" ucap Fara. Aku mengangguk mendengarnya.
Waktu terus berjalan. Sekarang sudah hampir jam setengah tiga, tapi Gerald tidak juga datang. Apa dia lupa atau bagaimana sih! Sekarang aku yang mulai kesal. Sudah sejak tadi kami menunggu, bahkan ibu Tiara memperingatkan kami kalo beliau sudah mau pulang. Itu artinya perpustakaan juga akan dikunci. Dan sekarang kita menunggu tanpa hasil.
"Udahlah dis, kayaknya Gerald gak akan dateng deh, yuk kita pulang aja!" ajak Fara. Aku setuju dan bangkit mengikuti Fara keluar dari perpustakaan. Kami pamit ke ibu Tiara yang masih berkutat dengan pekerjaannya diperpustakaan ini. Entah apa yang dikerjakannya!
"Dasar Gerald! gak tau apa kalo kita nungguin disini berjam-jam, bikin kesel tau gak. Harusnya kalo dia gak bisa datang ya gak usah nyuruh kita datang ke perpus kan! Emang dia aja apa yang punya kesibukan, dia kira kita nggak sibuk apa," Fara mengomel panjang lebar sambil berjalan menuju pintu keluar sekolah.
Aku tertawa pelan mendengarnya, perasaan baru tadi pagi dia memuji-muji Gerald, sekarang malah marah-marah sendiri. Aku juga kesel sebenarnya, tapi aku tidak seperti Fara yang bisa melepaskan semua perasaan yang dirasakan.
"Kok kamu malah ketawa sih dis, bukannya kesel," ucap Fara dengan wajah cemberut.
"Siapa bilang aku nggak kesel, aku pengen ketawa aja ngelihat kamu."
"Emang aku lucu apa!" sergah Fara masih dengan wajah kesal.
"Ya lucu aja Ra, masa baru tadi pagi kamu muji-muji Gerald, sekarang malah marah-marah."
"Itukan beda Dis, siapa suruh dia ngasih harapan palsu ke kita, aku gal suka sama orang yang gak menepati perkataannya," tukas Fara. Aku manggut-manggut. Dari jauh terlihat seseorang yang berjalan ke arah kami. Dia mengenakan seragam sekolah ini. Kami berhenti sejenak memperhatikannya.
"Bukankannya itu Dave ya Ra?" tanyaku. Fara tidak menjawab dan masih memperhatikan didepannya.
"Ra!" teriak Dave memanggil Fara.
"Apa!" lontar Fara saat Dave sudah ada didepannya.
"Elo bisa gak sih santai dikit Ra! Sensi amat jadi cewek, lagi PMS lo." Kasian Dave terkena imbas gara-gara Fara lagi sebel sama Gerald. Fara hanya memutar bola matanya malas.
"Kenapa lo gak pulang-pulang Ra! Lo tahukan hari ini jadwal lo c--" ucap Dave tertahan karena Fara membungkam mulutnya.
Akhir-akhir ini mereka berdua sering melakukan itu. Kemarin Dave yang membungkam mulut Fara, sekarang Fara yang membungkam mulut Dave. Mereka kenapa sih? Emang ada hal yang gak boleh aku tahu ya.
"Ada apa Ra?" tanyaku penasaran dengan sikapnya.
"Ehh eee enggak kok dis, bukan apa-apa, cuma kesel aja denger Dave ngomel, jadi aku tutup deh mulutnya, dia kayak cewek Dis kalo udah ngomel," lontar Fara.
Aku tidak begitu percaya dengan ucapannya. Aku yakin pasti ada hal yang disembunyikan dariku. Dan aku tidak boleh tahu tentang itu. Tapi aku tertawa lirih mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Fara barusan.
"Enak aja lo bilang! Gini-gini gue orangnya perhatian tau, elo tuh yang bawel." Selalu aja seperti ini. Kalo sudah begini mereka akan terus berdebat dan saling mengejek satu sama lain.
"Tuh dis, kamu liat sendirikan, dia tuh cerewet dis! Kamu jangan deket-deket sama dia dis, kupingku aja panas denger dia ngomel mulu dari dulu," ucap Fara panjang lebar. Aku hanya tertawa saja.
