Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Pemotretan pertama selesai, kini seluruh kru sedang bersiap untuk melanjutkan ke sesi sebenarnya yaitu model yang akan memakai jam tangan, dari perusahaan yang memakai jasa mereka.
Seperti yang kita ketahui, jika Gavriel akan berganti pakaian dan property sebanyak 4 kali. Maka itu, saat ini ia sedang berjalan dengan make-up artis dan Queeneira yang setia berjalan disisinya.
Sesampainya di ruang ganti, Gavriel menghentikan langkahnya dan menghadap ke arah orang yang setia mengikutinya untuk meninggalkanya sendirian di ruang make-up termasuk Queeneira yang mengernyit, bingung dan penasaran.
"Biar saya sendiri yang mengganti dan menata rambut untuk pemotretan selanjutnya. Kalian tunggu di studio saja," ucap Gavriel dengan nada tegas. Ia menatap semuanya dengan sorot mata tidak ingin di bantah, bahkan
kepada Queeneira yang hendak membantahnya.
"Tap-
"Aku sudah tahu ruangannya di mana dan aku bisa memakai sendiri pakaian untuk nanti juga selanjutnya," kilah Gavriel dengan cepat, sehingga mereka pun mengangguk mengerti. Namun, beda dengan Queeneira yang merasa aneh, akan permintaan Gavriel yang seperti menghindar.
"Bukan kah tadi Gavriel memakai kemeja di depan kami semua, kenapa sekarang seakan menghindar," batin Queeneira curiga.
"Aku tidak ingin ada yang melihat punggungku, mungkin tadi aku tidak perlu risih karena aku memakai kaos polos. Tapi saat ini aku berkeringat, aku tidak mungkin memakai kaos yang basah," batin Gavriel.
Studio yang padat, juga lighting yang panas membuatnya berkeringat dan itu sungguh tidak nyaman.
Ini yang ia malaskan, jika pemotretan dilakukan di dalam studio. Pencahayaan yang berasal dari lampu, mengantar panas yang terfokus dengan satu titik, yaitu ia sebagai objek yang dibidik gambarnya.
Akhirnya semua kru make-up pergi meninggalkan Gavriel, kecuali Queeneira yang masih menatap Gavriel penasaran.
"Kamu tidak pergi?" tanya Gavriel dengan alis terangkat, tangannya sebisa mungkin di tahan untuk tidak mengipasi bagian lehernya yang sudah mengeluarkan keringat.
"Aku-
Mencari alasan agar Queeneira segera meninggalkannya sendiri, Gavriel pun mulai melancarkan jurus mesumnya, ia memasang wajah dan senyuman dengan bibir menyeringai mencurigakan. Kemudian mengulurkan tangannya, seakan mengajak ke dalam ruangan seraya berkata dengan nada menggoda.
"Maksa nih. Yuk! Masuk ke dalam, kamu bisa melihat perut dan juga lengan terlatihku saat ini juga."
Queeneira melotot horror, dengan wajah memerah layaknya buah tomat. Dengan segera ia membalikkan tubuhnya, diirngi umpatan kesal untuk Gavriel yang justru tergelak di belakangnya.
"Gavriel kamvret! Mati saja kamu, siapa juga yang ingin melihat tubuh kurusmu itu. Tidak mau, cih," kata Queeneira sambil melangkahkan kakinya segera, meninggalkan ruangan tempat Gavriel ganti pakaian.
"Ha-ha-ha … Ayolah, love. Banyak loh yang mau melihatnya," goda Gavriel semakin menjadi.
"Mati saja kau. Gavriel!" seru Queeneira untuk terakhir kali, sebelum menghilang di persimpangan dengan Gavriel yang tawa renyah namun seketika hilang, di gantikan dengan ekspresi wajah datar seakan tidak pernah ada tawa sebelumnya.
Setelah memastikan Queeneira pergi meninggalkannya sendirian, ia pun memasuki ruangan dan mengunci dari dalam dengan segera. Ia tidak ingin ada yang memasuki ruangannya tiba-tiba, apalagi ketika ia melepas dan mengganti baju basah yang saat ia pakai.
