Jika Arkan bisa diibaratkan seperti lilin yang menerangi hidupnya maka Gevan dapat diibaratkan seperti lampu yang ada di dalam hidupnya sekarang
# Rainata Deviana Senja
"Jangan sayang saya" jawab Rain pelan
"Kenapa? Apa gue gak boleh sayang sama lo?" tanya Gevan tak kalah pelan
"Gak boleh" ucap Rain dengan suara yang sedikit tegas
"Kenapa?" tanya Gevan memancing
"Karena…." Rain terdiam memikirkan kosa kata yang tepat untuk dijelaskan, namun ia seperti kehilangan kata - kata begitu saja, seperti tidak ada kata yang tepat untuk mendefinisikan apa yang ingin ia sebut saat itu juga
"Karena?" tanya Gevan mengulangi ucapan Rain yang masih menggantung
"Karena…sepertinya Gevan tahu apa yang ingin saya ucapkan kan?" jawab Rain menanyai Gevan balik
"Enggak gue gak tahu" jawab Gevan berbohong
"Oh gak tahu…" jawab Rain ber-oh ria
"Lo gak mau gue tahu kan?" tanya Gevan sarkatis
"Mau" jawab Rain mulai menciutkan mentalnya
"Lalu kenapa tidak diberi tahu?" tanya Gevan lagi
"Gevan mau tahu tentang apa? saya akan beritahu semuanya.. kan Gevan sahabat saya satu -satunya" jawab Rain lantang
"Yakin? Lo yakin gue sahabat lo satu - satunya? Bukannya lo masih anggap Arkan sahabat lo?" ucap Gevan dengan nada yang sedikit ngegas. Sangat terlihat Gevan mulai jengkel berbicara dengan Rain saat ini
"Ya…iya sih, sahabat saya selain Gevan ya tentunya Arkan. Tapi kan Arkan hilang, tidak ditemukan dimanapun"
"Lo udah coba cari dia? Nge-stalk akun sosial medianya misalnya atau apa..?" tanya Gevan mulai sedikit tenang
"Saya sudah cari dia Gevan. Akun sosial medianya? Mana saya tahu akun media sosialnya dia itu menghilang dari pas saya SD Gevan, saat itu mana punya saya Handphone, mana sempat tukaran akun sosial media Gevan" jawab Rain berusaha sabar dan menahan buliran bening agar tak jatuh dari tempatnya. Ya matanya sudah mulai berkaca-kaca
"Lo jangan sedih. Ada Gue" ucap Gevan tak tahu harus berkata-kata apalagi. Ia kehilangan kata - kata jika sudah melihat mata Rain yang mulai berkaca - kaca
"Gevan janji ya ?" tanya Rain pelan sambil menjulurkan jari kelingkingnya kehadapan Gevan
"Janji apa sayang?" tanya Gevan dengan nada suara yang melembut
"Janji tidak akan seperti Arkan!" jawab Rain dengan nada suara yang dibuat setengah berteriak. Hingga pengunjung yang berada di sekeliling mereka yang makan di restoran tersebut menoleh kearah mereka karena mendengar suara Rain yang tergolong kencang di telinga orang - orang
Gevan saja dibuat terkejut dengan nada suara Rain yang mengencang secara tiba - tiba. Namun Gevan tetap memasang tampang yang santai, dan berusaha menetralkan raut wajahnya agar tidak terlihat bahwa ia juga sebenarnya terkejut dengan nada suara Rain.
"Memangnya kenapa dengan Arkan?" tanya Gevan serius
"Pokoknya jangan seperti Arkan!" jawab Rain keukeuh
"Jangan keras -keras ngomongnya sayang, tuh liat semuanya memperhatikan kita. Lo sih ngomongnya kenceng - kenceng" ucap Gevan berusaha mengalihkan topik
Namun bukan Rain namanya jika menyerah begitu saja, tidak. Dia tidak akan menyerah sampai Gevan mau berjanji padanya. Rain memang keras kepala dan bisa dikatakan kepala batu karena dia tetap tidak peduli apa kata Gevan. Ia sama sekali tidak risih diperhatikan oleh banyak orang di sekelilingnya. Berbeda dengan Gevan yang sudah merasakan risih dari sejak tadi dan mati - matian menahan malu ketika semua pasang mata memperhatikannya dan memperhatikan Rain tentunya. Jadi disini yang menjadi sorotan adalah mereka berdua, semua memperhatikan gerak - gerik mereka dan berusaha menguping pembicaraan mereka. Bagaimana Gevan tidak malu? Namun apa daya ia mengajak sosok Rain yang sama sekali tidak tahu malu. Oh tidak Gevan ingin menghilang saja rasanya sekarang juga, ia ingin menghilang dari bumi detik ini juga. Ia merasa sedikit menyesal mengajak Rain ke restoran yang ternama dan ramai pengunjung sore ini.
