Chereads / SANG PENGGODA CINTA / Chapter 21 - Makan Siang Bersama

Chapter 21 - Makan Siang Bersama

Suara kekehan Gathan terdengar. "Marah? Kakak tidak marah hari ini."

"Sudah hilang rasa marahnya?" Kanzia bertanya lagi.

"Zi ... Zi .... Kakak tidak mungkin marah lama-lama kepadamu. Kemarin hanya sedikit bete saja. Kau sudah membuat malu Kakak di depan dokter Nay."

Kanzia terkekeh geli. Ia sadar tingkahnya kemarin membuat Gathan malu dan merasa ingin menghilang saat itu juga di depan wanita yang ia suka.

"Maaf, Kak. Melihat kalian yang malu-malu kucing selalu membuatku terpancing untuk menggoda," sahut Kanzia.

"Kakak harap itu yang terakhir kalinya. Kakak tidak akan memaafkanmu jika melakukan hal seperti itu lagi, Zi." Suara Gathan sedikit mengancam.

"Ya-ya-ya. Baiklah. Tapi Kakak akan menyesal jika tidak segera menembaknya." Kanzia menyengih seraya memainkan poninya yang berantakan.

"Nanti ada saatnya, Zi. Tenang saja!"

"O-oke." Kanzia manggut-manggut. Dia lalu bertanya, "Kalau begitu mengapa Kakak meneleponku?"

"Kakak ingin mengajakmu makan siang di restoran kakak. Bagaimana?" Tawaran Gathan terdengar seperti angin segar bagi Kanzia. Apalagi perutnya sudah lapar dan ia harus banyak menghemat pengeluaran bulan ini.

"Boleh, tapi jemput, ya!" ucap Kanzia bersemangat.

"Iya, Zi. Lagipula hanya sepuluh menit menuju rumah sakit."

"Aku tunggu!"

Kanzia mengakhiri pembicaraan via telepon. Wanita itu lalu meletakkan ponselnya kembali ke dalam tas. Dia membereskan semua barang-barangnya dan bergegas pergi menunggu Gathan di dekat pintu masuk rumah sakit.

Lima belas menit kemudian, mobil Sedan berwarna hitam berhenti tepat di depan Kanzia yang berdiri menunggu. Tanpa menoleh lagi, Kanzia yang tahu mobil itu milik Gathan segera beringsut masuk duduk di sampingnya.

Cukup lama pasangan kakak dan adik itu berada di dalam mobil, tapi Gathan tidak juga berbicara sepatah kata pun. Matanya menatap lurus ke depan seakan tidak ada dunia lain di sekitarnya. Kanzia pun tampak duduk tenang di samping Gathan.

Perjalanan memakan waktu sepuluh menit sampai akhirnya mereka tiba di restoran sushi bernama Ai Sushi Yu milik Gathan. Kanzia membuka pintu mobil, mengedarkan pandangan ke seluruh tempat. Suasana saat itu sedang ramai.

"Kak, kalau begini terus kau akan cepat menjadi milyuner seperti Ayah," ujarnya terkesima.

Gathan menyengir, membalas perkataan Kanzia, "Masih jauh, Zi. Ayah tidak akan pernah terkalahkan dan tidak akan membiarkan orang lain mengalahkan kekuasaannya."

Kanzia mendengus kemudian terkekeh, tampak sangat geli mendengar ucapan Gathan. Pria itu menarik dagunya, menatap heran.

"Kenapa kau tertawa?"

"Tidak apa. Sepertinya Ayah tidak pernah berubah."

"Ya, dia memang selalu seperti itu. Tapi mungkin saja nanti ia akan berubah setelah kau pulang ke rumah dan menuruti apa yang ia inginkan," sahut Gathan membuat Kanzia terdiam. Ia merasa itu hal yang mustahil terjadi. Pandangannya dengan sang ayah sangat berbeda.

Gathan mengusap-usap puncak kepala Kanzia seraya mengurai senyumnya. Kanzia sontak menarik tangan Gathan menjauh.

"Haish! Rambutku berantakan!" keluhnya.

Gathan terkekeh lalu mengajak adik bungsunya duduk tidak jauh dari tempat mereka berdiri. "Tunggu sebentar! Aku akan mempersiapkan menu kesukaanmu," ujarnya.

Kanzia mengangguk. Pengusaha restoran itu pun pergi meninggalkannya sendiri. Sambil menunggu Gathan, Kanzia mengarahkan pandangannya ke sekeliling. Suasana ramai itu makin terasa mendekati waktu istirahat makan siang yang sebentar lagi habis.

