Chereads / G.X New Impact / Chapter 5 - ZERO

Chapter 5 - ZERO

***

"Padahal baru saja kubangkitkan kekuatanmu, tapi kau langsung tumbang. Payah sekali."

Berisik! Aku tidak pernah menyangka ini akan terjadi, lagi pula bagaimana bisa aku tiba-tiba melambat dan apa-apaan bongkahan es tadi. Aku tidak pernah memiliki Gen-X seperti itu, apa kau mengetahui sesuatu?

"Kemungkinan besar kekuatan orang tadi adalah meniadakan semua kekuatan yang dia inginkan, namun sepertinya sifatnya tidak permanen. Terlebih lagi, kau banyak bicara denganku tapi tidak tau siapa aku."

Kalau begitu beritahu aku, siapa kau? Apa yang kau lakukan di tempat yang sangat gelap ini? Seperti apa wujudmu?

"Sangat tidak sopan ya kau ini, aku tidak akan memberitahukan namaku sampai saatnya tiba. Yang bisa kuberitahu sekarang hanyalah, aku adalah kau dan kau adalah aku."

Aku sama sekali tidak bisa menangkap maksudmu, kau adalah aku dan aku adalah kau?

"Nanti kau akan tau sendiri, lebih baik sekarang kau bangun ada yang sudah menunggumu. Sampai jumpa."

Oi, tunggu dulu! aku masih punya banyak pertanyaan untukmu!

***

Gelap, dingin, dan ada bau yang sangat khas. Dimana aku? Kenapa sangat berat menggerakakan tubuhku? Tapi tanganku rasanya sangat hangat.

Perlahan aku mencoba untuk membuka mataku, sedikit demi sedikit cahaya masuk. Awalnya semua terlihat buram, tapi lama-kelamaan aku mulai bisa melihat. Ada 2 orang yang tepat berada di atasku, dan kemudian aku mendengar suara sayup namun masih belum terdengar jelas.

"Tree! Kakak sudah sadar!"

Terlihat ada seorang gadis disebelahku, dia berteriak terus-menerus. Dan akhirnya aku dapat melihatnya, dia adalah Lilith dan ada Tree yang menemaninya. Sekarang aku bisa menggerakkan tubuhku, aku harus berbicara sekarang.

"Apa yang terjadi? Aku sekarang ada di mana?"

"Syukurlah kau sudah bangun Snow. Kau sudah pingsan selama seminggu penuh. Lilith yang selalu menemanimu, dia bahkan menolak saat kuminta untuk pulang dan beristirahat."

Aku tertidur selama itu? Dan Lilith yang menjagaku? Saat kulihat wajahnya, matanya mulai berkaca-kaca.

Aku yakin dia pasti sangat sedih karena kakaknya tidak sadarkan diri selama itu, dengan pelan kugerakan tanganku untuk mengusap air matanya yang sudah tak tertahankan lagi. Dasar adik keras kepala.

"Lilith, terimakasih sudah menjagaku."

Dia hanya terus-terusan mengusapkan wajahnya ke tanganku sambil terus menangis kecil.

"Sekarang aku harus mengecek kembali keadaanmu Snow. Maaf Lilith, tapi bisakah kau menunggu di luar."

"Baik Tree, kakak aku akan kembali lagi."

Lilith terlihat sangat tidak ingin meninggalkanku sendiri, wajar saja karena aku belum pernah meninggalkannya sendiri dan jatuh sakit sebelumnya.

Sekarang hanya ada kami berdua disini, Tree langsung melakukan pengecekan. Sambil melakukan pengecekan terhadap tubuhku, aku menanyakan beberapa hal kepadanya.

"Tree, apa yang sudah terjadi? Bagaimana aku bisa ada disini?"

"Seminggu yang lalu setelah aku kembali dari pertemuan dengan atasan, aku menemukan kalian di depan bank international. Kau dan Night dalam keadaan pingsan, aku langsung membawa kalian berdua ke kantorku. Merawat kalian berdua sendirian itu cukup melelahkan, aku sampai harus membawa istriku kesini untuk membantuku."

