Chereads / Married With My Arrogant Friend / Chapter 47 - Kena Lagi, Kan.

Chapter 47 - Kena Lagi, Kan.

Selamat membaca

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Keesokan harinya ….

W&M Boutique And Photo Studio

Terlihat kru yang hilir mudik, membawa perlengkapan lighting maupun property yang akan di gunakan untuk pemotretan nanti. Sebenarnya bukan hanya kru inti saja yang terlihat di studio itu, namun juga banyak karyawan perempuan yang memenuhi studio karena mereka mendengar, jika model yang kali ini akan di foto adalah seorang laki-laki yang pesonanya tidak di ragukan lagi.

Siapa yang tidak kenal dengan orang ini, terlahir dari keluarga pemilik perusahaan ternama, di tunjang dengan wajah sempurna juga kesuksesan di usia muda, membuatnya menjadi orang paling di cari di mesin pencari sejuta umat, Google.

Studio kecil itu sesak dengan wanita yang menunggu tidak sabar model special hari ini, belum lagi dengan kedatangan pemilik dari jam tangan, yang bilang ingin melihat proses pengambilan ganmbar hari ini.

Queeneira menggigit bibirnya gelisah, menunggu waktu yang sudah di tentukan sebelumnya kepada model hari ini.

Modelnya tentu saja Gavriel, siapa lagi. Model yang membuatnya melepaskan sejenak rasa benci, tanpa membuang harga dirinya karena akhirnya mengaku kalah.

"Tapi setidaknya dia tidak menampilkan senyum menyebalkan saat itu," batin Queeneira kemudian tersentak kaget saat Andine menanyakan kapan modelnya akan datang.

"Queene, pukul berapa Oppa datang?"

"Eh!," pekik Queeneira kemudian dengan segera melihat jam tangannya dan benar saja waktu yang di tentukan ternyata sudah tiba, namun Gavriel belum datang juga membuatnya gelisah seketika.

"Tunggu saja di sana, aku akan hubungi dia," jawab Queeneira menuai anggukan kepala dari Andine yang segera meningglkan ruanganya.

"Apa dia tidak akan datang," batin Queeneira takut.

Sementara Queeneira yang sedang takut dengan keterlambatan GavrieL. Gavriel yang saat ini sedang ada di perjalanan justru sedang tersenyum licik, lengkap dengan aura bunga-bunga yang berterbangan memenuhi mobil yang di kendarainya sendiri.

Flashback on

Susana apartemen itu sunyi setelah Queeneira menjelaskan apa yang ingin di sampaikan olehnya. Gavriel yang mendengarnya pun menganggukkan kepala, mengerti jika saat ini Queeneira sudah menyerah dengan berani berkata bantu aku.

Gavriel pov on

Sejenak aku diam mendengar apa yang di sampaikan oleh Queeneira, ini yang aku maksud, ini yang aku mau dengar darinya yaitu sebuah kata bantu.

Aku hanya ingin mendengar dia berkata dengan nada lembut khasnya dulu. Bukannya penawaran yang menurutku sama sekali tidak ada apa-apanya.

Oh ayolah, pendapatanku bahkan melebihi batas pendapatan normal. Sahamku di mana-mana, aku tidak perlu lagi bekerja tambahan hanya untuk menghasilkan uang lagi.

Apalagi pekerjaan yang sebenarnya bukan passionku.

Menjadi model?

Tidak mau, jika itu bukan demi perusahaanku.

Tapi, karena saat ini yang meminta adalah Queeneira, wanita yang aku cintai. Aku rela, meskipun tidak bayar.

Eits … Maksudnya bukan benar-benar tidak di bayar, tapi aku akan meminta bayaran dalam bentuk lainnya, apa itu?

Mau tahu saja.

Aku pun berdehem, membuat Queeneira melihat ke arahku dan menatapku dengan tatapan yang intinya tidak ada lagi kesombongan di sana, seperti kemarin siang.

Oh-oh aku suka ini, apalagi saat nanti dia menatapku dengan tatapan penuh cinta.

