Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Ruangan Queeneira di penuhi dengan lengkingan suara dari si pemilik, saat si model kamvret merangkap sahabat lamanya mengatakan sesuatu kelewat santai ajakan kencan dengan wajah minta di tampol.
Queeneira menganga saat Gavriel kembali menaik-turunkan alisnya dengan senyum tanpa dosa, kemudian menggelengkan kepala untuk menghilangkan efek speechless-nya.
"Ya Tuhan, lindungi aku dari rayuan akal bulus laki-laki di depanku saat ini," batin Queeneira menatap Gavriel bosan.
"Kencan, titik," ujar Gavriel mengulangi.
"Aku sibuk," sahut Queeneira cepat, kemudian melengoskan wajahnya ke arah map dokumen yang ada di hadapannya.
"Eits … Kata siapa aku mengajak," timpal Gavriel dengan nada main-main, membuat Queeneira kembali melirik ke arah Gavriel, curiga.
"Tadi, bukannya kamu bilang Queene kita kencan," jawab Queeneira meniru dengan nada mencibir sama persis seperti yang di pakai oleh Gavriel.
"Benar, tapi aku kan tidak bilang, Queene kencan yuk. Tapi bilang, Queene kita kencan. Jadi, di mana kalimat ajakan yang aku ucapkan tadi? Kalau kalimat perintah sih iya," jelas Gavriel dengan nada penuh kemenangan dan Queeneira pun kembali menganga.
"What the hell!" batin Queeneira menjerit frustasi, mulutnya yang menganga perlahan merapat diikuti dengan kedua tangan yang mengepal, menahan diri agar tidak menampol wajah Gavriel saat ini juga.
Queeneira mengusap wajahnya kasar, kemudian memasang wajah pasrah diikuti dengan hembusan napas kasar.
"Bisa cepat tua jika ceritanya seperti ini," batin Queeneira mencoba sabar.
"Okay, you win. Jadi, Tuan Gavriel yang terhormat ini mau apa, heum?" tanya Queene dengan senyum dipaksakan.
Gavriel tidak langsung menjawab melainkan melambaikan tangannya, memanggil tanpa suara yang dimengerti oleh Queeneira segera.
Queeneira berdiri diikuti helaan napas kasar, berjalan dengan langkah gontai ke arah Gavriel yang menepuk-nepuk sofa di sebelahnya yang kosong.
Brukh!
Menghempaskan bokongnya dengan menahan kesal, Queeneira ikut menghadap Gavriel sehingga kini keduanya kembali berhadapan, dengan Gavriel yang memasang wajah senang dan senyum penuh kemenangan.
"Nah, begini kan enak," kata Gavriel santai, tentunya Queeneira yang mendengarnya kesal.
"Hum. Jadi apa yang kamu mau?" tanya Queeneira dengan nada bosan.
"Aku punya tiga permintaa-
"Banyak sekali, Gavriel. Yang benar saja!" sela Queeneira memundurkan wajahnya ketika Gavriel mengacungkan tiga jari tepat di depan wajahnya.
"Aku hanya meminta tiga, kamu tadi foto 5 kali loh," tandas Gavriel mengingatkan.
Queeneira mengusak rambutnya kesal saat Gavriel mengeluarkan senjata ancamannya. Sehingga dengan berat hati, ia pun menghela napas dan menatap Gavriel menyerah, lagi.
"Okay, apa, sebutkan saja," tantang Queeneira.
"Pertama, aku ingin kamu selalu ada saat aku butuhkan. Kedua, aku mau kita kencan 1 minggu 7 kali, lalu … Untuk yang terakhir, aku mau kamu selalu menuruti apa mau aku," jelas Gavriel kemudian dengan santai menepuk kepala Queeneira, tanpa tahu jika Queeneira yang mendengarnya bingung, belum mengerti dengan kata 'selalu ada ketika butuh', yang diucapkan Gavriel tadi.
"Tunggu dulu," kata Queeneira dengan telapak tangan terangkat.
"Apa?"
"Ini sepertinya ada yang salah dengan kalimat pertama, kedua dan ketiga," ucap Queeneira sambil mengingat, mencoba mendalami apa maksud Gavriel sebenarnya.
