Keduanya terdiam dalam keheningan yang mencekam, tak ada satupun yang berniat membuka suara. Gevan yang sibuk menyetir sambil memandang jalanan Jakarta yang penuh dengan hiruk pikuk orang-orang yang bepergian, mobil silih berganti berlalu lalang membuat jalanan makin terasa padat saja.
Dan Rain yang sibuk dengan pikirannya. Ketakutan. 1 kata yang mengganggu pikiran Rain dalam benaknya. Rain terdiam tak berniat membuka suara sedikitpun. Rain asyik dengan pikirannya. Yang ia pikirkan hanya ingin cepat-cepat sampai di rumah dan tidur, ia terlalu takut memandang Gevan, ia seperti tidak mengenal Gevannya lagi, semuanya terasa asing, semuanya seperti berubah. Apa yang harus Rain lakukan besok di sekolah? Jika ia sudah tak lagi berteman dengan Gevan, lalu siapa yang akan menjadi temannya? Apakah ia akan sendirian lagi? mengalami masa-masa sulit seperti saat ia kehilangan Arkannya?
Bicara tentang Arkan… ia jadi rindu…kemana Arkannya? Kenapa hingga detik ini Arkannya tidak juga kembali padanya? Apakah Arkannya sudah memiliki orang lain yang dijaga di luar sana? Apakah Arkannya sudah lupa dengan dirinya? Apakah Arkannya sudah tidak lagi mencintainya? Apakah Arkannya sudah mencintai orang lain? Atau Arkannya sebenarnya sudah pergi.. namun ia tak tahu! Tidak. Tidak mungkin! Tuhan tak mungkin setega itu mengambil Arkannya. Arkan orang yang kuat, sedikitpun ia tak mungkin sakit. Karena dari kecil Arkan lah yang menjadi pelindungnya yang menjadi penjaganya dan selalu mengobati Rain ketika Rain terluka. Tapi kenapa? Kenapa takdir begitu kejam? Hingga harus memisahkannya dan Arkan? Kenapa?? Kenapa tuhan?
Namun sekali lagi tak ada jawaban, tak ada yang menajwab pertanyaannya… hanya ada suara angin, sayup sayup masuk melalui celah kaca mobil BMW Gevan
Ia rindu Arkan, Arkan selalu bisa membuatnya merasa lebih baik, merasa lebi tenang, dan merasa lebih sehat. Namun sekarang? Yang terjadi adalah kebalikannya. Rain merasa lemah, Rain merasa ketakutan, Rain merasa sendirian. Tidak punya teman, tidak punya keluarga, tidak punya apapun. Ia selalu merasa hidup sendirian, sebatang kara. Kenapa ia lahir sebagai anak tunggal? Kenapa ia tidak mempunyai saudara? Andai saja ia mempunyai saudara pasti hidupnya tidak se - menyedihkan ini. Pasti ia akan menjadi lebih tegar dengan cobaan - cobaan yang diberikan oleh Allah. Namun kenyataannya adalah sebaliknya. Ia hidup sendirian, tidak mempunyai saudara, tidak memiliki teman, merasa tidak memiliki kelurga juga. Ia ketakutan, takut jika esok hari ia bangun semuanya terasa asing. Sekarang ada Gevan, namun semuanya seperti hilang begitu saja, ia seperti tidak mengenal Gevan, Gevannya juga hilang, sosoknya masih ada namun karakter sifatnya seperti berubah. Kenapa perjalanan menuju rumahnya serasa lama sekali? Seperti berjam - jam lamanya… ia hanya ingin tidur sekarang, berharap kejadian tadi hanyalah sebuah mimpi belaka, berharap semuanya baik-baik saja… namun apakah mungkin itu terjadi? Mungkinkah Gevan akan kembali seperti semula sebelum kejadian tadi? Mungkinkah Gevan juga merasa bersalah? Atau malah sebaliknya?
Rain sungguh ketakutan, ia sama sekali tidak memiliki teman di sekolah barunya, ia hanya mengenal Gevan. Apa yang harus dilakukan Rain sekarang? Apakah ia hanya harus diam saja tanpa melakukan apapun untuk memperbaiki semuanya? Jika ia berniat memperbaiki apanya yang harus ia perbaiki? Ia harus memulai dari mana? Gevan sangat fokus menyetir terus melihat kedepan tanpa menoleh barang se - detik pun kerah Rain. Ia seperti menganggap Rain tidak ada, mungkinkah ini akhir dari kisah pertemanan mereka? Yang hanya beberapa hari saja? Bahkan ini belum dua hari mereka berteman. Kenapa semuanya berjalan begitu cepat? Kenapa? Apa salah Rain apa se - begitu salahnya jika Rain hanya ingin mempunyai teman? Apa semua kesalahan ada di diri Rain? Ia ketakutan, sangat ketakutan. Ketakutannya tidak bisa dipungkiri.
