Tring!
Tring!
Tring!
Bell masuk berbunyi!
Pagi ini Geng Trio Cynical, sudah berada di ruangan kelas hendak mengikuti kelas pertama.
Dan dua Jam empat puluh menit, untuk jam pertama usai.
Stella masih stay dikelas, duduk nyaman dibangkunya dengan tangan yang masih memegang balpoint, sibuk mencakar soal Kisi-kisi matematika sebagai persiapan ujian semester depan.
Niken yang sibuk stalking Gabriel, dan Lulu yang sedari tadi mondar-mandir entah lagi memikirkan apa.
Braakkkkk!
Tiba-tiba seseorang memukul kuat meja Stella, yang menimbulkan bunyi lumayan besar, sampai membuat Stella mendongak keatas hendak memastikan siapa yang sudah memukul keras mejanya.
Begitu pula Niken yang juga sedang asyik men-scrol foto-foto Instagram Gabriel ikut terkejut dan spontan melirik ke arah Meja Stella.
Dan keduanya semakin terkejut, ketika Melihat di hadapan mereka sudah ada Lulu yang berdiri dengan melipat tangannya didepan dada. Lulu yang ternyata tadi memukul meja Stella.
Stella dan Niken menatap Luisa, melotot!
"Ada apasih Aprilluisa Dewi Abram?" tanya Niken.
Niken sengaja menyebut lengkap nama Lulu biar dia makin kesal. Sebab sahabat mereka yang satu ini kalo lagi kesal lucu, bibirnya yang sekseh itu tambah tebal 5 cm. Merah menggoda.
Stella hanya melirik penasaran ke Lulu, Sedang lulu mulai memanas di hadapan meja.
"Gak ada yang mau jelesin ke gue soal tadi malam?" ujar Lulu menagih penjelasan yang tidak Stella paham apa itu---makanya Stella hanya mengerutkan dahi akan ketidak pahamannnya.
"Upssss... ohmygod sorry LuL lul luisa... " ejek Niken sembari senyum jail. Niken sengaja mempermainkan Lulu yang sudah menegang kaku di depan mereka.
"What's it Nik, talking to me." pinta Stella pada Niken---Stella ikut penasaran. Sebab memang Stella melihat ada yang aneh dengan Lulu sejak semalam.
"Soal Rimba Stell." jawab Niken.
"What's happen with Rimba?" tanya Stella lagi penasaran.
Niken berpindah dari bangkunya ke bangku Stella "Lulu belom tau siapa Rimba." Bisiknya seraya mendekat duduk disebelah Stella.
Luisa memekik, kaget "Oh jadi Rimba tuh nama cowok aneh semalam ?" tanyanya mengerutkan dahi.
"Yeah. And Rimba is Stella's stepbrother !" tambah Niken.
Luisa lagi-lagi melongo, kaget akan penjelasan Niken, lalu dia posisikan dirinya duduk disebelah Stella dan Niken. "Kok gue gaktau sih kalo Mrs. Tania itu malah punya anak segede itu.?!" ucapnya cengengesan.
Kini wajah Luisa benar-benar berubah jadi kek orang bego.
Niken menatap sinis Lulu "Anda Puas Nyonya Luysa?" tanyanya dengan bibir mengerucut.
Luisa terkekeh, gemas dengan bibir Niken yang benbentuk kue cucur "Yah. Gue kan cuman pengen tahu doang." Ujarnya sembari berusaha menahan tawa.
"Lu sih baperan." Sindir Niken.
Luisa mendesis, kesal "Ihs gue teman kalian panteslah tahu. Mrs sinikel." semprotnya dan meninju pelan bahu Niken.
Disaat Niken dan Luysa sibuk beraduh mulut sambil sesekali cakar-cakaran dan jambak menjambak. Haha bercanda itusih tingkah laku animals alias mouse or cat. No Human! Stella malah melanjutkan rutinitas hariannya. Apalagi kalo bukan menjawab semua soal mata pelajaran UAS.
****
STELLA!
Semua pelajaran untuk hari ini telah selesai.
Tepat pukul 14.00---Waktu Indonesia bagian Barat.
Aku, Niken dan Lulu masih harus pulang bareng, karena mereka berdua harus mengambil beberapa barang dirumah.
Aku juga belum dapat sopir pengganti Pak Muklis. Jadi harus nebeng ke Niken dluh sementara. Kalo Lulu emang terpaksa gak di jemput karena lagi nginep dirumahku sejak kemarin.
Tiba depan rumah , pagar rumah udah kebuka lebar. Gak perlu repot lagi untuk turun bukain pagar, mobil Niken langsung saja melaju masuk halaman parkir.
Setelah keluar mobil. Aku terperangah melihat Rimba sudah dengan gaya slengeannya di teras rumahku. Aku melangkah lebih dekat kepadanya.
"Lo ngapain lagi ?" tanyaku pada sosok manusia menyebalkan didepanku.
Rimba yang melihatku menghampirinya, buru-buru bangkit dari kursi "Gue jemput lo! Gak ada toleransi lo musti ikut! Tangerang - jakarta jauh neng, Jangan buat gue bolak-balik." Jawabnya dengan nada jengkel.
