SINOPSIS
"Boleh aku memelukmu, Sha?" pinta Angga setelah menerima hadiah dari Asha. Asha mengangguk pelan. Angga maju selangkah, hingga tak ada jarak di antara mereka.
"Melihatmu hari ini makin membuatku jatuh cinta padamu. Ingin rasanya aku melamarmu Sha, saat ini juga. Dan membawamu ikut denganku."
Asha tak sanggup berkata apapun, namun ia membalas pelukan Angga, yang membuatnya makin mengeratkan pelukannya.
Dirasakannya tubuh Asha bergetar. "Jangan nangis, Sha. Please?" pinta Angga dan mengurai pelukannya. Ditatapnya lekat wajah Asha yang telah berurai air mata.
Angga pun berangkat ke Jerman, hingga tiga tahun kemudian mereka bertemu kembali. Dan Asha saat itu tengah berbadan dua, yang membuat Angga terkejut. Gadis pujaan hatinya ternyata telah menikah. Dengan kakak kelasnya yang bernama Bayu.
Dalam perjalanan kehidupan pernikahan Asha selanjutnya, akhirnya Asha mengetahui bahwa Bayu suaminya berselingkuh dengan anak magang di kantornya bekerja, melalui rekaman video yang Angga ambil. Hingga nahas, Asha harus melahirkan prematur dan setelah itu meminta bercerai dari Bayu.
Asha merawat anaknya, Keenan seorang diri sebagai orangtua tunggal, hingga Angga kembali untuk yang kedua kalinya dalam hidup Asha. Angga melamarnya setelah Asha menyelesaikan kuliahnya. Namun sayang, Arumi—maminya Angga ternyata telah menjodohkan Angga dengan anak sahabatnya, dan mengaku tengah mengandung anak dari Angga.
Angga yang merasa tidak melakukan perbuatan itu, lalu mencari barang bukti, untuk membongkar rencana orangtua Laura. Dan berhasil, namun, nasib baik belum berpihak pada Asha dan Angga untuk bersatu. Asha telah pergi meninggalkannya, dan memulai kehidupan baru, di sebuah pulau terpencil, demi menghindari ancaman Arumi terhadap keluarganya.
Lima tahun kemudian akhirnya mereka bertemu kembali, Angga kembali melamarnya dan memperjuangkan cintanya, juga menarik perhatian dari Keenan yang telah lupa akan kenangannya bersama Angga sewaktu masih berusia 15 bulan.
*****
MASA REMAJA 1
Cerita ini dimulai dari masa remaja Asha Haryanto.
Ada yang mengatakan, bahwa masa remaja adalah masa-masa pencarian jati diri bagi anak manusia. Pertama kali merasakan getaran cinta, jatuh cinta, dan juga patah hati. Hal ini pun, tak luput dialami oleh seorang Asha Haryanto. Gadis manis dan sedikit tomboy dengan lesung pipit di kala ia tersenyum.
Pagi itu, seperti biasa Asha tiba di sekolah A tepat pukul enam tiga puluh pagi. Suasana masih relatif lengang, belum banyak siswa yang datang. Sambil menunggu bel berbunyi, Asha mengeluarkan buku gambarnya dan mulai menggambar sesuka hatinya.Â
Asha begitu asyik tenggelam dengan coretan pensilnya, ketika tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar kelasnya ....
"Yang mana, yang mana?!" Sayup-sayup terdengar suara anak perempuan di luar.
Asha yang penasaran lalu beranjak keluar kelas. "Ada apa sih ribut-ribut pagi-pagi?" tanyanya.
"Itu, katanya Angga kemarin malam pulang dari gedung olah raga, dengan cewek ...," ucap anak perempuan yang berkacamata.
"Iya, berdua aja itu kata Arman. Dia sampai ditinggal, lho," ujar anak perempuan di sebelahnya, yang berambut keriting.