"Maaf karena sudah merepotkanmu Tree."

"Sudah tidak perlu kau pikirkan, lagi pula Night bangun lebih awal dan dia menceritakan semuanya kepadaku."

Night sudah bangun lebih dulu?

"Oke, pengecakan selesai. Setelah sembuh total temui aku lagi, ada yang ingin kubicarakan denganmu."

"Baik."

Butuh waktu sekitar 30 menit untuk pengecekannya, setelah selesai aku dan Lilith diantar pulang oleh Tree. Karena Lilith terus-terusan menjagaku selama seminggu, apartemen kami jadi sangat kotor.

Aku memutuskan untuk mulai membersihkan seluruh ruangan tapi Lilith menolak, dia bilang aku harus segera istirahat. Tapi aku tidak akan bisa istirahat dengan baik kalau kamarku kotor, karena kalah argument denganku dia memperbolehkanku ikut bersih-bersih tapi dengan syarat kalau sudah kelelahan aku harus segera beristirahat.

***

Seminggu sejak penyergapan hari itu, banyak hal yang membuatku penasaran, mulai dari siapa sebenarnya 2 orang musuh yang kami hadapi kala itu? Siapa yang berbicara denganku saat menghadapi Zero? Lalu Es apa yang tiba-tiba muncul sepanjang aku menggunakan Gen-Xku?

Di tengah berbagai pertanyaan yang membingungkan ini ada panggilan masuk ke ponselku, nomor pribadi? Siapa yang menelpon malam-malam begini?

***

"Selamat malam Snow, sepertinya kau sudah sadar ya."

"Siapa kau? Apa maumu?"

"Tidak perlu tau siapa aku, kita pasti akan segera bertemu."

***

Dia langsung menutup telponnya, orang yang aneh. Yah biarkan saja, paling cuman orang iseng.

"Kakak ada tamu."

Tamu? Jarang sekali ada yang datang kemari, apalagi ini sudah malam. Lilith memintaku untuk membukakan pintu, mungkin cuman Tree yang mau menitipkan sesuatu.

Tapi apa yang ada di hadapanku saat ini bukanlah Tree ataupun member infinite, dia adalah Jasmine!

"Jasmine, bagaimana kau bisa tau kalau aku tinggal disini?"

Dia tidak menjawab, dia hanya merunduk dan badannya bergetar hebat.

"Jasmine, apa kau baik-baik saja?"

Dia tidak menjawab lagi, getaran tubuhnya makin hebat. Tiba-tiba dia memelukku sambil menangis, pelukannya sangat erat.

"Kenapa kau tidak hadir di kelas selama seminggu! Aku sangat khawatir! Berkali-kali aku kesini tapi sama sekali tidak ada orang, aku pikir kamu akan meninggalakanku selamanya!"

Tangisannya makin keras, aku mencoba menghiburnya dengan memeluknya balik dan perlahan mengelus kepalanya.

"Maaf."

Selama beberapa menit dia terus-terusan memelukku, karena tidak enak dengan tetangga sebelah aku mengajaknya masuk kedalam, apalagi malam ini sangat dingin.

Lilith memasang muka cemberut saat melihatku membawa masuk wanita asing sambil berpelukan, dengan halus aku meminta Jasmine melepaskan pelukannya.

"Maaf! Aku sangat tidak sopan karena tiba-tiba memeluk kakakmu. Perkenalkan namaku Jasmine, aku teman sekelas kakakmu."

"Jasmine?! Teman sekelas?!"

Lilith dengan spontan mencubit perutku, dan memaksaku ke dapur. Sepertinya ada yang harus aku jelaskan padanya, Lilith kalau sudah marah sangat menakutkan tapi juga sangat manis.

***

"Jadi, siapa dia kak?!"

"Kamu tau kan kalau kakakmu ini sedang dalam misi, dan kamu juga tau kan siapa target misi kakak ini."

"Lalu, apa hubungannya gadis itu dengan misimu?!"