Melihat Rimba banyak omong aku muak, apalagi dengan dia yang sekarang semakin maksa buat aku ikut dia ke Tangerang.
Alhasil aku acuhin dia, aku bergegas masuk kedalam Rumah--diikuti Niken dan Lulu yang juga melenggang masuk.
****
"Kalian ke pentry aja, cari yang bisa dimakan. Pasti laper, kan?" pintahku ke Niken dan Lulu setelah berada diruangtamu.
Dan keduanya menurut langsung melenggang meninggalkan aku diruangTamu sendiri. Sebab aku musti ladenin saudara tiriku yang gak tau diri itu.
"Gue gak mungkin ke tangerang, sekolah gue disinih." ucapku ketika Rimba berada diruangtamu denganku. Saat tadi kami masuk ternyata dia diam-diam mengekor dibelakang kami ikut masuk.
"Pindah sekolah skalian kata bokap lu !" tuturnya sembari duduk nyaman disalah satu sofa dengan entengnya.
Aku melihatnya jengkel seolah Rimba menang gak pernah menghargai aku sebagai pemilik rumah "Gak bakalan yah. Gue udah mau UAS" balasku kasar.
"PP Tangerang-Jakarta !"
"Enak banget ngomong. Jauh tahu ." Aku masih males buat duduk. Aku biarin dia duduk sendiri. Aku meninggalkannya dan menyusul Niken dan Lulu di pentry. Dia hanya menatapku Nanar.
Dan gara-gara si brengsek itu, seharian aku terus aja ngomel kek buibu gagal terima arisan berlian.
"Gue harus balik rumah Stell." ucap Niken setelah kami bertiga sudah duduk manis dikursi meja bar.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Gue ada acara keluarga, mo ke Bandung." jawab Niken.
"Ohyaudah Gak apa" ucapku dan beralih menatap Lulu "Kalo lo gimana?"
"Gue juga harus balik. Keluarga Nathan ke rumah di undang ortu buat Dinner." Lulu menjelaskan dengan hati-hati.
" Bang Regar di Jakarta yah?" potongku banting stir ke persoalan lain, biar gak ketauan kalo lagi gak pengen ditinggalin.
Luysa mengernyitkan dahi, bingung " kok tahu?" tanyanya.
"Ada yang kepoin instagram bang Regar ni ceritanya " timpal Niken.
'Tahu aja nih si artis trump kalo gue taunya dari IG' batinku.
Lalu aku menyeringai, secepat mungkin menyangkal " Idih apa an sih, orang di follow pasti tiap post bakal muncullah di berandaa!" sangkalku.
Kini Niken dan Luysa malah asyik nyengir bersamaan.
"Jadi folow followan yah!" goda Niken lagi.
Dan aku mengidikkan bahu, ngerih dengan pikiran Niken "Kayak lo nggak aja!" Protesku.
Niken mesem-mesem " Okedeh, santuy!" ucapnya.
"Jadi gue jawab juga apa gak usah nih, bang Regar apa iya lagi di Jakarta?" tanya Luysa dengan nada menggoda ku.
Aku hanya diam dengan wajah yang mulai merona, sedang Niken terus saja senyam-senyum mengejek ku. " Udah gak usah Luy, Stella lebih tau, tadi itu pura-pura nanya aja dia!" terangnya.
Aku pun jadi ikutan kesem-sem ingat waktu pertama kali Aku bertemu Bang Regar, waktu itu kita masih kelas 2 SMP.
Mulai dari itu aku pertama kenal bang Regar, dan sejak saat itu juga aku memperlihatkan rasa sukak ku pada bang Regar, aku yang hampir tiap hari nitip bekal buat bang Regar yang suka anterin Luy ke Sekolah. Aku yang selalu kalo main di rumah Luy, selalu ketahuan ngintipin bang Regar main basket di taman samping rumah, atau ketika bang Regar sedang baca buku di ruang tamu.
Ada banyak dehh pokoknya tingkah ku untuk bisa lihat bang Regar kalo lagi ada di Jakarta.
Kan Bang Regar sejak lulus SD, dia udah pindah Negara Ke Prancis. Jadi sekolahnya pun disana.
Kalau pun ke Indonesia (Jakarta) yah paling lagi libur sekolah aja. Makanya itu setiap tahu bang Regar lagi berkunjung ke Jakarta, aku pasti langsung ke rumah Luysa, dengan beberapa jurus jitu biar Luy tidak curiga.
Aku memang sampai setergila-gilanya dengan bang Regar ketika itu. Hanya saja aku sebisa mungkin menyembunyikan hal memalukan itu pada kedua sahabat ku.
Bagaimana mungkin, aku yang masih berusia 14 tahun berani menyukai remaja berusia 5 tahun diatas ku.
Mungkin kalau sekarang ketika aku sudah berusia 16 tahun itu hal yang bisa, tidak akan bermasalah. tapi tidak untuk waktu itu.