"Lo tuh ya! awas aja lo kalo elek-jelekkin gue lagi!" ancam Dave bercanda. Fara hanya menjulurkan lidahnya cuek.
"Mama lo tuh ada didepan gerbang Ra, mau jemput lo!" kata Dave menyampaikan maksudnya. Fara menoleh menatap Dave.
"Serius!? Kenapa lo gak bilang dari tadi Dave!"
"Salah sendiri ngajak ribut."
"Ah bodo amat! yaudah gue duluan ya Dis, gapapa kan? Byee," pamit Fara padaku kemudian ia berlalu begitu saja.
"Iya, byee Ra! Hati-hati dijalan!" Aku melambaikan tangan ke Fara yang sudah berlari menuju gerbang. Aku juga harus pulang. Saat hendak pergi mencari angkot, aku teringat kalo aku tadi membawa sepeda kesekolah.
"Eh dis, mau pulang bareng?" tawar Dave.
"Maaf Dave, aku gak naik angkot hari ini, tadi aku bawa sepeda kesekolah," tolakku.
Lalu aku berjalan menuju parkiran diikuti oleh Dave yang sepertinya juga mau mengambil motornya.
"Gue tahu kok," sahut Dave.
"Kamu tahu? akok bisa?" aku menatapnya bertanya. Ini pertanyaan aneh gak sih?
"Gue tadi ada disini dis pas lo lagi markirin sepeda, tapi lo nggak ngeliat gue dan pergi bareng Gerald tadi," ucap Dave. Astaga! aku baru ingat, makanya tadi Dave bisa tau kejadianku sama Gerald tadi pagi. Ternyata dia ada disini dan berjalan dibelakangku. Kenapa aku bisa gak tau ya?
"Ohh,,,kalo kamu tahu kenapa masih ngajak pulang bareng Dave, aneh deh kamu." Aku menatapnya heran.
"Ya gak pa pa dis, lo bareng aja sama gue, entar sepeda lo ditinggal disini aja, gimana?" tawar Dave lagi.
Aku menimbang-nimbang perkataan Dave. Tidak masalah juga kalo sepedaku ditinggal disini, lagipula disini bisa dipastikan aman. Besok pagi aku tinggal naik angkot sepeti biasa lalu pulangnya bawa sepeda yang aku tinggal disini. Tapi masalahnya aku tidak mau pulang bareng Dave, apalagi boncengan berdua menggunakan motornya itu. Aku tidak terbiasa, meski Dave teman baikku.
"Hmm enggak usah deh Dave, aku bawa sepeda aja, entar malah aku ngerepotin, walau kamu pasti akan bilang tidak merepotkan, tapi aku pulang sendiri aja, maaf ya Dave!" tolakku sungkan. Dave mengusap-usap rambut lebatnya.
"Jadi gue ditolak nih!" ucap Dave yang sepertinya kecewa.
"Maaf Dave, aku gak maksud nolak, aku menghargai tawaranmu tapi sekali lagi aku gak bisa pulang bareng kamu jadi maaf ya "
"Yaudah deh dis, gue gak bakal maksa kok, mungkin lain kali."
"Iya Dave kalo emang memungkinkan, yaudah Dave aku duluan ya, kamu hati-hati bawa motornya Dave, byee!" Setelah mengatakan itu aku langsung menggayuh sepedaku keluar parkiran. Dan meninggalkan Dave yang masih mengambil motornya.
Entah kenapa akhir-akhir ini aku kurang nyaman didekat Dave. Mungkin ini karena Fara yang selalu menggodaku dengannya. Pikiranku selalu saja teringat saat Fara mengatakan kalo Dave menyukaiku. Entah itu sungguhan atau enggak. Tapi seperti yang aku bilang, aku tidak tertarik dengan cinta anak SMA. Jadi aku berusaha mengindari agar perasaan itu tidak muncul. Karna belum saatnya bagiku! aku harus memikirkan pendidikanku terlebih dahulu. Apalagi memikirkan pama dan mama yang mendesakku untuk masuk ke jurusan hukum. Membuatku menghela napas berkali-kali.