Blam!
Melepas dengan segera kemeja dan kaos putih polos yang di pakainya, Gavriel membalik tubuhnya di dapan cermin besar yang terpampang di depannya. Kemudian melirik melalui bahunya, melihat dengan tajam bagaimana sisa kesedihannya tertinggal di punggungnya saat ini.
Tangannya mengepal dengan gigi menggeletuk menahan marah, saat ingat dulu bagaimana bisa ia mendapat torehan itu di punggungnya.
"Sialan, lupakan itu. Sebaiknya aku segera berganti pakaian untuk pemotretan selanjutnya," batin Gavriel kemudian bergegas melempar asal baju yang tadi dilepasnya ke arah sofa.
Alasan Queeneira pun turut di usir secara halus olehnya adalah karena ia belum siap menunjukan lukisan menyedihkan di punggungnya kepada Queeneira, ia tidak ingin Queeneira bertanya dan tahu lebih banyak penderitaan yang ia lalui sewaktu di sana.
Setelah berganti dengan pakain untuk set selanjutnya, Gavriel pun kembali ke Studio. Ia berjalan dengan cepat, kemudian memasuki studio dan segera disambut dengan tangan-tangan para kru make-up artis yang menjamahnya, untuk membenarkan pakaian atau rambut agar sesuai dengan tema.
Ia hanya menurut, karena ia tahu jika mereka hanya sedang mengerjakan tugas, meskipun sebenarnya ia bisa merasakan perasaan senang pada diri mereka, melalui tatapan mata yang sesekali mencuri pandang ke arahnya.
Mata tajamnya segera menjelajah melihat sekeliling, mencari eksistensi dari Queeneira yang ternyata sedang duduk dengan pak Bara di ujung sana. Entah apa yang di obrolkan keduanya, karena telinga tajamnya tidak
terjangkau untuk mendengarnya, wajar … Posisi mereka agak sedikit jauh jaraknya.
"Panggilkan Nona Queeneira sekarang juga," ucap Gavriel dengan nada datar, menatap Queeneira yang duduk di ujung sana dengan tajam.
"Seharusnya dia di samping aku saja, huh," batin Gavriel mendengkus kesal.
"Baik, Tuan."
Ia pun menunggu masih dengan menatap Queeneira, yang saat ini sedang di bisiki oleh salah satu kru make-up yang tadi di perintah olehnya. Kemudian menatap lurus dengan datar, saat Queeneira mengalihkan pandangannya ke arahnya.
Menggerakan bibir seolah memerintah tanpa kata, Gavriel bisa melihat jika Queeneira memasang wajah kesal ke arahnya setelah ia selesai dengan ucapan mutlak darinya.
"Kemari, sekarang."
"Bagus, kamu seharusnya menemani aku saja," batin Gavriel senang saat melihat Queeneira berjalan menghampirinya.
Tak! Tak! Tak!
Bunyi sepatu hill yang menghentak menandakan jika seseorang yang saat ini memakainya sedang di landa kesal. Bagaimana tidak kesal, jika seseorang yang membuatnya kesal saat ini sedang menampilkan ekspresi yang sungguh menyebalkan.
"Hieh … Apa sih maunya," batin Queeneira dengan wajah berlipat sebal.
Tap!
"Apa?" ujar Queeneira ketus, melipat tangannya di pertengahan perut dan dadanya, kemudian memasang senyum di paksakan berusaha sabar.
"Ck, galak sekali, tadi ngintilin aku," gumam Gavriel berubah menjadi manja, selalu seperti ini jika sedang berdua dengan Queeneira.
"Mimpi, aku bukan ngintilin kamu yah. Tapi aku hanya melakukan tugasku, sebagai penanggung jawabmu. Itu saja, huh pede sekali," tukas Queeneira mengelak masih dengan nada ketusnya.
"Isk, mengelak saja," timpal Gavriel keras kepala.
