Kehilangan. Satu kata yang berhasil membuat Axel seperti orang gila. Dia mendatangi gedung management yang menaungi Tara di dunia keartisan selama ini.
"Kenapa kamu marah-marah seperti ini? Percuma. Semua sudah terjadi dan kamu sudah terlambat." Ucap Rina kesal.
Rina sebenarnya enggan menemui Axel, kekesalannya membabi buta karena sakit yang di rasakan oleh Tara selama ini karena ulah Axel.
"Aku mohon kepadamu, aku ingin tahu dimana keberadaannya saat ini. Kamu pasti tahu dimana dia saat ini bukan?" tanya Axel mendesak.
"Aku sudah berjanji kepadanya untuk membiarkan dia bisa tenang dan aman." Jawab Rina dengan tegas.
Rina adalah sahabat satu-satunya yang Tara miliki selama ini, mau apapun yang terjadi, Rina akan selalu melindungi Tara meskipun itu Axel musuh yang harus dia hadapi.
"Aku yakin kamu akan segera memberitahu aku dimana keberadaan Tara. Kamu tidak akan mungkin bisa melihat ibu dan kedua adik kamu menderita bukan?"
"Apa yang akan kamu lakukan? Jangan macam-macam dengan keluargaku, Axel!"
"Aku tidak akan macam-macam jika kamu bisa diajak bekerja sama. AKu beri waktu kamu dua hari untuk memikirkannya, jika tidak kamu bisa menunggu apa yang bisa aku lakukan untuk ibu dan adik kamu."
Rina menatap tajam ke arah Axel. Pria ini benar-benar kurang ajar, pikir Rina.
"Pikirkan baik-baik sebelum kamu mengambil keputusan dan menyesalinya. Semua keputusan ada di tangan kamu sendiri."
Axel meninggalkan Rina yang menatapnya tajam. Axel si pemimpin sudah mulai menunjukkan sifat aslinya yang selama ini terkubur karena kehadiran Gistara.
"Baiklah, aku pergi dulu dan sebaiknya kamu memikirkan semua yang aku katakan tadi. Katakan dimana Tara saat ini atau kami bisa membawa Tara kembali keluar dari persembunyiannya."
Axel berjalan keluar dari ruangan Rina, semua mata menatap Rina dengan pandangan penuh tanda tanya. Pria yang baru saja masuk ke ruangan Rina adalah salah satu member grup vokal yang paling terkenal saat ini, dan percakapan Rina dengan pria itu terlihat sangat serius.
"Rina? Kamu mengenal member Five Boys?" tanya Zara, teman sekantor Rina penasaran.
"Hanya sekedar kenal saja. Kebetulan dia lewat sini tadi dan ingin menyapa." Jawab Rina berbohong.
"Owh, aku kira kamu mengenalnya dengan sangat baik. Kalau mengenal baik, aku mau meminta tolong untuk berfoto dengannya."
"Mana mungkin aku mengenal baik penyanyi terkenal seperti dia? Aku bertemu dengan dia karena ketidaksengajaan, nanti kalau seandainya aku bertemu dia lagi akan aku sampaikan keinginan kamu ini. Semoga saja dia mau menerimanya."
"Terima kasih, Rina. Aku sangat mengidolakan Axel."
Rina tersenyum melihat Zara yang senang sambil keluar dari ruangannya. Dengan keras Rina menghempaskan tubuhnya di atas kursi miliknya. Emosinya benar-benar teruji hari ini.
Hubungan Tara dan Axel tidak boleh tercium publik. Bagaimanapun nasib Tara juga bergantung pada kerahasiaan hubungan mereka. Rina tidak ingin karena hubungan kedua orang ini membuat nasib Tara terombang-ambing.
"Aku harus bagaimana, Tar? Pria itu mengancamku dengan membawa ibu." Tanya Rina pada dirinya sendiri setelah Zara keluar dari ruangannya.
Rina meletakkan kepalanya di atas meja, dia saat ini tidak bisa berpikir. Axel membuatnya benar-benar harus memilih antara Tara dengan keluarganya.
"Rin! Kamu dipanggil Bos!" teriak Anton dari pintu kepada Rina membuat Rina menengadahkan kepalanya.