"Jadi yang mana orangnya? Katanya anaknya kelas IPA 2," tanya si kacamata kembali, makin tidak sabar. Sementara Asha, hanya membulatkan mulutnya, dan berlalu dari hadapan dua cewek kepo itu, dan kembali ke dalam kelas.
Keributan itu makin menjadi, tatkala cowok yang sedang dibicarakan, tiba di kelas sebelah. Para fansnya kemudian mengekorinya dan bertanya-tanya. Namun, Angga, Sang Primadona sekolah, hanya tersenyum simpul dan mengabaikan para fansnya.
"Jadi ...?" ini Arman yang bertanya, saat Angga duduk di mejanya. Yup, Angga dan Arman duduk sebangku, dan keduanya sama-sama Bintang Kelas. Selain diberi anugerah paras rupawan, otak yang cerdas, juga suara yang merdu, kala mereka bernyanyi dengan diiringi gitar.Â
"Maksud, lo?" Angga bertanya balik.
"Halah, gak usah pura-pura, deh!" tutur Arman kesal, "cewek yang semalam balik bareng sama lo. Siapa dia?" tanyanya lagi.
"Penting, ya, buat lo tau?" kekeh Angga.
"Bangetlah! Kaya lo gak tau aja, para fans lo tuh!" angguk Arman, ke hadapan para perempuan, di depan kelasnya.
Dan Angga hanya tertawa terbahak, ketika melihat para fansnya, menanti jawaban dari Angga, tentang 'siapa cewek misterius' itu—yang mungkin saja dekat dengan Angga saat ini. Yup! Angga meski terbilang ganteng dan pintar, tapi termasuk pemilih dalam mencari 'teman spesial' lawan jenis.Â
Belum sempat Arman membalas sikap Angga, tetiba bel berbunyi. "Sorry Bro! Save by the bell," katanya masih tertawa terbahak. Dan membuat para fansnya kecewa.
Sementara di kelas IPA 2, Asha mengulas senyumnya. ketika mengingat kejadian semalam itu. Kemudian beranjak dari kelasnya, menuju lapangan, untuk mengikuti upacara bendera hari Senin. Yang kebetulan hari ini, dia bertugas sebagai pembawa bendera. Dengan tinggi 165cm, Asha memang kerap kali terpilih menjadi petugas upacara bendera.
"Lo dah denger gosip terbaru?" Nia, teman sebangku Asha bertanya, setengah berbisik, ketika mereka sudah kembali ke kelas, dan akan memulai pelajaran Kimia hari itu.
"Gosip apa?" Asha balik bertanya.
"Igh, itu ,lho, cewek yang pulang bareng sama Angga, kelas sebelah."
"Mana kutahu," jawab Asha singkat
"Beneran gak tau? Katanya, ada di kelas kita, lho. Kira-kira siapa, ya? Keknya, gak ada tipe cewek dia, deh, di kelas kita." Asha tertawa dalam hati, mendengar ucapan Nia.
"Ya, Nia silahkan ke depan, dan kerjakan soal no 1!" terdengar suara pak Toto, guru Kimia, menginterupsi.
"Waduh, mati gue," ujar Nia spontan, ketika melihat soal yang diberikan Pak Toto.
"Makanya, lain kali, jangan mengobrol ketika pelajaran," tegas pak Toto, ketika Nia sudah ke depan. Sementara Asha, hanya senyum-senyum. 'Syukurlah, bukan gue yang disuruh ke depan,' batinnya.
Hari itu akhirnya berlalu, dan sekolah bubar, tepat jam 2 siang. Seperti biasa, Asha pulang bareng dengan Nia, tetiba ada anak laki-laki yang menghampiri mereka, ketika sampai di pintu gerbang sekolah.Â
"Pulang bareng, yuk," ajak anak laki-laki itu, kepada Asha. Nia yang mendengarnya, seketika terkejut. 'Ga salah denger gue?' batinnya.
