Barra terbangun sekitar pukul sembilan lebih, pun tak benar-benar beranjak dari ranjang karena masih menikmati ereup-ereup ayam, jam setengah sepuluh ia baru sudi meninggalkan kasur empuknya dan bergerak memasuki kamar mandi. Sekarang laki-laki itu sudah wangi aroma citrus yang khas, ia bergerak menuruni anak tangga hingga tiba di lantai utama, sekarang Barra sudah terbiasa naik-turun tangga tanpa perlu mendesah, sebab beginilah rutinitas yang mesti ia lakoni.
Laki-laki itu menghampiri dapur, terlihat Asma sibuk mencuci piring seraya bersenandung lirih tembang jawa yang biasa dinyanyikan oleh mendiang Didi Kempot, Barra yang kurang memahami bahasanya memilih untuk tetap tidak peduli, memang sudah biasa Asma begitu.
Ia menarik kursi di balik meja makan, menuang air putih dari wadah kaca pada gelas kosong sebelum meneguknya hingga habis, lagi-lagi Barra merasa kesepian menyadari Arista dan Rere berangkat bekerja, hanya satu orang yang sedari tadi belum terlihat bola mata.