"Ehem … Queeneira, sebenarnya aku tidak punya waktu meskipun itu sedetik. Seperti saat ini, sebenarnya aku pun sedang mengerjakan beberapa pekerjaan," ucapku menjeda, tentu saja berbohong karena sebenarnya aku sudah

menyelesaikannya, sebelum aku melihat langit malam tepatnya.

Aku melihat bagaimana ekspresi wajahnya yang kecewa, membuatku tersenyum licik karena dengan begini aku yakin jika apapun yang aku mau nanti akan di setujui dengan mudah olehnya.

"Jadi kamu benar-benar tidak bisa?" tanya Queeneira, ekspresi wajahnya masih sama seperti tadi dan aku semakin merasa senang.

"Seperti itulah," kataku memasang ekspresi seakan memang itulah yang terjadi, padahal saat ini aku sedang menahan tawa.

"Gavriel, kapan kamu punya waktu luang. Satu ja- ah! Bahkan 10 menit pun kalau kamu punya waktu luang, hanya untuk satu kali foto tidak apa-apa," tanya Queeneira tidak menyerah.

Ini baru wanitaku, tidak mudah menyerah untuk merayuku.

Coba kemarin siang kamu seperti ini, aku yakin aku akan segera mengiyakan apa mau kamu, love.

"Hum, Sebenarnya …"

"Sebenarnya," tirunya dengan nada berharap, membuatku terkekeh licik dalam hati.

"Astaga! Queene, kalau aku bilang sebenarnya aku ingin menikahimu, apakah kamu akan setuju begitu saja?" batinku mulai ngawur.

"Sebenarnya, jika memang kamu perlu sekali bantuanku, untuk aku menjadi model seperti ini bisa saja. Tapi …"

"Tapi?"

"Tapi, aku menginginkan imbalan-

"Ka-

"Bukan uang, love. Tapi …

"Tapi? Tapi apa Gavriel? Katakan, jika aku bisa, aku akan memberikannya," sela Queeneira cepat, sepertinya dia sudah benar-benar tidak main pikir panjang lagi. Sehingga dia dengan berani berkata seperti itu.

Well … Karena sudah berkata seperti itu, maka siap-siap lah menandatangani surat penikahan denganku nanti.

Bercanda.

Aku tidak mungkin memintanya untuk jadi istriku hanya untuk jasaku sebagai model.

"Aku belum kepikiran sih. Tapi besok, setelah aku memenuhi tugasku sebagai model, aku akan memberitahukannya. Bagaimana?" tanyaku dan aku bisa melihatnya memasang raut wajah ragu. Namun setelahnya dia mengangguk kecil, menatapku dengan tatapan kalah.

Bukan kamu yang kalah sayang, tapi aku karena aku dengan licik memakai kesempatan ini hanya untuk kembali menjeratmu dalam jaring emasku, sehingga aku dapat pastikan jika setelah ini kamu tidak akan mencoba untuk

mengelak akan eksistensiku lagi.

Flasback end

Masih di dalam mobil menuju gedung perusahaan Queeneira, aku tadi malam sudah menelpon Aksa untuk mengosongkan jadwal kunjungan atau meeting dengan partner bisnisku.

Aku akan kembali sore hari, saat aku sudah selesai menjadi model, juga selesai menggangu jadwalnya hari ini.

Hari ini aku memakai outfit santai berwarna hitam, dengan masker hitam juga menutupi wajahku.

Di luar banyak virus, tapi virus cinta Queeneira lebih menakutkan, apalagi obatnya hanya ada satu di dunia ini.

Sebentar lagi aku sampai di gedung studio miliknya, aku melihat arloji yang melingkar indah di lengan sebelah kananku dan melihat jika waktu hampir di pukul yang sudah di tentukan.

Sepertinya aku akan telat, tapi tidak apa-apa. Aku ingin melihat wajah paniknya, akan sekesal apa nanti saat aku sudah ada di depannya.

"Isk-isk-isk … Kupu-kupu dalam perutku sudah meronta minta di lepaskan, bagaimana ini," gumamku dengan senyum yang tidak bisa ku kontrol.

Memberhentikan mobil di parkiran, tepat di sebelah mobilnya, aku mematikan mesin dan melihat lagi penampilanku di spion kecil. Mengacak sedikit rambutku, lalu memasang wajah datar seperti biasa.