"Dia adalah target misi kakak, lebih tepatnya Jasmine adalah Netral."

"Hah?! Bagaimana dia bisa tau lokasi apartemen kita? Apalagi sikapnya yang sok dekat denganmu itu, aku tidak suka!"

"Kamu cemburu ya?"

***

Kami kembali membawakan minuman dan sedikit makanan ringan, Lilith yang sebelumnya sangat marah sekarang dia tersenyum senang.

"Terimakasih minumannya, Snow kenapa telingamu merah?"

"Ini bukan apa-apa, mungkin ini efek suhu malam ini yang semakin dingin."

Tentu saja aku tidak bisa bilang kalau telingaku merah menyala karena Lilith, kalaupun kukatakan aku yakin selanjutnya pipiku yang akan berwarna merah.

"Kalau boleh tau, kenapa kalian menghilang selama seminggu penuh?"

"Jadi begini kak Jasmine, seminggu yang lalu saat sedang jalan-jalan malam kakak tiba-tiba tertabrak truk. Jadi harus mendapat perawatan intensif di rumah sakit, tapi untungnya luka luarnya tidak terlalu banyak hanya saja luka dalamnya lumayan parah."

"Ya ampun! Benarkah itu Snow?!"

"Yah... seperti yang Lililth katakan."

Aku benar-benar tidak bisa berbohong pada siapapun, apalagi dengan orang terdekatku.

Lilith kembali mencubit perutku, untungnya tangan kami tertutup meja makan yang lumayan besar ini. Di tengah rasa sakit yang sedang kurasakan ini, kami mendengar ada suara sayupan. Saat kami menoleh, Jasmine kembali menangis, kami berdua langsung panik dan berlarian kesana-kemari mencarikan tisu.

"Snow, maaf karena aku tidak pernah menjengukmu."

Tangisannya memang tidak sekeras tadi, tapi tangisannya kali ini terdengar sangat sedih. Lilith perlahan mendekatinya, aku berpikir kalau Lilith akan berbuat hal aneh padanya tapi ternyata dia hanya memeluknya saja.

"Maaf ya kak Jasmine karena tidak memberitahumu terlebih dahulu, aku sendiri juga sangat syok dan sedih. Selama seminggu itu aku menemani kakak di rumah sakit, bahkan dokter terus-terusan memaksaku pulang untuk beristirahat tapi aku selalu menolak, karena bagiku bukan rumah namanya kalau tidak ada kakak bersamaku. Jadi aku mohon berhentilah menangis, lihatlah sekarang kakak terlihat sehat kan."

"Hem, kau benar Lilith. Maafkan aku karena terlalu cengeng."

"Tidak masalah Kak."

Wajahku yang sedari tadi kaku sekarang sudah kembali tersenyum, aku tidak menyangka kalau mereka akan seakrab ini.

"Sekarang aku mau menyiapkan makan malam, Kak Jasmine mau membantuku?"

Jasmine menganguk lalu tersenyum, sejujurnya aku senang dengan hubungan kami saat ini tapi yang namanya misi pasti ada batas waktunya, dan batas waktu dari misi ini tinggal beberapa minggu lagi.

Aku tidak tau apa yang harus kukatakan padanya saat perpisahan nanti.

***

Malam semakin larut, setelah makan malam aku mengantarkan Jasmine pulang. Di perjalanan kami sedikit bergurau, mulai dari senggol-senggolan sampai kejar-kejaran. Karena kelelahan kami berhenti sejenak di taman bermain, duduk bersebelahan di ayunan seperti ini cukup menyenangkan.

"Snow, kau tau. Aku sempat berfikir tidak bisa bertemu denganmu lagi, tapi aku sangat bersyukur karena kau baik-baik saja sekarang."

"Terimakasih Jasmine, ayo kita segera pergi."

Dia menarik lengan bajuku, lagi-lagi dia menunduk.

"Aku tidak tau apa yang harus kulakukan kalau kau sampai tia..."