"Apa sih," sahut Queeneira melihat kiri-kanannya memastikan jika para kru bekerja, bukannya melihat ia dan Gavriel yang sedang bercengkrama.
"Kenapa? Takut ada yang lihat, yah?" bisik Gavriel tiba-tiba, dengan usil ia mendekat wajahnya ke arah Queeneira, membuat Queeneira reflex mundur dan kembali melotot ganas ke arahnya.
"Jangan dekat-dekat, isk," balas Queeneira seraya mendorong wajah Gavriel yang ada di dekat telinganya menggunakan telapak tangannya.
"Pelit."
"Biarin, dari pada kamu melakukan hal mesum lagi," sewot Queeneira, menuai dengkusan dari Gavriel yang harus rela menunda gemasnya, saat terdengar suara Doni memanggilnya untuk memulai pemotretan.
"Gavriel, sudah siap!"
"Yes!"
Dengan tidak ikhlas Gavriel pun meninggalkan Queeneira yang segera memasang wajah meledek, lengkap dengan lidah menjulur.
"Syuh! Kerja yang benar," ujar Queeneira dengan nada meledek, namun bukan Gavriel namanya kalau ia tidak membuat Queeneira kesal.
Gavriel dengan santai memasang senyum dengan bibir tergigit, pose menggoda. Kemudian mengedipkan sebelah matanya, menjilat bibirnya sendiri dengan sensual sebelum benar-benar meninggalkan Queeneira yang terbelalak.
"Tunggu aku, love," balas Gavriel dengan suara menggoda.
Queeneira melotot dengan wajah melengos, kesal dengan Gavriel yang selalu menampilkan wajah mesum jika sedang bersamanya.
"Sehari nggak bikin orang kesal apa tidak bisa yah, itu manusia," batin Queeneira sebal.
Sesi kedua pemotretan pun di mulai, Queeneira kemudian melihat dengan serius Gavriel yang memulai sesi pemotretannya. Di mulai dengan berdiri serta lengan di letakan di depan wajah, berlanjut dengan duduk hingga pose-pose yang sama sekali tidak di intrusikan oleh Doni sebagai pengatur gaya.
Gavriel berpose layaknya ia model professional, memasang ekpresi wajah datar dengan mata menatap tajam kamera atau juga membawa netranya melihat ke arah lainnya, juga mengarah ke arah arloji yang ada di lengannya sambil memejamkan matanya.
Oh ... Jangan lupa, senyum tipis namun mampu membuat siapapun yang melihatnya menggigit jari, sangking mempesonanya penampilan seorang Gavriel.
"Kenapa kamu selalu menjadi orang yang bersinar," batin Queeneira berdecak kagum.
"Kya! Lihat itu Oppa."
"Yawlah … Keren gitu coba, rela dijadikan selingkuhan deh."
Queeneira yang sedang serius dan terpana melihat Gavriel sedang berpose tanpa sadar mengepalkan tangannya. Ia sekuat tenaga menahan diri agar tidak menggeram kesal saat ini juga, apalagi ketika mendengar bisik-bisik di setiap sudut ruangan, tentunya pelaku bisik-bisik itu adalah bawahannya sendiri.
"Sialan mereka ini, seperti tidak pernah melihat laki-laki tampan saja," dengkus Queeneira dalam hati.
Ia menghembuskan napasnya agar tetap fokus memperhatikan jalannya sesi pemotretan, mengindahkan segala macam bisikan genit yang di dengar oleh kedua telinganya sendiri.
"Isk, menyebalkan," batinnya semakin sebal.
Tinggalkan Queeneira dan rasa kesal yang menggerogoti hatinya. Kita kembali pada Gavriel yang kali ini sedang mencoba tetap fokus dengan posenya, ketika studio justru geger akibat senyum darinya, dengan mata terpejam yang segera diabadikan oleh si fotografer.
"Kenapa mereka bisik sekali," batin Gavriel disela-sela kegitan fotonya, ia tidak habis pikir dengan wanita-wanita yang mengelu-elukan sosoknya.