"Salah bagaimana?"
"Bisa jelaskan dengan detail apa maksud kamu dengan kalimat, aku selalu ada saat kamu butuh? Itu, itu sungguh kalimat yang sungguh ambigu, Gavriel," pinta Queeneira dengan gelengan kepala bingung.
"Oh yang itu, maksudnya nggak banyak kok. Aku hanya mau, kamu selalu ada saat aku butuh kamu untuk menemaniku, itu saja," jelas Gavriel namun Queneira justru semakin mengerutkan keningnya.
"Aku masih belum mengerti," jawab Queeneira jujur.
"Okay, begini. Jadi, aku mau kalau aku ada acara yang perlu membawa partner atau aku sedang sendiri dan bosan, kamu siap sedia untuk menemani aku. Begitu maksudnya, bagaimana, apa kurang jelas?" jelas dan tanya Gavriel, menuai anggukan kepala dari Queeneira.
"Jelas. Tapi ini sungguh tidak adil, bagaimana kalau disaat kamu butuh teman menghadiri sebuah acara aku sedang ada keperluan lain yang tidak bisa di tinggal. Lalu saat kamu bosan aku juga sedang sibuk dengan pekerjaanku.
Bagaimana? Bukan kah itu yang seperti itu bisa saja terjadi?" tanya Queeneira bertubi-tubi.
Ia sungguh tidak mengerti dengan keinginan Gavriel yang selalu semaunya sendiri, bagaimana bisa memintanya untuk selalu siap sedia, padahal ia juga memiliki kegiatan dan kesibukan sendiri.
"Tidak mau tahu," jawab Gavriel cuek, mengangkat bahunya tak acuh dan berdiri dari duduknya dengan tangan terulur. Tapi sayang, Queeneira hanya melihatnya dengan ekpsresi tidak mengerti.
"Apa?" tanya Queeneira menatap tangan dan wajah Gavriel bergantian.
"Ck, kencan di mulai. Cepat pegang tangan aku," ajak Gavriel setelah berdecak sebal.
"Aku masih ada pekerjaan," tolak Queeneira cepat, namun sayang Gavriel bermain dengan decakan juga jari yang bergerak kanan-kiri, tidak terima di tolak.
"Ck-ck-ck … Sayang sekali tidak terima penolakan. Ingat permintaan ke-3 aku apa. So, hold my hand and let's go, now, (Jadi, pegang tangan saya dan pergi, sekarang)" kata Gavriel dengan nada absolute, membuat Queeneira memasang wajah memelas namun tetap tidak diindahkan oleh Gavriel.
"Tapi Gavriel, laporan aku banyak sekali dan aku harus segera memeriksanya," jelas Queeneira, menatap Gavriel dengan memohon dan berharap Gavriel mengerti.
Gavriel memikirkannya dalam diam, kemudian mengangguk dengan Queeneira yang memasang ekspresi wajahnya senang. Namun berubah menjadi manyun, saat Gavriel dengan cepat mengacungkan 1 jari di depan wajahnya.
"Okay."
"Terim-
"Tapi hanya satu jam, tidak lebih dan cepat selesaikan pekerjaanmu. Tidak mau tahu," sela Gavriel saat Queeneira hendak berterima kasih kepadanya.
"Gavriel yang benar saja. Lihat tumpukan map di meja kerjaku, itu sangat banyak sekali," ujar Queeneira sambil menunjuk meja kerjanya, namun tetap menatap Gavriel yang juga melihatnya cuek.
Gavriel tidak menggubris apa yang dikatakan oleh Queeneira, ia justru dengan santai mengetuk-ngetuk kening Queeneira yang balas perbuatan Gavriel dengan rengekan manja, terbawa suasana.
Tuk! Tuk! Tuk!
"Ini otak cantik makanya di pakai 100%, jangan hanya 10%, love. Aku saja bisa, kenapa kamu tidak," kata Gavriel menyemangati Queeneira, menuai dengkusan dari Queeneira yang tadi tidak sadar telah merengek.