Aku masih sangat imut dan belum pantas untuk berurusan dengan hal semacam itu.
Itulah alasan terbesar, kenapa aku selalu menyangkal perasaan ku teruntuk bang Regar. Aku sama sekali tak ingin kedua sahabatku tahu, terutama Luysa. Pasti dia akan menolak hal itu.
Bagaimana pun dia tidak akan mau, jika abangnya ada hubungan apa-apa denganku. Selain karena abangnya tidak tahu cara memperlakukan gadis, Luysa juga tak ingin merusak hubungan persahabatan kami dengan membiarkan aku dan abangnya pacaran. Luysa takut jika kami putus, aku akan membuat jarak dengannya. Terlebih Luysa juga tak ingin memilih aku atau pun abangnya, karena katanya aku dan abangnya sama berharganya.
Makanya setiap Luysa mau pun Niken menanyakan perasaan ku, aku terus menyangkal.
Kataku, itu hanya rasa kagum anak kecil bukan apa-apa, dan sekarang udah hilang!
Begitu selalu alibiku.
"Gak apa,kan Stell?" tanya Niken membuyarkan lamunan ku tentang Bang Regar.
Aku sontak menautkan kedua halis ku" Apanya yang gak apa?'' tanyaku mulai bingung.
"Yah soal gue ke Bandung, emang kira lo apa?" tanya Niken balik.
"Oh itu, iya gak apa kok" jawab ku.
"Iya, jadi gak enak ninggalin lo sendiri!" tambah Lulu dengan wajah sok sedih.
"I see, udadeh Rempong" dengan tenang aku ucapkan itu, tak ingin membuat mereka khawatir.
Niken dan Lulu menatapku serius "Beneran?" tanya mereka kompak.
Aku tersenyum santai "Iyalah. Apaansih . keep enjoy , tegang banget gue gak apa kok." Kilahku dan berusaha senyum ke mereka meski sebenarnya aku gak pengen mereka pergi.
"Iya majikan kalian bakal ikut gue." potong Rimba tiba-tiba---tanpa permisi Rimba sudah berada di Pantry ikut nimbrung bersama kami.
"Eh lo, Ngomong mikir dong!" ujar Lulu makin kesal melihat tingkah gak sopan Rimba.
Rimba Melotot "Lo orang itu yang ngomong mikir. Gue ini lebih tua dari lu pada. Attitude di Pakek" ujarnya ngegas.
Luysa malah mendesis "Ish. Ngomongin ettitude. gak cocok." semprotnya.
Luysa terus saja melayani bacotan Rimba sambil sesekali memerhatikan tampilan Rimba yang memang seperti anak jalanan.
"Dasar anak jalanan" gumam Luy sambil tersenyum getir dan aku yang bisa mendengar gumaman luy karena berdekatan, ikutan tersenyum.
"Udah. Gue mau cabut dulu, jam 7 gue balik jemput lo, Mau lo menetap disanah atau gak. Itu urusan lo sama bokap lo, Ngomongin disana. Ingat yah jam 7 lo udah harus Siap. Bye!!" Ucapnya dengan nada membentak.
Dan tanpa perduli dengan bacotan Lulu dan menunggu jawaban ku, Rimba berlalu begitu saja pergi seperti tak menganggap kami penting.
Atau mungkin karena dia udah kesal dua hari bolak balik tangerang -jakarta!
****
Tiga puluh menit lalu---setelah Lulu dan Niken pamit pulang kerumahnya masing-masing karena keperluan mendadak.
Aku sibuk prepare beberapa keperluan yang bisa aku pakek selama ikut kemauan bokap ke Tangerang.
Pukul delapan belas lewat lima belas menit---Seperti janjinya akan menjemputku pukul tujuh malam. Rimba sekarang sudah siap dengan kendaraan online yang dia pesan. Sengaja, karna dia tahu dengan jelas kalo aku menolak ikut dengannya berdua naik motor. Walopun akhirnya tetap ada dia dalam mobil paling tidak masih ada jeda untuk menghirup udara lain selain wangi tubuhnya yang aku cium sepanjang perjalanan. Gak bisa kebayang aku bakal naik motor duduk dibelakang Rimba dan oh gak mungkin. Buang jauh-jauh riuhan aneh itu.
Aku merinding memikirkan hal itu "JANGAN SAMPAI!" gumam-ku.
****
Selama perjalanan hanya ada keheningan dalam mobil. Sesekali aku mendengar Rimba berceloteh aneh dengan supir. Pikirku dia pasti sedang bosan.
Hingga tiba di kediaman baru papah. Tepatnya rumah Mrs. Tania. Ibunda Rimba. Mama tiriku.
Sudah pukul: 21 lewat beberapa menit. Tentu semua sudah pada lelah dengan rutinitas akhir pekan. Barang-barangku diangkut masuk kedalam oleh Rimba.
Aku mengekor dari belakang. Aku bisa menebak dengan sekali melihat saja, sepertinya keluarga Mrs. Tania sering mengadakan Party Outdor. Rumahnya memiliki pekarangan yang luas.