"Lupakan, sebaiknya aku fokus saja," lanjutnya masih dalam hati, kembali dengan pose yang entah kenapa terlihat natural bagi orang lain.
Tatapan mata juga senyum tanpa sengaja dari Gavriel membuat fotografer berdecak kagum, karena emosi dalam setiap jepretan kameranya tersampaikan melalui tatapan modelnya kali ini. Meskipun selalu minim dengan ekpresinya, tapi justru baginya ekspresi ini yang terlihat paling natural sepanjang ia memotret sebuah objek.
Pose berlanjut lagi, kali ini Gavriel sudah berganti kostum dengan kaos berwarna putih lebih santai dari sweater coklat yang tadi di pakainya. Setting dengan ranjang bersprei putih itu sudah di tata sedemikian rupa di tengah-tengah studio.
Sebelum menuju ranjang untuk melakukan posenya, Gavriel mendekati Queeneira terlebih dulu kemudian berdiri di belakangnya. Jika di lihat dari belakang, Gavriel seperti sedang memeluk Queeneira, namun sayang tidak meskipun memang Gavriel menempelkan dadanya di punggung Queeneira saat ini.
Gavriel yang seperti ini tentu saja membuat Queeneira berjenggit kaget, tapi ketika mendengar suara familiar juga harum seorang Gavriel, ia pun kembali rileks dan segera mengikuti sebuah arahan, ketika jari telunjuk panjang Gavriel menunjuk ke arah ranjang sana.
"Lihat," bisik Gavriel tepat di telinga Gavriel, membuat Queeneira yang mendengarnya bergidik geli, namun ia berusaha menjaga nada suaranya agar tidak terdengar gugup.
"Apa?"
"Ranjang dengan sprei putih," lanjut Gavriel ambigu, menuai kenyitan di dahi Queeneira yang segera menolehkan wajahnya ke belekang. Sehingga kini, wajahnya dan wajah Gavriel saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat. Membuat napas antara satu dan lainnya saling bertabrakan, menciptakan udara hangat bagi keduanya.
"Maksudnya?" tanya Queeneira tidak mengerti.
Mendengar pertanyaan dari Queeneira, Gavriel pun segera menarik sudut bibirnya menjadi seulas senyum mempesona, lengkap dengan tatapan mata yang menghunus tepat di kedua bola mata Queeneira.
Senyum mempesona yang membuat Queeneira hampir saja tersipu, namun tidak jadi karena selanjutnya justru kesal, ketika Queeneira mendengar kalimat kurang ajar dari Gavriel yang berbisik santai di telinganya.
Seketika Queeneira menggeram marah dan berikutnya yang terdengar adalah lengkingan suara indah yang mengakhiri sesi pemotretan hari ini, membuat para kru yang ada di studio melihatnya dengan tatapan penasaran yang kentara.
"Gavriel, mati saja kau!!"
"Ada apa dengan ibu Queeneira," pikir para kru berjama'ah menatap Queeneira dan Gavriel yang berjalan santai bergantian.
"Pfttt … kena lagi, kan. Lagian yakin nih tidak akan menangis kalau aku mati," batin Gavriel seraya melangkahkan kakinya santai dan menahan kekehannya dalam hati, mendekati setting seperti kamar lengkap dengan ranjang dengan sprei putih.
Sebenarnya apa sih yang di bisikan oleh Gavriel kepada Queeneira? Mau tahu? Tanya saja kepada Queeneira.
"Gavriel kamvret, mesum sialan, awas saja akan aku adukan sama Baba dan Daddymu agar kamu secepatnya di kebiri," batin Queeneira dengan wajah memerah layaknya tomat matang.
Kasih tahu ke pembaca, tadi Gavriel kamvret bisikin apa, Queene.
Tidak mau!
Lah, pelit sekali.
Biarin, author dan castnya sama-sama kamvret. Pergi jauh-jauh, syuh!
"Pfttt … Queeneira, lucu sekali," batin Gavriel yang saat ini sedang pose tiduran di atas ranjang sana.
Bersambung.