"Alwhin! kenapa kau kejang-kejang?!" seru Liana panik.
"Menjauhlah wanita tua bodoh!" seru Lysander seraya mendorong tubuh Lyosha dari wajah Alwhin.
Yang benar saja, bagaimana Alwhin tidak kejang-kejang kalau wajahnya dihimpit bola besar milik Lyosha. Liana hanya menatap polos, kala itu Lyosha membantu Alwhin duduk di kursi rodanya. Namun karena tidak sadar, Lyosha menempelkan bola besarnya itu pada wajah Alwhin. Entah apa yang membuat Liana sangat polos hingga tidak mengerti tentang perasaan Alwhin kala itu.
"Lyosha kan tidak sengaja, memangnya apa yang membuat Alwhin kejang-kejang ketika terhimpit dada Lyosha?" tanya Liana dengan polosnya.
Lyosha menyeringai, ia lalu mendekati Liana. "Entah, padahal itu hanya hal sepele. Coba kau tempelkan wajahmu di dad--"
Belum sempat Lyosha menyelesaikan ucapannya, Lysander sudah memukul kepala Lyosha sekeras-kerasnya. Nampaknya ia sudah lelah punya kakak yang mesum dan berbelok arah seperti Lyosha.
"Jangan mengada-ada! ayo cepat jalan!" seru Lysander dengan wajah memberengut. Ia menarik rambut Lyosha yang tersungkur, menarik pelan lengan Liana, dan mendorong kursi roda Alwhin lancar tanpa hambatan, Liana hanya bisa mengerjapkan matanya kala itu. Lysander rupanya agak sensitif juga orangnya.
Kini mereka berempat menyusuri lorong itu sambil celingak-celinguk mencari pintu serupa dengan pintu yang Lyosha temukan tadi.
"Oke, seandainya kita menemukan pintu serupa tadi. Lalu siapa yang akan membukakannya untuk kita?"
Seketika hening, semuanya memikirkan cara untuk membuka pintu tersebut. Di sini seakan-akan benar-benar buntu.
Mereka mengingat pintu tadi, ada sebuah motif pola ular, kalajengking, laba-laba, dan kelabang yang digabung menjadi satu. Di atas motif kepala ular itu terdapat pola puzzle yang harus dibenarkan baru bisa membuka kunci tersebut. Dan agar tangga bisa turun, pola Puzzle tadi harus ditekan. Tapi sejauh ini mereka tidak ada menemukan pola gambar hewan tersebut.
"Oh ayolah, semuanya yang ada di sini hanya dinding batu polos. Bahkan kita Lyosha dan Lysander sudah mencari ulang, namun juga tidak di temukan pintu itu," ujar Liana dengan wajah heran.
"Kalau seperti ini bisa jadi saat para korban sudah kenapa-kenapa, kita malah baru sampai di sana," balas Lysander seraya mengusap wajah gusar.
Bunyi langkah kaki terdengar, Lyosha membekap mulut Lysander dan berkata, "Diam bodoh! coba dengarkan suara itu."
Bunyi langkah ketukan sepatu terdengar mendekat ke arah mereka bertiga. Ada satu, bukan...sekitar tiga orang. Tidak ada jalan untuk sembunyi, dan Lyosha kali ini pasti tidak mau sembunyi. Liana lalu membisikkan sesuatu pada mereka bertiga, yang lalu dibalas dengan seringai oleh mereka.
"Operrrrraaaaaa holalalalalala," ucap orang yang ada di ruang sebelah dengan nyaringnya.
Lysander hanya memasang wajah aneh, Liana dan Lyosha tak kuasa menahan tawa, sedangkan Alwhin hanya menggeleng-gelengkan lepalanya. Mantra magis macam apa itu?
Setelah pintu itu terbuka, sesuai dengan tebakan Liana. Orang yang ada di sana ada tiga orang. Pintu yang cukup besar dan lebar, alangkah menyebalkannya bahwa pintu itu tidak bisa dilihat dari sisi Liana dan teman-temannya.
"Ah, aku lapar sekali. Setelah ini aku mau makan daging kelinci raksasa panggang dengan bir kecapi. Aku butuh penyegar untuk mata dan tubuhku."
"Haha, iya aku juga begitu. Aku akan membeli makanan porsi besar juga setelah ini."
"Sir. Orland ada-ada saja menyuruh kita memeriksa kotak-kotak atribut di bawah sana. Padahal biasanya tidak begitu."
"Mungkin saja untuk---"
Sebuah pukulan keras meluncur, Liana memutar arah tendangan kaki nya seakan mengait kepala orang itu sehingga menciptakan jurus tendangan dwi huragi (teknik tendangan dalam seni bela diri taekwondo), Lysander mengait kepala salah satu dari mereka dengan tali yang ia bawa dari dalam dimensi miliknya. Dengan serangan tiba-tiba mereka bisa melumpuhkan tiga orang itu dalam waktu yang sebentar.