"Hum, enaknya gangguin dia seharian atau setelah ini ke kantor."

Hentikan pikiran ngawur ini sekarang juga, kalau tidak aku yakin pilihan pertama adalah yang aku pilih.

Aku menutup pintu sedikit kuat, lalu setelahnya berjalan dengan santai sambil memasukkan kunci mobil di saku hodie hitamku.

Aku mengernyit saat aku memasuki gedung studionya, heran karena seharusnya akan ada karyawan yang lalu-lalang di koridor mau pun di meja informasi. Tapi lihat hanya ada dua petugas wanita di sana, juga petugas keamanan.

Aneh … Kenapa sepi sekali, ke mana orang-orang.

Mengangkat bahu tak acuh, aku kembali melanjutkan langkah kakiku berjalan menuju meja informasi dan bertanya studio pemotretan untuk hari ini.

"Permisi, studio foto 1 di mana ya?" tanyaku dengan nada datar, suaraku tersamarkan dengan masker yang aku pakai saat ini.

"Maaf boleh buka maskernya. Kami tidak bisa membiarkan tamu masuk sembarangan."

Hum, bagus. Aku kira pertugas ini akan lalai dan sembarangan menerima tamu.

"Hn. Tapi saya minta untuk tidak berisik, cukup saya buka sebentar dan saya akan menutupnya lagi," kataku, membuatnya mengernyit namun detik berikutnya membuka bibirnya dengan wajah senang.

"Ck, dasar," batinku heran.

"Tuan, silakan lurus dan jika Tuan bertemu dengan lorong banyak orang di sepanjang jalannya, itu artinya jalan menuju studio 1," jelasnya dan aku pun mengangguk mengerti.

"Hn."

Setelah bergumam singkat, aku pun melanjutkan langkah kakiku berjalan sesesuai dengan petunjuk dan benar saja, di depanku saat ini sudah berkerumun makluk Tuhan spesies dan ras manusia berkelamin betina.

Inikah alasanya lobby dan koridor lainnya sepi?

"Bagus … Kenapa ramai sekali," batinku facepalm.

Aku menerobos dengan langkah pelan namun pasti, hingga akhirnya aku sampai di tengah kerumunan dan aku bisa mendengar suara wanita kesayanganku, yang saat ini sedang mengusir kerumunan, juga sedang mengeluarkan tanduknya karena aku yang menurutnya belum hadir.

"Kerjain dulu ah," batinku iseng dan akhirnya aku memutuskan untuk berbaur dengan wanita-wanita yang sedang merengek tidak ingin pergi, karena ingin melihatku saat aku foto nanti.

Ck-ck-ck … Sebenarnya dia mengusir kerumunan ini agar kembali bekerja atau karena tidak ingin aku di lihat sama yang lainnya, sih.

Aku terkekeh tertahan dalam diamku dan kembali mendengar saat dia mengeluarkan semburan laharnya lagi.

"Kalian ini membuat ruangan panas, sebaiknya kalian kembali bekerja. Kalian mau saya pecat masal, heh?"

"Lihat, galak sekali jadi wanita. Untung aku cinta," batinku senang.

"Tapi, Bu. Kami ingin sekali melihat Tuan Gavriel, sekali saja."

"Tidak bisa! Kalian nantu bisa melihatnya kalau sudah dalam bentuk foto," kata Queeneira masih saja galak.

"Ayolah, Bu. Jarang-jarang kami bisa melihat Tuan Gavriel secara langsung," balas karyawannya dan aku yakin jika Queeneira saat ini sedang menahan kesal.

"Isk-isk-isk … Kasihan, Queeneiraku harus menghadapi wanita-wanita penggemarku segini banyak," batinku narsis.

"Tapi kalian lihat, kan. Tuan Gavriel kalian itu tidak hadir, bagaimana kalian ingin melihatnya, heum," kata Queeneira dengan nada gemas di akhir kalimatnya, kemudian membalikkan tubuh sambil mengangkat tangan dan meninggalkan kerumunan.