Sengaja kubungkam mulutnya, aku tidak ingin mendengar kata-kata terakhirnya itu. Dia Nampak bingung dengan tingkahku, aku hanya tersenyum melihat wajahnya yang kebingungan.

"Jasmine, aku tidak akan keman-mana. Seandainya kupergi meninggalkanmu, aku pasti akan menemuimu terlebih dahulu."

"Janji?"

Kami saling berjanji jari kelingking, dan melanjutkan perjalan.

"Boleh kupegang tanganmu Snow? Malam ini sangat dingin."

"Tentu, tanganku juga kedinginan."

***

Suara burung hantu, pekerja kantor yang berjalan lelah, dan minimnya kendaraan menemani perjalan pulangku malam ini.

Di persimpangan jalan aku bertemu seseorang yang berdiri di bawah lampu jalan, dia adalah orang yang sebelumnya mengalahkanku. Dia sepertinya sudah menantiku dari tadi, beruntungnya aku membawa tas berisikan Y-MIRai di dalamnya.

"Selamat malam Snow."

"Apakah aku harus menjawab salammu itu?!"

"Terserah kau mau membalasnya atau tidak, ikutlah denganku."

Aku sudah bersiap memegang gagang Y-MIRai, dia bisa menyerangku kapan saja, terlebih Gen-X miliknya yang sangat berbahaya bagiku.

"Kau tidak perlu setegang itu, aku hanya ingin bicara saja denganmu."

"Apa aku bisa mempercayaimu?"

"Bila aku berbohong, kau boleh membunuhku dan aku tidak akan melawan balik."

"Baiklah, aku akan ikut denganmu."

Kami berjalan santai menyusuri tempat yang belum pernah kukunjungi di district ini, aku tidak menyangka dia sama sekali tidak menyerangku.

"Kita sudah sampai."

Terlihat ada sebuah kuil kecil, walaupun suasana malam ini terasa sunyi, tapi kuil ini memiliki banyak lentera yang mengelilinginya. Untuk sebentar aku terpaku oleh indahnya pemandangan ini.

"Jadi apa yang ingin kau bicarakan?"

"Bagaimana keadaanmu?"

"Hah?! Apa maksudmu menanyakan hal tersebut?!"

"Aku hanya ingin tau keadaanmu, Rocka mengatakan padaku kalau kalian berdua tumbang setelah melawan kami waktu itu."

Aku sedikit menghela nafas mendengar pertanyaannya, entah apa yang dipikirkan orang ini, tapi aku bisa merasakan kalau sekarang ini dia tidak ingin membunuhku.

"Yah, kami berdua tumbang dan dirawat selama seminggu."

"Begitu ya."

Karena pembicaraan kami sedikit santai, aku jadi berani untuk duduk di teras kuil walaupun kutau dia bisa menyerangku kapan saja.

"Karena aku sudah menjawab pertanyaanmu, sekarang giliranku untuk bertanya. Siapa kau? Apa tujuanmu? Sebenarnya apa Gen-X milikmu itu? Dan yang lebih penting lagi bagaimana kau tau kalau aku adalah orang yang sama yang kau kalahkan seminggu yang lalu?"

Dia tertawa kecil, lalu menghela nafas sambil bersandar pada salah satu pohon di depanku.

"Kau ini tipe pria yang sangat berisik ya."

"Sudahlah, jawab saja pertanyaanku."

"Namaku adalah Zero, aku adalah wakil ketua di N.E.O. Tujuan kami adalah untuk menciptakan dunia baru tanpa peperangan. Aku juga seorang pengguna Gen-X, tipe Gen-Xku adalah zero. Aku yakin pemimpinmu sudah pernah memberitahu tipe Gen-Xku, tapi sepertinya kau tidak memperhatikannya ya. Efek dari Gen-Xku ini adalah membuat lawan tidak dapat menggunakan Gen-X miliknya selama kurang lebih 1 jam, saat kau tidak dapat menggunakan Gen-Xmu maka energimu akan terkuras habis, sehingga sudah sewajarnya kalau kau pingsan."

"Sekarang jawab pertanyaan terakhirku tadi."

