Chereads / Unexpected Past / Chapter 29 - Sudah Sampai di Sarang Musuh pt.3

Chapter 29 - Sudah Sampai di Sarang Musuh pt.3

Mereka berempat kini dengan cepat pergi ke arah sumber suara tersebut berasal. Agak sedikit sulit karena suara di sana terdengar menggema. Karena banyak pantulan suara maka terjadi gaung yang membuat arah suara menjadi tidak jelas.

"Lebih baik kita berpencar," ujar Lysander. "Kalau kita berkumpul dan memeriksa satu persatu maka akan sangat lambat. Bawalah ini," sambungnya seraya mengambilkan tiga holo faks dari dimensi miliknya.

"Kau?"

"Ada kok," jawab Lysander sambil menepuk kantong bajunya. Karena ia tidak melepas baju miliknya, hanya melapisnya saja dengan jubah orang tadi.

"Dari mana kau mendapat holo faks sebanyak itu?"

"Dari kotak tempat kami bersembunyi," jawab Alwhin. "Aneh juga mereka meletakkannya di situ, tapi hal tersebut menjadi keuntungan bagi kita."

"Ambillah untuk kalian masing-masing," ujar Liana sambil memberikan tombak di tangannya. Lyosha menolak mengambilnya, menurutnya Liana lebih butuh tombak itu.

"Oke, semuanya sudah dapat holo faks dan senjata. Selalu berhati-hati dan siaga," ujar Lyosha mengakhiri diskusi.

Lalu mereka berempat berpencar, namun Lyosha dan Alwhin memilih jalur yang berdekatan. Sedangkan Liana memilih jalur lain, begitu pula dengan Lysander.

****

Di sisi lain, tepatnya dalam ruangan milik pemimpin kelompok berjubah hitam, sebuah kristal kaca besar yang mengeluarkan kilatan kilatan cahaya mengeluarkan bunyi gemuruh, kristal bulat itu bergetar, menandakan ada aktivitas yang sangat besar dan berat di dalamnya.

Bunyi rintihan, teriakan, dan geraman orang yang kesakitan memenuhi ruangan tersebut. Satu persatu dari mereka di tarik paksa dan di hisap kekuatan beserta energi magis mereka.

Aura warna yang berbeda-beda masuk ke dalam kristal tersebut. Aura warna itu merupakan bentuk kekuatan magis mereka. Sungguh malang, bahkan ada yang mulutnya berbusa dan jadi linglung setelah diambil paksa kekuatannya. Nampaknya orang tersebut termasuk tipe enchanter yang apabila diambil kekuatannya berarti sama saja mengambil fungsi fikirannya.

Tolong jangan menyalahkan Liana dan teman-temannya. Mereka semua juga sedang kebingungan sekarang. Mereka berempat sedang berusaha menyelamatkan para korban tersebut.

"Ayolah! di mana ruangannya." Liana bermonolog seraya berlari.

Sudah banyak ruangan yang ia periksa satu persatu, namun nihil, tidak ada orang di dalamnya.

"Bangunan macam apa ini? apa ini kuburan? seperti tidak ada satupun penghuninya di sini," gumam Lysander, ia pun sudah memeriksa banyak ruangan. Bahkan lebih dari enam ruangan.

Alasan kenapa bangunan itu sangat sepi karena para anggota kelompok berjubah hitam sedang melaksanakan ritual pencabutan kekuatan magis korban festival tersebut.

"Ruangan apa ini?" tanya Alwhin seraya memasuki sebuah ruangan.

Di sana nampak dingin, namun bersih. Meski begitu, atmosfer ruangan tersebut serasa menakutkan. Ruangan itu tidak terang, hanya diterangi satu lampu kristal berwarna keunguan dan satu lampu kristal berwarna kehijauan.

Alwhin terfokus dengan beberapa mahluk dalam sebuah wadah kaca, nampak sangat menjijikan, ular denfan kepala terkoyak sehingga menampilkan otaknya, kalajengking yang cairan darahnya terus menerus berceceran dan dikerumuni kalajengking-kalajengking lain, dan puluhan kelabang yang dikumpulkan dalam satu wadah membuat Alwhin hampir mengeluarkan isi perutnya saking jijiknya.

"Orang ini pasti psikopat. Apa-apaan pajangan mengerikan seperti ini."

Alwhin melirik ke sisi kirinya dan terkejut. Atensi nya tertuju pada sebuah gelas kaca yang berisi cairan terang berkilau.

Pantulan diri Alwhin nampak jelas terlihat pada gelas tersebut. Nampaknya sudah lama tak tersentuh, sebab letak gelas ini berada di tempat yang sedikit tersembunyi.

"Gelas yang indah, air apa ya yang ada di dalamnya itu?" tanya Alwhin, "Ehh?"

Alwhin terkejut, pantulan dirinya pada cairan dalam gelas itu seolah nampak berkedip. Alwhin mengusak-usak matanya guna memastikan dia salah lihat atau tidak.

Tidak, ia tidak salah lihat. Pantulan bayangan dirinya itu berkedip lagi. Kakinya terasa hangat, Alwhin tersadar dan memegangi kakinya. Entah kenapa hatinya tersentuh dan seperti diarahkan untuk mengambil gelas berisi cairan tersebut.

