Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
W&M Boutique And Photo Studio
Pemotretan benar-benar selesai dan menghabiskan sekitar dua jam, sudah termasuk dengan penata rias yang sibuk memoles ulang wajah model special perusahaan mereka.
Gavriel dan Queeneira, juga pak Bara berdiri bersisihan dengan badan sedikit membungkuk melihat hasil foto di layar komputer. Lalu di depan mereka ada Doni, yang duduk di kursi sambil memainkan mouse yang bergerak sesuai keinginan Doni sebagai si pengendali.
Netra Queeneira berbinar takjub, saat melihat bagaimana memukaunya wajah Gavriel yang diabadikan dalam bentuk foto.
Ia tidak meyangka hasilnya akan memuaskan seperti ini, padahal Gavriel bukan model seperti yang kita ketahui. Tapi hasilnya bahkan melebihi model professional pada umumnya dan ia mengakui dalam hati, jika itu Gavriel entah mengapa ia yakin pasti bisa.
"Gavriel memang selalu menjadi yang terbaik. Isk … Tapi sayang tertutup dengan kelakuan cabulnya," batin Queeneira memuji. Namun, seketika ia ingat jika manusia itu tidak akan ada yang sempurna dan ternyata terbukti benar adanya.
"Benar, terbukti dengan dia yang selalu mesum. Padahal, dia selalu terlihat dingin di hadapan semua orang," gumam Queeneira seperti bisikan, sehingga Gavriel yang berdiri di sebelahnya mengernyit bingung, antara mendengar dan tidak gumam dari Queeneira.
"Kamu mengatakan sesuatu, Que?" tanya Gavriel menyahuti, mengagetkan Queeneira yang tadi fokus ke arah layar komputer, seketika melihat ke arahnya.
"Tidak. Tentu saja tidak," elak Queeneira cepat, kepalanya ikut menggeleng sebagai penampikan yang menegaskan jika ia memang tidak mengatakan sesuatu.
"Oh, aku kira kamu mengatakan sesuatu hal yang membawa-bawa nama mesum," bisik Gavriel saat mereka kembali melihat gambar di layar komputer.
"Nga-ngaco, syuh! Syuh! Jangan dekat-dekat," usir Queeneira saat Gavriel terlalu dekat dengan kepalanya.
Tapi benar, bagi orang-orang Gavriel memang mahluk Tuhan yang dielu-elukan kesempurnaannya. Namun tidak ada yang tahu, jika sebenarnya kesempurnaan itu sendiri menurut Gavriel adalah Queeneira.
Karena menurutnya dengan adanya Queeneira disisinya, maka lubang besar di dada dan hatinya akan perlahan menutup sempurna.
"Queeneira, aku selalu mencintaimu," batin Gavriel kemudian tersentak kecil saat tiba-tiba menoleh ke arahnya.
"Kamu mengucapkan sesuatu, Gavriel?" tanya Queeneira dengan alis bertaut penasaran.
"Hn, tidak," elak Gavriel singkat, lalu melihat kembali ke arah layar komputer.
"Huh, ok."
"Aku kira dia mengatakan selalu mencintaiku," jawab dan lanjut Queeneira dalam hati.
"Bagaimana? Aku rasa tidak perlu banyak edit lagi. Ck-ck … Aku beruntung dapat model mantul seperti Tuan Gavriel," tanya Doni, kemudian memuji Gavriel dengan decakan kagum.
Pujian dari Doni menuai berbagai tanggapan, meskipun semua yang mendengar mengiyakan apa yang di katakan oleh Doni, termasuk Queeneira yang hanya mengakuinya dalam hati .
"Tentu saja, saya sangat yakin saat terbit nanti orang-orang akan beramai-ramai melihat promosi ini," ujar Bara antusias, melihat ke arah para kru yang mengangguk dan mengamini segera.
"Hn, amin," sahut Gavriel dengan gumaman tulus.
Sesi melihat foto selesai, kini sahabat beda jenis kelamin ini sedang duduk santai setelah mengantar kepergian pak Bara, yang pulang dengan wajah puas dan senyum lebar saat berpamitan.
Keduanya duduk terpisah, Queeneira yang duduk di kursi kerjanya sedangkan Gavriel yang duduk di sofa sudah kembali mengenakan hoodie hitamnya, ia sedang mengotak-atik handphone menghubungi Aksa tepatnya untuk menanyakan
pekerjaannya.