"Gevan janji ya?" tanya Rain dengan memasang tampang memelas dan menampilkan puppy eyesnya
"Iya sayang iya gue janji" jawab Gevan sudah mulai menyerah dengan kekeras kepala-an Rain
"Yes yipiiii!!!" jawab Rain dengan sangat antusias.
Dengan segera Rain bertingkah seperti orang yang terlihat layaknya orang gila. Bagaimana tidak? Setelah mengucapkan kata - kata itu dengan antusias Rain berdiri dari tempatnya duduk dan berjingkrak - jingkrak di tempatnya dan tidak lupa berjoget - joget ria. Bagaimana dengan Gevan? Wajah Gevan sudah memerah menahan malu, dan ketika Gevan melihat sekeliling, detik itu juga ia sudah mengetahui bahwa semua pasang mata menuju kearah mereka berdua dengan tatapan yang… sedikit aneh? Bayangkan saja.. semua pasang mata memperhatikan mereka dengan tatapan aneh. Gevan sudah seperti ingin menghilang saja dari bumi detik ini juga. Gevan sangat malu hingga wjahnya memerah seperti kepiting rebus.
Dengan segera Gevan menenangkan Rain agar berhenti berjingkrak - jingkrak yang dilihat oleh Gevan seperti bukan Rain. Ia tahu sekarang bahwa ini adalah sisi dari diri Rain yang lain. Ternyata Rain orangnya sangat periang hingga bisa mendefinisikan perasaannya dengan bertingkah yang sedikit.. konyol mungkin? Entahlah Gevan tak tahu karena Gevan baru mengenalnya beberapa hari, namun ia sudah dikejutkan dengan tingkah - tingkah tak terduga yang ada pada diri Rain.
"Sayang udah ya? Jangan jingkrak - jingkrak gitu. Malu dilihatin banyak orang" ucap Gevan berusaha menenangkan Rain dengan nada suara yang lembut
"Gevan beneran janji kan?" tanya Rain masih dengan nada suara yang sangat antusias
"Iya sayang janji" jawab Gevan dengan nada suara yang berusaha sabar
"Makasih Gevan!!!" ucap Rain dengan setengah berteriak
Mereka berdua sekarang benar - benar menjadi pusat perhatian di Restoran tersebut. bagaimana tidak? Rain sangat mempermalukan dirinya sendiri dengan cara teriak - teriak, membuat semua pasang mata melihat kearahnya terus namun sekali lagi Rain tidak peduli, Rain sangat gembira dan sangat senang kali ini. Entah kenapa ia merasakan bahwa sosoknya yang periang mulai kembali jika sudah bersama Gevan. Sudah lama ia tidak seriang ini karena dari dulu semenjak 3 tahun menghilangnya Arkan dari sisi hidupnya ia sudah seperti Rain yang mati rasa karena ke frustasiannya atas kehilangan sosok penerang di hidupnya, Arkan. Ia sangat mencintai sahabatnya itu, sahabat sekaligus cinta pertamanya. Kapan Tuhan akan baik padanya? Dengan cara mengembalikan Arkannya? Apa Tuhan akan selamanya kejam pada hidupnya dengan membuatnya sedih secara beruntun tanpa jeda?. Namun sekarang ia pikir Tuhan sudah mulai baik padanya dengan menghadirkan sosok Gevan sebagai kado di hidupnya.
Rain merasakan kebahagaiaannya mulai hadir secara perlahan. Ia seperti memiliki sosok penerang yang baru di hidupnya. Jika Arkan bisa diibaratkan seperti lilin yang menerangi hidupnya maka Gevan dapat diibaratkan seperti lampu yang ada di dalam hidupnya sekarang. Gevan sangat berharga buatnya, Gevan adalah satu - satunya sahabat yang dimilikinya sekarang.
Namun akankah Rain sudah mengikhlaskan Arkan sepenuhnya karena adanya sosok Gevan di hidupnya?