"Isk, tetap saja, aku butuh waktu untuk mengerjakannya, Gavriel. Iya atau tidak, pilih sendiri,"ancam Queeneira balik, membuat Gavriel yang mendengarnya mengernyit, tidak terima.
"Kenapa jadi aku yang harus menuruti kamu?" tanya Gavriel menatap Queeneira datar.
"Eh!"
Queeneira menatap Gavriel dengan senyum kaku, diikuti dengan kekehan canggung saat Gavriel menatapnya semakin datar.
Queeneira tidak tahu jika Gavriel sedang sibuk menahan tawa, saat melihat wajah kakunya karena ia yang memberi pilihan padahal sudah jelas, jika di sini Gavriel adalah yang memiliki kekuasaan karena 3 permintaan tadi.
"Pfttt … Lihat, dia baru sadar jika tadi dia memberi pilihan. Padahal sudah jelas, jika aku bilang tidak suka di tolak," batin Gavriel disela-sela menahan tawanya.
"Oh ayolah Gavriel, jangan satu jam. Tiga jam yah atau empat jam deh," tawar Queeneira seeenaknya, kembali menuai dengkusan dari Gavriel yang sebal.
"2 jam tidak lebih, sekarang kerjakan dan fokus. Ingat fokus, jangan melirik apalagi tergoda dengan ketampananku, okay," putus Gavriel dengan percaya diri mengingatkan, menuai cibiran dari Queeneira yang akhirnya mengalah dan
berdiri dari duduknya.
"Ck, sudah pemaksa tambah narsis. Kasihan sekali yang akan menjadi istrinya," gerutu Queeneira sambil berjalan dengan kaki menghentak kesal.
"Aku dengar, love. Apa kamu tidak tahu jika ucapan itu adalah doa?" sahut dan tanya Gavriel, dengan Queeneira yang kembali membalikkan lagi tubuhnya ke arah Gavriel.
"Maksudnya?" tanya Queeneira belum paham.
"Kamu tadi menggerutu tentang aku yang pemaksa. Padahal kan yang nantinya jadi istri orang yang kamu gerutuin itu kamu sendiri dan itu artinya kamu tadi sedang mengasihani dirimu sendiri, masa seperti itu saja harus di jelaskan, ck-ck-ck," seloroh Gavriel seenaknya, menjelaskan dengan keputusan sepihaknya dan Queeneira yang mendengarnya pun tergelak dengan kepala menggeleng.
Ha-ha-ha!
"Apa? Aku jadi istri kamu, tidak mau, hih. Jangan bermimpi di siang bolong, Tuan Gavriel, blee," timpal Queeneira dengan nada mengejek, kemudian melanjutkan langkah kakinya dan segera mengerjakan pekerjaannya.
Ia menulikan telinganya saat Gavriel menggerutu tentang ucapannya di sofa sana, baginya apa yang di ucapkan oleh Gavriel itu hanya mimpi dan tidak akan terjadi.
Kalau 10 tahun yang lalu Gavriel mengucapkan kata-kata itu, mungkin saat ini ia akan terbang melayang. Tapi tidak untuk saat ini, yang ada ia ingin terkekeh miris.
"Kelakuanmu belum menunjukan sikap keseriusan sama sekali, aku tidak ingin menggengam matahari lagi, cukup melihat dari jauh dan aku rasa itu lebih baik," batin Queeneira kemudian larut dalam pekerjaannya.
Beda Queeneira, beda lagi dengan Gavriel yang sedang menggerutu tidak suka. Bisa-bisanya Queeneira menolaknya dengan kata-kata seperti itu. Apa karena ia kurang serius menunjukan diri, jika ia saat ini sedang mencoba mendekatinya lagi.
"Apa aku harus melamarnya saat ini juga," batin Gavriel berpikir dengan serius.
Ruangan yang tadinya berisi obrolan antara Queeneira dan Gavriel pun menjadi sunyi. Digantikan dengan bunyi ketikan pada keyboard dari Queeneira, sedangkan Gavriel terdiam dalam lamunannya.
"Tidak bisa kah kamu meyakinkan aku lebih dari ini, Gavriel?"
"Kenapa susah sekali menyampaikan maksud keinginanku kepadamu, Queeneira."
Bersambung.