Queeneira yang tadinya duduk di kursinya bangkit berdiri, lalu berjalan menuju sofa dan duduk di sampung Gavriel yang segera menyimpan handphonenya.
"Kenapa? Lanjutin aja, nggak apa-apa kok. Aku tidak akan menggangu," kata Queeneira, menuai gelengan dan senyum kecil dari Gavriel yang segera menghadap sepenuhnya ke arah Queeniera duduk.
"Hn, tidak mau," balas Gavriel singkat. Nada suara yang dipakainya berubah menjadi manja, menatap Queeneira dengan senyum innocent yang membuat Queeneira mengernyit curiga.
"Cepat katakan, apa maumu?" tanya Queeneira dengan mata memicing, curiga dan bersiap lahir-batin jika Gavriel menyebutkan permintaan aneh lagi.
Gavriel tersenyum dengan senyum persis sewaktu ia remaja, senyum manis kesukaan Queeneira saat dulu mereka masih bersama-sama, sehingga Queeneira yang melihatnya tanpa sadar terdiam.
"Tidak banyak mau, hanya mau kamu," kata Gavriel dengan alis bergerak naik-turun, menuai pukulan sayang dari Queeneira yang mencibir sinis.
"Itu terlalu berlebihan, hanya untuk sebuah foto, Gavriel," seloroh Queeneira sewot dengan mata mendelik tajam, sehingga Gavriel yang mendengarnya ganti mencibir ke arah Queeneira, kesal.
"Berlebihan apaan. Foto aku itu foto mahal sedunia, asal kamu tahu," dengkus Gavriel membawa kedua telapak tangannya untuk nemplok indah di kedua sisi wajah Queeneira.
Ia menekan tangannya di pipi Queeneira, sehingga kini wajah Queeneira terhimpit dengan bibir mengerucut lucu.
Tadinya Gavriel ingin mengecupnya. Namun ia sadar diri dan tidak ingin merusak moment kebersamaannya, sehingga yang kini ia lakukan hanya menggerakan kedua tangannya kanan-kiri, membuat wajah Queeneira pun ikut bergerak.
"Isk, foto kamu nanti juga lama-kelamaan jadi bungkus cireng, asal kamu tahu, Gavriel. Jangan sombong gitu lah," sewot Queeneira namun ia tidak berniat melepas tangan Gavriel yang ada di pipinya.
Gavriel tergelak akan jawab jawaban reseh Queeneira. Kemudian melepas kedua tangannya yang bertengger indah di pipi Queeneira, ganti untuk mengusap lembut rambut panjang Queeneira, yang tiba-tiba terdiam melihat Gavriel dengan kelopak mata berkedip cepat.
"Queeneira," panggil Gavriel dengan nada dalam. Ia berhenti dari usapannya dan ganti dengan menggengam kedua tangan Queeneira lembut, juga mengusap punggung tangan Queeneira dengan ibu jarinya perlahan.
"Iya?" sahut Queeneira mencoba agar raut wajahnya biasa saja. Karena sesungguhnya saat ini usapan ibu jari yang Gavriel lakukan membuat dampak pada jantungnya, belum lagi tatapan mata yang membuatnya tidak bisa berpaling barang sejenak.
Tok! Tok! Tok!
Gavriel menggeram marah dan terpaksa harus menelan lagi kalimat yang ingin diucapkannya. Ketika terdengar pintu yang di ketuk dari luar ruangan Queeneira.
Padahal ia baru saja ingin mengucapkan kalimat yang sudah di pikirkannya masak-masak. Tapi lihat, seseorang dengan kurang ajar mengganggu moment yang menurutnya sudah sangat pas bagi mereka.
"Benar-benar saus tar-tar, minta di bom itu orang," batin Gavriel menahan diri agar tidak mengumpat saat ini juga.
Queeneira melihat pintu dan Gavreil bergantian, lalu melepas genggaman tangan Gavriel yang melihatnya dengan tatapan tidak rela.
"Apa? Ada orang yang ingin masuk dan aku tidak mau ada kesalahpahaman," kata Queeneira dengan tegas, menuai decihan sebal dari Gavriel yang kembali memeriksa handphonenya.
"Sialan," batin Gavriel kesal.