"Apa mungkin...apa mungkin aku bisa...." Alwhin mengambil gelas itu dan mengamatinya dengan seksama.

'Ayo minum. Apa kau tidak merindukannya? merindukan saat-saat ketika kau dapat berjalan dengan baik seperti dulu? berlari secepat cheetah dan melesat ke suatu tempat yang jauh dalam hitungan satu menit?'

Suatu bisikan terdengar, Alwhin pun membuka tutup kaca gelas tersebut. Mendekatkan bibir gelas ke mulutnya, meneguk cairan indah itu dan memejamkan matanya.

Jauh bergeser ke lorong lain, Lysander melihat sebuah ruangan tertutup. Pintu itu sedikit tua, Lysander merasa heran. Untuk apa sebuah pintu yang sedikit lusuh ini berada di salah satu lorong bangunan mewah ini?

bunyi decitan pintu tua terdengar menggema. Lysander mengumpat, bunyinya kalau dalam majas hiperbola bak dapat meruntuhkan gunung saking nyaringnya.

Lysander buru-buru masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Bodoh, untuk apa aku masuk ke...Astaga! Nenek Louvinna! Alphonso!" seru Lysander terkejut.

Meski ruangan tersebut gelap, namun ada cahaya remang-remang dari api yang melingkari mereka berdua. Lysander tidak tahu apa alasan mereka berdua diperlakukan seperti ini. Namun pasti bukan untuk tujuan yang baik.

Lysander mengambil pisau lipat dari sakunya. Memotong tali yang mengikat Nenek Louvinna dan Alphonso.

Lysander merogoh sakunya lagi, ia nampak panik karena benda yang ia cari tidak ada dalam sakunya.

"Seharusnya aku letakkan di sini. Kemana semua ramuan itu? fiate verrum." Lysander membuka dimensi penyimpanan miliknya dan menemukan satu botol ramuan yang ia buat dengan Liana tadi.

"Astaga, bagaimana bisa ramuan tadi ada yang hilang. Ah sudahlah, itu tidak penting."

Setelah mendekatkan ramuan tersebut ke indra penciuman mereka berdua, akhirnya mereka pun terbangun.

"Lysander, kau kah itu?" tanya Nenek Louvinna yang baru siuman.

"Iya Nek, ini aku. Jangan terlalu banyak bergerak dulu, mungkin kalian berdua masih pusing," ucap Lysander dengan lembut.

"Apa yang terjadi? bagaimana bisa kita ada di sini?" tanya Alphonso kebingungan.

"Teramat panjang untuk diceritakan sekarang. Istirahatlah dulu, setelah ini kita akan menyusul yang lainnya." Lysander memasukkan kembali botol ramuan dalam sakunya.

"Dimana Liana? apa dia baik-baik saja?" tanya Nenek Louvinna panik.

"Keadaan dia baik dari yang Nenek perkirakan. Intinya kita temui mereka setelah ini. Berlama-lama di sini cukup berbahaya."

Di lain tempat, Lyosha yang nampak semangat mencari asal suara tersebut malah salah jalan dan semakin jauh dari tempat yang seharusnya ia tuju. Hal tersebut membuat ia kesal dan marah.

Daerah itu nampak tidak semewah interior ruangan yang tadi, tentu saja karena ini merupakan tempat untuk para bawahan.

"Ah bodoh! kenapa malah ke sini? dasar bangunan menyebalkan! terlalu rumit untuk dijalani."

Di tengah-tengah pencariannya, Lyosha tak sengaja malah masuk ke dalam sejenis area khusus tempat tinggal prajurit dan anggota bawahan kelompok orang-orang berjubah hitam.

"Siapa kau?!"

"Lancang sekali kau masuk kastil ini tanpa izin!"

"Dia pasti salah satu 'suplai' untuk Tuan! tangkap dia!"

Lyosha yang tadinya sempat kehilangan semangat mendadak berubah. Ia menyeringai dan maju ke depan menantang para anggota berjubah hitam tersebut.

"Aku? suplai Tuanmu? sebelum hal itu terjadi, gigi Tuanmu akan ku patahkan satu persatu."

Perkataan Lyosha tersebut menyulut api kemarahan orang-orang itu. Mereka langsung berlari ke arah Lyosha dan menyerangnya. Bukan Lyosha namanya kalau ia kabur.

Sekarang kita beralih ke Liana.

Liana terus fokus mencari ruangan tersebut. Nampak hening. Namun bukan menjadi tenang, Liana malah semakin takut dan khawatir. Bisa jadi para korban itu telah kehilangan nyawanya. Liana tidak mau itu terjadi.

Ia terus masuk dari lorong ke lorong. Ia melihat relief ular di dinding lorong yang ia jalani, semua reliefnya berbentuk ular yang membuka mulutnya, seakan sedang menunggu makanan. Liana curiga, dan terus mengikuti gambar relief yang tersambung satu persatu itu.

Ketika rintihan dan teriakan kembali terdengar, Liana sadar bahwa relief ular itu menuju ke ruangan pencabutan kekuatan magis orang-orang yang diculik itu.

Liana membuka dengan pelan pintu besar yang ada dihadapannya sekarang lalu mengintip, air matanya langsung jatuh begitu saja. Apa yang ia lihat sekarang benar-benar tidak manusiawi.