"Sekarang apalagi ini? Kenapa semuanya tidak ada yang bisa membuatku tenang hari ini?" gerutu Rina sambil bangkit dari kursinya.
Perasaan Rina tidak tenang. Sepertinya ada sesuatu yang akan terjadi tetapi dia tidak tahu apa itu.
Rina berjalan mengikuti Anton menuju ruangan bos mereka, kedua tangan Rina sudah berkeringat membayangkan apa yang mungkin saja akan terjadi.
Tok... Tok... Tok...
"Bos, Rina sudah datang."
***
Dengan berat hati Rina mengangkat ponselnya lalu mendial nomor ponsel Tara yang baru. Perintah Bos yang baru saja dikatakan kepada Rina membuatnya mau tidak mau membuatnya menghubungi Tara dan memintanya untuk bisa kembali ke Jakarta.
"Halo, Rin. Ada apa kamu menghubungi aku?" tanya Tara langsung setelah sambungan telepon Rina terhubung.
"Halo, Tara. Aku sebenarnya tidak enak mau mengatakan ini kepada kamu tapi aku harus mengatakananya."
"Ada apa? Katakan saja, apa ada masalah?" tanya Tara lagi.
"Ada sedikit masalah. Kamu ingat dengan model baju tidur saat kita pergi kemarin?"
"Iya, ada apa dengan itu?"
"Maafkan aku Tara, aku tidak teliti membaca kontrak saat menandatanganinya. Mereka meminta pengembalian ganti rugi sebanyak seratus kali lipat dari biaya yang sudah mereka kirim ke agensi." Ucap Rina lirih.
"Apa maksudmu?"
"Mereka tidak mau diganti model lainnya dan tetap bersikeras memilih kamu, jika tidak mereka akan menuntut agensi kita dan meminta ganti rugi sebesar seratus kali lipat."
"Jadi maksudnya dari semua ini?"
"Bos memintamu kembali dan melakukan pemotretan dua hari lagi." ucap Rina cepat sambil menutup matanya erat-erat.
Tidak ada jawaban dari sisi Tara membuat Rina membuka matanya dengan cepat.
"Tar? Kamu masih ada di sana bukan?" tanya Rina memastikan.
"Iya, aku masih ada di sini. Aku akan kembali besok, kamu tenang saja"
"Benarkah? Maafkan aku, Tar. Seandainya Bos tidak memaksaku untuk menghubungi kamu, tapi semua ini memang kamu yang memegang kendalinya."
Tara diam, tidak terdengar suara sama sekali sampai beberapa detik membuat Rina kebingungan.
"Tar? Kamu masih ada di sana?"
"It's oke. Aku tidak mempermasalahkannya. Kamu tidak usah merasa bersalah seperti itu. Semua ini susah menjadi tanggung jawabku, seharusnya aku yang meminta maaf kepada kamu karena aku kamu harus menyelesaikan semua masalah yang aku hadapi."
"Maafkan aku, Tara. Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu kamu."
"Baiklah, aku bersiap dulu. Besok pagi aku pasti sampai di sana."
"Baiklah, hati-hati di jalan. Kalau ada sesuatu, jangan ragu memberitahu aku secepatnya."
Rina memutuskan sambungan teleponnya. Kepalanya benar-benar terasa pusing karena semua masalah ini datang secara bersamaan.
"Maafkan aku, Tara. Aku mungkin akan menyulitkan kamu, aku tidak punya pilihan."
Mengingat ancaman Axel kepadanya tadi membuat Rina yakin jika semuanya ini juga ada sangkut pautnya dengan pria itu.
Rina mengambil ponselnya lalu mengetik pesan untuk pria yang baru saja datang ke tempatnya.
"Jika kamu menyakiti sahabatku setelah ini, aku pastikan kalau hidupmu tidak akan tenang, Axel. Aku tahu jika kontrak yang aku usahakan untuk pembatalan ini ada sangkut pautnya denganmu."
Ponsel milik Rina kembali berdenting membuat Rina mengambil ponselnya dan membukanya dengan cepat.
"Ternyata kamu tidak sebodoh yang aku pikirkan. Jika kamu sudah tahu apa yang bisa aku lakukan, maka berhati-hatilah dalam bertindak. Dengan sekali aku bertindak semuanya akan hancur dengan sangat cepat."