Kanzia tersenyum memperhatikan suasana di tempat itu. Memang, popularitas restoran Jepang sang Kakak sedang beranjak naik tiga tahun terakhir ini. Dia berhasil mendirikan restorannya hampir di seluruh penjuru Indonesia. Awalnya sang Ayah menentang Gathan, tapi Gathan yang seorang pekerja keras berhasil membuktikan kesuksesannya.

Selang sepuluh menit kemudian, Gathan membawa nampan berisi sushi kesukaan Kanzia dan meletakkannya di atas meja.

"Wah, sushiku!" seru wanita itu bersemangat.

Gathan tersenyum, lalu duduk di depan sang adik. "Makanlah sepuasmu!"

Kanzia mengangguk dengan senyum tipisnya. Ia meraih sumpit di depannya. Diambilnya sepotong sushi avocado salmon di hadapannya. Dengan cepat dokter wanita itu melahapnya.

"Kakak, ini sangat enak. Rasanya tidak berubah dari waktu ke waktu," pujinya.

"Tentu saja. Kau tahu kalau aku pandai membuatnya, Zi," sahut Gathan melempar senyumnya. Dia kemudian terdiam sejenak menatap Kanzia sambil bertopang dagu. "Zi, apa kau ingat pria yang mobilnya kau tabrak kemarin?"

Mendengar pertanyaan Gathan, seketika wanita itu menaruh sumpitnya di atas piring. Ia menghentikan makannya. "Astaga! Aku lupa menghubunginya, Kak. Dia pasti sedang mengumpatku saat ini karena tidak juga menghubunginya," ujar Kanzia buru-buru mengambil ponselnya dan kartu nama yang ia dapatkan dari Reynand kemarin. Dengan segera menekan angka-angka itu pada layar ponselnya.

"Kau tahu ... dia tidak akan menanti teleponmu, Zi. Pria itu seorang direktur perusahaan besar," sahut Gathan menarik setengah senyumnya.

"Setidaknya, aku akan menunjukkan ketulusanku untuk mengganti biaya reparasinya," timpal Kanzia yang langsung menelepon Reynand.

"Kau sudah memutuskan untuk menggunakan kartu itu?" Gathan meninggikan alisnya menatap heran.

"Ya! Tapi aku akan langsung menggantinya setelah mendapatkan gaji pertamaku," lanjut Kanzia masih dengan layar ponsel yang menempel di telinganya. Mengerling menatap Gathan sambil menunggu panggilan teleponnya diangkat.

"Ayah tidak akan menerima uangmu. Ia justru akan senang jika kau menerima uangnya. Sudahlah jangan keras kepala. Ayah sangat sayang kepadamu, Zi," lanjut Gathan yang memang diberikan tugas untuk mengawasi sang adik yang tinggal sendiri di Jakarta.

Mendengar jawaban Gathan, Kanzia terdiam. Ia tidak mampu berkata-kata lagi. Bahkan sekadar untuk menjawab rasa sayang sang Ayah. Namun dalam hati yang paling dalam, Kanzia membenarkan kata-kata sang kakak.

Kanzia menutup panggilan telepon yang tidak juga diangkat oleh Reynand lalu meletakkannya kembali ke dalam tas tangan yang ia bawa.

"Aku akan mencoba menghubunginya lagi di rumah. Pria itu tidak menjawab panggilanku," ujarnya mengalihkan pembicaraan. Ia tidak peduli dengan ujaran Gathan.

"Sudahlah! Lupakan saja. Baiklah, kakak tidak akan membahas tentang uang dan Ayah lagi," sahut Gathan terdengar putus asa. Ia lalu mengarahkan pandangannya pada beberapa potong sushi di hadapannya. "Sekarang, lanjutkan makan siangmu. Setelah selesai, Kakak akan mengantar kau pulang ke rumah kontrakanmu."

Kanzia mengangguk. Ia pun kembali menyantap menu sushi di hadapannya dengan lahap. Gathan yang duduk di depannya hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat pemikiran dan tingkah laku Kanzia yang belum juga dewasa.

Aku tidak tahu bagaimana tanggapanmu nanti bila kau tahu rencana yang telah Ayah susun untukmu, Zi, batin Gathan dengan pandangan tajam ke arah sang adik.

Kanzia yang merasa diperhatikan mengangkat alisnya menatap heran. "Ada apa, Kak? Mengapa melihatku dengan tatapan seperti itu?"

"Tidak. Tidak ada," jawab Gathan tersenyum penuh arti. Ia kembali mengulurkan tangannya dan mengacak-acak puncak kepala Kanzia yang memiliki rambut panjang berwarna hitam legam itu.

"Haish! Benar-benar minta kupukul!" ucap Kanzia kesal. Ia tidak suka Gathan kembali menyentuh kepalanya. Sedangkan pria itu hanya terkekeh tidak peduli.