Adena melirik jam di café itu. Masih pagi. Langit di luar masih menunjukkan suasana dimulainya hari. Adena menoleh ke luar. Jalan raya semakin sibuk. Udara yang ia rasakan pun mulai agak panas. Adena jadi ingin cepat-cepat kembali ke flatnya. Dialihkannya pandangan sambil kembali menatap menu. Jari-jarinya bergerak tidak sabar.
Anis yang bergerak lambat dalam membuat pesanan Adena menoleh ke luar. Dalam waktu singkat, alisnya mengerut. "Evan?"
Adena melirik Anis, diam-diam kaget dan bingung. Jantungnya berdegup keras. Enggak mungkin. Serius ini enggak mungkin banget, batin Adena panik. Dirga hanya melirik Anis bosan.
"Nis, cepetan bikinnya," tegur Dirga.
"Serius, Ga. Itu Evan. Tuh kan dia pakai jaket Barca item itu lagi. Nggak pernah ganti, kayak nggak pernah dicuci aja."
Jantung Adena berdegup makin keras. Jaket Barcelona hitam. Evan. Mungkinkah itu dia? Adena tidak ingin berharap terlalu tinggi.