"Itu karena kau hanya menggunakan masker kain, aku dapat dengan mudah mengenali orang hanya dari pola matanya saja. Bagaimana apa kau sudah puas?"

"Hah... jujur saja aku masih tidak percaya kita berdua yang berstatus musuh bisa mengobrol sesantai ini."

Sungguh, apa yang sebenarnya aku lakukan disini. Bukannya segera pulang tapi malah pergi bersama dengan orang yang sudah membuatku tumbang, terlebih lagi aku sangat menikmati obrolan kami ini.

Walaupun suhu saat ini terbilang sangat dingin, tapi anehnya obrolan kami terasa hangat. Sungguh, betapa bodohnya aku ini.

Ditengah kekosongan ini dia berjalan mendekatiku, aku sudah menduga kalau dia akan mendekatiku, untuk itulah sedari tadi tanganku terus memegang Y-MIRai.

Namun gerakannya sama sekali tidak mencurigakan, dia hanya berjalan biasa. Jubah hitam bercorak mawar dan topeng hitam barunya terlihat sangat mencolok saat terkena sinar rembulan malam ini. Ah sial, aku terpaku dengan keindahan musuh.

"Aku punya satu permintaan Snow."

"Permintaan?"

"Jika nyawaku terancam saat kedua kubu kita saling berselisih, aku ingin kau yang membunuhku. Inilah permintaan pertama dan terakhirku sebagai musuhmu."

Aku tidak mengerti maksud perkataannya. Permintaannya terlalu aneh, walaupun aku tau membunuh lawan dalam misi bukanlah suatu kejahatan. Namun aku merasa berat untuk menerimanya, mungkin... memang harus kuterima.

"Aku tidak mengerti apakah itu hal yang baik atau buruk, namun akan kuterima sebagai sebuah misi khusus untukku. Sekarang, yang namanya sebuah misi pasti ada imbalannya, maka dari itu aku juga akan meminta imbalan padamu."

"Imbalan? Apa yang kau inginkan?"

"Bila saat itu benar-benar terjadi, saat aku menusukmu menggunakan Spearku ini bukalah topengmu itu lalu katakan padaku identitas aslimu."

"Apa yang membuatmu yakin kalau identitasku ini palsu?"

"Alasanku sudah jelas kan, jubah hitam, topeng hitam, dan suara yang disamarkan. Semua itu membuatku yakin kalau kau memakai identitas palsu."

Dia tertawa lagi, anehnya aku juga sedikit tertawa mendengar suara aneh yang dia keluarkan dengan alat pengubah suara itu.

"Kau orang yang sangat menarik Snow, kau sampai bisa melarutkan suasana tegang ini. Baiklah, aku akan melakukannya. Tapi setelah mengetahui identitas asliku kau harus tetap membunuhku apapun keadaannya."

"Aku berjanji akan tetap membunuhmu."

Seketika itu suasana tegang diantara kami mulai lebur dalam tawa kami malam ini, untuk sebentar kami terdiam dan saling memandang, walaupun aku tidak bisa melihat matanya.

Dia mulai memecah keheningan ini.

"Ingatlah Snow, setelah pertemuan ini kita tetaplah musuh. Kau mengerti maksudku?"

"Iya iya, aku sudah tau itu."

"Kalau begitu sampai jumpa, kuharap kau masih hidup untuk pertemuan kita selanjutnya."

Dia berjalan mundur kearah hutan lebat dan gelap, dengan pakaian serba hitam itu dia terlihat seperti lenyap ditelan malam.

"Sekarang saatnya pulang, aku yakin Lilith akan memarahiku lagi nanti."

Pertemuan kami malam ini bisa dibilang tidak merugikan sama sekali, aku mendapat informasi mengenai Gen-X miliknya dan informasi mengenai kelompoknya, aku harus segera melaporkan ini kepada Night.

Kalau dipikir lagi, dimana Night sakarang ya? Aku sama sekali belum tau keadaannya sejak aku terbangun.

***

"Salju Kecil dan Kegelapan Hampa dibawah sinar bulan"