Jika dulu ia ketakutan, pasti ada Arkan yang menenangkannya. Arkan akan memeluknya agar ia berhenti merasakan rasa takut itu, Arkan akan menemaninya hingga ia sudah tidak ketakutan lagi. Arkan seperti sosok segalanya. Arkan seperti pahlawan dimatanya, Arkan akan selalu seperti itu, dan Rain akan selalu menunggu kembalinya Arkan dalam hidupnya. Namun apakah mungkin? Apakah mungkin Rain akan menemukan Arkannya lagi? apakah Arkan juga sedang mencarinya? Atau sebenarnya Arkan memang pergi karena ingin melupakannya?
Rain takut menerima kenyataan jika sebenarnya Arkan memang ingin pergi meninggalkannya, karena ini sudah bertahun-tahun lamanya namun Arkan belum juga kembali. Apakah ia siap menerima kenyataan bahwa Arkannya telah pergi dan tak mungkin kembali lagi?
Rain ingin menangis saja rasanya sekarang. Namun apa bisa ia menangis di hadapan Gevan? bisa-bisa Gevan akan semakin menghindarinya dan menganggapnya aneh jika ia menangis tiba-tiba seperti ini. Jadi ia memutuskan untuk menahan perasaannya, ketika sampai dirumah ia akan langsung tidur dan melampiaskan semua rasa sakit itu hingga ia ketiduran seperti biasanya. Ia yakin ia kuat, ia yakin ia bisa, Rain terdiam memandang lurus kedepan ke tempat Gevan sangat fokus menyetir. Matanya berkaca-kaca. Dalam hati Rain berdoa kenapa jalan kerumah lama sekali sampainya, rasanya ia sudah berjam-jam duduk namun tetap saja tidak sampai-sampai dirumahnya. Ia hanya ingin sampai dirumah dengan cepat, agar tak terus ada disamping Gevan. Entah kenapa ia sangat tidak nyaman di keadaan hening seperti ini. Biasanya ia akan selalu bercanda gurau dengan Gevan. Ia sudah terbiasa dengan gombalan Gevan, dan ia akan selalu tersipu malu dengan candaan Gevan. Namun sekarang? Justru sebaliknya, ia tidak nyaman berada di samping Gevan ia takut. Sangat takut. Gevan berubah, akankah Gevan sudah dekat dengan yang ia sukai? Hingga ia mendiamkan Rain seperti ini? Tapi kapan Gevan dekatnya? Perasaan tadi selama disekolah Gevan selalu bersama Rain, ia tidak memegang handphone barang sedetik pun. Siapa sebenarnya perempuan beruntung yang dicintai Gevan?
Sekali lagi.. pertanyaan - pertanyaan tersebut tidak ada yang menjawabnya
Satu detik…
Dua detik…
Tiga detik….
Empat detik….
Lima detik….
Gevan menoleh
Ia terdiam lama…
Hingga akhirnya ia membuka suara,
"Cantik?" ucap Gevan cepat
Rain terdiam tak berkedip hanya bisa mencerna apa yang terjadi barusan. Gevan memanggilnya, apa itu tandanya Gevan sudah tidak lagi marah? Apakah ini pertanda baik? Apakah sebentar lagi Gevannya akan kembali seperti semula? Apakah ini artinya ia tidak akan kehilangan temannya lagi? apakah ini artinya Gevan kembali akan baik padanya dan menjadi sahabatnya?
Tidak ada yang tahu,
Tak ada sahutan yang Gevan dapatkan,
Ia memutuskan untuk kembali memanggil Rain, namun belum sempat Gevan melontarkan sepatah kata lagi. ia sudah dikejutkan lagi oleh Rain
Rain menangis, ia menoleh kesamping dan yang Gevan lihat matanya sudah mulai berkaca-kaca hendak akan menangis
Dengan segera Gevan meminggirkan mobilnya di sisi jalan raya ia ingin berhenti menyetir sebentar, ia ingin tahu apa yang membuat Rainnya menangis sampai seperti ini. Apakah Rain masih ketakutan dengan kejadian barusan ia membentak Rain?
Atau ada hal lain yang Rain pikirkan hingga membuatnya ingin menangis? Tapi apa? Gevan pun tak tahu jawabannya…