Setelah tiga orang itu pingsan, Liana dan teman-temannya mengambil pakaian mereka. Hal itu bertujuan untuk penyamaran, meskipun Alwhin ada, mereka bisa saja bilang Awlhin adalah penyusup dan Alwhin berpura-pura tak sadarkan diri.
Liana lalu menyentuh tiga orang itu, lalu dalam sekejap mereka bertiga berubah menjadi weapon berjenis pole-axe dan partisan.
"Wah, tiga-tiganya jadi tombak. Ada dua pole-axe dan satu partisan," gumam Liana.
Lysander yang telah selesai memakai jubah memperhatikan Liana. Ia heran, tentang apa alasan Liana tidak mengubah mereka bertiga dari awal. Padahal itu lebih mudah dari pada harus baku hantam terlebih dahulu.
"Aku melakukannya karena sengaja. Agar energi magis mereka tidak banyak terkuras," sahut Liana membuyarkan tatapan Lysander.
Liana mengangkat tiga tombak tersebut, lalu melirik Lysander. "Kalau aku mengubah seseorang menjadi weapon dalam keadaan tertidur. Maka energinya tidak akan banyak terkuras, meski daya serangnya tidak sesuat bila orang tersebut bangun."
"Siapa partner berlatihmu? aku jadi berfikir kalau...."
"Aku partner berlatih Liana. Ah senangnya kita bisa menghabiskan waktu lebih banyak berdua," sahut Lyosha tiba-tiba.
Lysander hanya menatap tak percaya, nampaknya kakaknya yang gila itu sudah dijadikan tikus percobaan oleh Liana. Tapi Liana yang polos, dan Lyosha yang terlalu cinta dengan Liana membuat mereka setuju-setuju saja dengan latihan ekstrim tersebut. Toh, Lyosha punya stok energi magis yang besar, sungguh partner yang cocok.
"Lain kali ajak aku. Astaga aku seringkali dilupakan," ujar Lysander murung.
"Kau terlalu banyak membuat ramuan bodoh! ayo cepat jalan!" ujar Lyosha merangkul Lysander.
Mereka kini masuk ke ruangan lain di balik pintu tersebut. Aneh, seketika mereka seperti masuk ke dunia lain. Bagaimana tidak, ruangan itu nampak mewah. Interiornya rapi dan berkelas, suhunya pun hangat dan nyaman. Nampak seperti bangunan para bangsawan. Dindingnya berlapis cat yang mewah, dengan hiasan berupa rajutan kain yang khusus di pasang sebagai pengganti wallpaper.
Lantainya pun berwarna senada dengan dindingnya, hanya saja sangatlah mengkilap. Bahkan Lyosha bisa melirik paha mulus Liana dari lantai marmer tersebut.
'Andai saja Liana pakai rok,' batin nista Lyosha.
"Apa jangan-jangan ini kastil?" bisik Lyosha.
"Mungkin saja begitu," balas Lysander dengan berbisik.
"Kira-kira di mana ya para korban yang lain itu...," ujar Alwhin seraya celingak-celinguk.
Mereka tentunya sangat khawatir sekarang, tak hanya para pengunjung festival lain, namun orang-orang yang mereka sayangi seperti Nenek Louvinna, Alphonso, dan Tuan Hurrold masih belum pasti dimana mereka berada. Ruangan itu begitu luas, tidak ada dari mereka yang punya kekuatan magis yang bisa mendeteksi mahluk ataupun pergerakam di sekitar mereka. Jadi mereka hanya menelusuri jalan demi jalan pada bangunan tersebut. Untungnya kala itu suasana sangat sepi, entah kemana semua orang di sana.
'AAAARGHHH TOLOOOONG!!"
'DI MANA INI?! ARGHH TUBUHKU SAKIT!!!'
'AMPUNI KAMI...KAMI TIDAK BERSALAH.'
'BERANINYA KALIAN MEMINTA AMPUNAN DENGAN NADA SETINGGI ITU! KALIAN TIDAK AKAN KU MAAFKAN!'
Suara-suara itu datang dari tempat yang tidak jauh. Karena tempat tersebut luas dan besar, suara-suara teriakan itu benar-benar menggema ke sepenjuru bangunan mewah tersebut.
Liana dan yang lainnya langsung terperanjat dan bergegas menuju ke sumber suara. Guna menolong banyak nyawa tak bersalah yang terancam.
"Kita harus cepat sebelum yang lainnya kenapa-kenapa!" seru Liana. Di balas dengan anggukan dari ketiga temannya.