Asha kemudian menolak dengan halus, karena hari ini dia berencana pergi ke toko buku, bersama Nia. Anak laki-laki itu terlihat kecewa pada awalnya, namun segera mengubah ekspresi wajahnya, "Oke deh! Besok aja kalo gitu. Bye."
Baru beberapa langkah lelaki itu berjalan .... "Angga ...," panggil Asha.
Yang dipanggil segera menoleh dan tersenyum. "Kenapa? Berubah pikiran?"
"Hati-hati," ucap Asha, dan Angga pun mengacungkan dua jempolnya, dan berlalu.Â
Nia, yang sedari tadi terpaku, melihat interaksi teman sebangkunya sekaligus sahabatnya, tetiba tersadar. "Gak jadi ke toko buku. Kita ke Cafe X aja. Lo hutang cerita detailnya sama gue! Lengkap!"Â
Asha kemudian tertawa terbahak, sambil menghindari tatapan maut Nia.
"Jadi, cewek misterius itu, elo?" Nia menyimpulkan, setelah mendengar penjelasan dari Asha.
"Ya, gitu deh ... hehe," jawab Asha, membenarkan sambil terkekeh.
"Ya ampun! Jadi, tadi pagi itu pas mereka heboh, di depan kelas kita, cari-cari cewek misterius itu. Lo diem aja?" Nia teringat, karena Silvy, teman sekelasnya dulu ketika kelas 2 juga sempat bertanya padanya. Dan Nia juga sama sekali tidak tahu saat itu.
"Gila aja, klo gue bilang cewek itu, gue. Bisa dikeroyok fansnya ntar, hahaha ...," seloroh Asha, sambil menyeruput minuman es coklat favoritnya.
"Trus?"
"Trus apanya?"
"Ya, lo jadian ma si Angga?"
"Ya, nggaklah."
"Lho, kok, gitu." Tampak kekecewaan di wajah Nia.
"Gitu gimana?" tanya Asha enteng.
"Masa gak jadian?" Asha yang mendengar ini kemudian tertawa. Membuat Nia, makin gemas dengan tingkah sahabatnya ini.
"Udah, ah. Males gue bahasnya. Lagian, biasa aja lagi ma Angga, tuh."
"Yakin?" Nia mengangkat alisnya tinggi.
"100 persen! Gue belum mau pacaran. Papa gue, 'kan, galak. Hahaha," jawab Asha. "Yuk, ah, kita pulang, ntar keburu sore, papaku keburu pulang, ribet deh urusannya."
Dan mereka pun pulang.Â
Hari itu tidak ada yang mengira, bahwa hal ini akan mempengaruhi hubungan mereka di kemudian hari kelak.
***
"Asha ... Asha ...," panggil seorang pemuda, di depan sebuah rumah nan asri, yang banyak ditumbuhin aneka pohon dan tanaman hias.
Yang dipanggil masih anteng memakan sarapannya, sampai ketenangannya terusik oleh teguran bi Inah. "Maaf Non, ada yang manggil di luar, Non."
"Siapa, Bi?"
"Tidak tahu, Non, bibi belum pernah lihat orangnya maen kesini. Tapi ganteng, Non!" jawab bi Inah, seraya mengancungkan dua jempolnya. Membuat Asha terkekeh.
"Suruh tunggu di teras aja, Bi. Papa udah berangkat, 'kan?" tanyanya sambil setengah berbisik.
"Sudah, Non, tapi nyonya masih ada."
"Oke. Nanti, jangan bilang-bilang mama papa, ya, kalau Asha ada yang jemput ke sini. Laki-laki lagi." Sambil siap-siap mengambil tas sekolahnya, yang sedari tadi sudah disiapkan di sofa ruang tamu.
"Siap, Non."
"Maaaa ... Asha berangkat, ya!" sahutnya sambil keluar rumah.
"Lho, Asha, kok, gak cium tangan dulu, siy. Nyelonong gitu aja," mamanya menyahut dari dapur.
***