"Masuk!" seru Queeneira dengan segera berdiri dari duduknya, kemudian berjalan menuju kursi kekuasaanya sendiri.
Ceklek!
Terlihat Andine yang berjalan memasuki ruangan, dengan tangan memegang setumpuk berkas seketika membuat Queeneira memasang wajah merana, menyerapah dalam hati saat kenyataan pahit selalu membayang-bayanginya.
"Sialan, mataku lama-lama jereng lihat barisan kalimat yang isinya hampir sama," batin Queeneira menatap Andine bosan.
"Dari bagian Doni, mereka bilang sudah menghubungi pihak majalah dan memberikan hasil foto edit yang sudah siap. Lalu sisa laporan lainnya tertera di dalam," ujar Andine menjelaskan secara garis besar kepada Queeneira
yang mengangguk mengerti.
"Ok, aku paham," sahur Queeneira singkat.
Andine, yang dari sananya sudah punya sinyal fansgirl garis keras kepada Gavriel pun segera melihat ke arah Gavriel, kemudian memasang senyum genit dengan Queeneira yang merotasi bola matanya malas, sebal saat melihat tingkah anak buah sekaligus temannya yang kelewat kamvret di depannya.
"Oppa, sudah minum sesuatu?" tanya Andine sengaja genit dengan Gavriel yang menggeleng dan melirik usil ke arah Queeneira di kursinya sana.
"Hn, pemilik perusahaan ini sungguh kejam. Padahal aku sudah bekerja hingga keringat mengalir deras," sahut Gavriel dengan nada datar dan Andine dengan sukacita memanas-manasi Queeneira, yang sumbu emosinya pendek jika sudah berhadapan dengan dua mahluk Tuhan di depannya.
"Benar kah, Oppa? Astaga! Aku tidak menyangka jika ada kejadian sepert ini. Bagaimana kalau kita beli es dalgandol di depan dan tinggalkan Bos galak perusahaan ini?" ajak Andine dengan gesture kaget, meletakan kedua
tangannya di pipi dan tak lupa melirik dengan gaya lebaynya ke arah Queeneira.
"Baiklah, kebetulan juga aku sudah ha-
"Pergi saja dan jangan kembali kalau belum menghabiskan es satu mobil di depan sana, gih pergi dan asal kalian tahu, aku memang Bos galak. Kenapa, heum, mau protes?"
Pftt …
Gavriel dengan sekuat tenaga menahan tawanya, beda dengan Andine yang terang-terangan tertawa sambil melarikan diri dari amukan Queeneira.
"Kabur dulu Oppa! Aku takut kecantikanku memudar, karena melawan Bos yang kekuatannya tak tertandingi," seru Andine sebelum benar-benar meninggalkan ruangan Queeneira.
"Andine, lihat saja kamarmu akan aku sewakan sekarang juga!" balas Queeneira murka membuat Gavriel akhirnya tak kuasa menahan tawanya, sehingga dengan tawa terpingkal-pingkal Gavriel memegang perutnya yang terasa sakit.
"Well, sepertinya aku tidak jadi meledakan orang yang tadi mengetuk pintu. Karena setidaknya aku bisa melihat wajah murkanya lagi," batin Gavriel disela-sela tawanya. Ia melirik sesekali ke arah Queeneira yang melipat wajahnya kesal, kemudian melotot sinis ke arahnya.
"Apa! Biar saja tersedak," sentak Queeneira kesal, namun sayang Gavriel justru semakin tertawa lepas.
Ruangan Queeneira masih di penuhi dengan Gavriel yang tertawa, lalu berangsur-angsur mereda saat Gavriel melihat Queeneira yang memasang wajah kesal menggemaskan.
Ia pun berdehem dan akhirnya selesai juga acara tawanya, tawa yang baru ini serasa lepas setelah beberapa tahun ia tidak tertawa.
Ehem!
"Queene," panggil Gavriel kemudian berdiri dengan Queeneira yang hanya melirik.
"Hum."
"Kita kencan," ucap Gavriel tanpa basa-basi, membuat Queeneira segera menoleh ke arah Gavriel, lengkap dengan mulut menganga.
"Hah!" pekik Queeneira tidak percaya dan Gavriel hanya memasang wajah tidak perduli, dengan bahu terangkat santai.
"Kencan. Titik."
Bersambung.