Sepertinya dia menyerah karena kerumunan ini ditambah dengan aku yang belum juga muncul, padahal ini sudah melebihi dari waktu janjian kami.

"Oke, saatnya aku keluar dari tempat persembunyianku," putusku dalam hati.

Kemudian aku pun melangkah mendekatinya dan mengekor di belakangnya, yang saat ini sedang berjalan sambil menggerutu tentang ketidak hadiranku.

"Dasar Gavriel. Sebenarnya dia itu mau datang tidak sih, apa dia tidak tahu jika Pak Bara sudah lama menunggu."

Pfft … Sepertinya aku sudah kelewatan deh.

"Siapa yang tidak datang?" tanyaku iseng, kemudian dia menjawab dengan cepat dan sepertinya karena masker yang aku pakai suaraku jadi berubah, sehingga dia tidak mengenali suaraku atau karena dia terlanjur kesal.

Entah, yang mana saja bagus yang penting dia belum sadar dengan kedatanganku.

"Gavriel, si pengusaha muda sukses banyak penggemarnya. Bikin kesal saja," jawabnya kesal.

"Benarkah banyak penggemarnya?" tanyaku lagi.

"Kamu tidak lihat wanita-wanita keras kepala itu bahkan sudah menunggu dari pagi di sepanjang lorong studio."

"Lihat kok," jawabku masih dengan menahan kikikan.

"Kalau mereka penggemar Gavriel, kamu siapanya? " lanjutku dan dia pun berhenti, lalu menghadapku dengan cepat.

Yah … Ketahuan.

Lihat, mata indahnya memicing melihatku saat ini.

"Gavriel," ujarnya dan terpaksa aku pun melepas maskerku sambil melangkah mendekatinya dan berhenti tepat di hadapannya.

"Aku datang, sesuai janji," bisikku di depan wajahnya, dengan dia hanya terdiam dan menatapku tidak percaya.

Tiba-tiba terdengar teriakan memanggil namaku dari arah di belakang, membuatnya panik dan segera melihat ke arah karyawannya berada.

"Oppa Gavriel!!"

"Kalian jangan ada yang mas-

"Halo semuanya!" seruku menyela ucapan Queeneira dan itu menuai pekikan senang dari wanita-wanita yang tadi menjadi tempat persembunyianku.

Kya! Kya!

Oppa!

Aku memasang wajah tampan dan gaya keren dengan menyugar rambutku kebelakang, menuai pekikan lebih histeris juga decakan sebal dari orang yang berdiri di sebelahku, dari Queeneira yang memasang wajah tidak suka.

"Jangan sok tampan," cibirnya dan aku hanya meliriknya dengan senyum miring yang diiringi teriakan semakin menggema.

Kya! Kya! Kya!

"Sorry ladys. Sepertinya akan sangat tidak kondusif, jika saat aku pemotretan nanti ramai seperti ini. Maka itu, bisa kah kalian semua memberi ruang untuk kami bekerja nanti. Setelahnya, kalian bisa mendapatkan foto dengan tanda tanganku dari Bos kalian ini. Bagaimana?" tawarku, merayu dengan nada yang sungguh membuatku geli. Tapi kalau itu bisa membuat wanita di sebelahku kesal, aku akan dengan senang hati melakukannya.

"Gavriel, apa maksudny-

"Baik, Oppa. Jika ini keinginan Oppa kita semua menurut," sela salah satu dari mereka, membuat Queeneira menganga tidak percaya dan aku yang mengangguk puas.

"Bagus! Selamat bekerja semua."

Akhirnya kerumunan pun pergi meninggalkan kami, menyisakan aku dan Queeneira yang segera memasang wajah garang seperti biasa jika sedang ada di hadapanku.

"Gavriel, kamu foto untuk model ini saja aku tidak tahu bayaran apa yang akan kamu minta. Lalu, di tambah foto dengan tanda tangan, ambil saja nyawaku sebagai bayarannya," ucap Queeneira dengan nada frustasi.

Dan aku, hanya bisa menepuk kepalanya pelan lalu meninggalkannya sendiri memasuki ruang studio.

Pftttt … Kena lagi, kan.

"Gavriel!!!"

Gavriel pov end

Bersambung.