Chereads / KALA HUJAN WAKTU ITU..!! / Chapter 6 - Hasrat dan Cemburu

Chapter 6 - Hasrat dan Cemburu

Diah lebih dulu datang setengah jam dibanding Akbar. Dirinya tidak tenang menunggu Akbar datang ditambah suasana sepi dan dingin membuat Diah tidak bisa duduk diam di bangku terbuat dari beton luar Balai Desa. Matanya memandang lurus kearah depan pintu masuk, sosok Akbar masih belum juga kelihatan.

Satu jam setelah menunggu lama dan hampir saja Diah pulang, suara motor Akbar terdengar keras memekak telinga Diah. "Hi, elu udah lama?!" Tanya Akbar memarkirkan motornya, senyumnya mengembang penuh misteri.

Diah cuma bisa menggeleng malu. Masih saja seperti ini bila Akbar yang menegurnya. Hati yang berdebar, wajah yang tersipu malu. Lalu menunduk agar semu diwajahnya tidak terlihat oleh Akbar.

"Maaf ya, aku telat..!!" Ujat Akbar duduk disamping Diah. Diam, saling berpandangan setelah itu. Hati Diah gelisah, perasaan didadanya masih saja sama pada Akbar. Namun ia takut mendekati laki-laki yang begitu banyak di idamkan gadis di desa ini. Terlalu sempurna untuknya, terlalu tinggi keinginan dirinya untuk mendapati Akbar yang berstatus anak kepala desa. Walau sebenarnya ia dan Akbar sudah di jodohkan oleh ayah mereka masing-masing.

Hatinya bergetar, saat Akbar menatap dirinya yang sedang menganggumi laki-laki dihadapannya. Diah secepat mungkin memalingkan wajahnya. Menunduk.

Akbar tersenyum, tangannya bergeser sedikit demi sedikit mendekati tangan Diah berada. Segera mungkin Diah menarik tangannya yang sudah bersentuhan.

"Kenapa?" Tanya Akbar menerima penolakan Diah.

"A..pa?" Diah tidak mengerti maksud Akbar.

"Kenapa lu nolak gue? Sedangkan laki-laki lain boleh menyentuh elu?"

Degh.. mendadak perasaan Diah tidak enak mendengar ucapan Akbar. "Ma..ksud..nya..?!"

"Elu.. dan laki-laki bule itu.." Akbar menoleh ke arah Diah. Ia tidak melanjutkan ucapannya, ia rasa, Diah pasti mengerti maksud ucapannya barusan.

Degh.. ucapan Akbar bagai petir yang meluluh lantakan hatinya disiang bolong. Matanya tak berkedip memandang Akbar. "Gimana dia tau?!" Tanya batinnya membuat dia tak mampu berkata. Diam bagai patung, hatinya seketika kacau mengetahui ini semua.

"Ja..di ini maksud kakak yang bilang mau ngobrol sama aku?!"

"Iya, tadinya gue pengen ngobrol banyak hal. Tapi setelah gue tau elu udah dipake sama bule itu.." Akbar mendekati diri sedikit demi sedikit, lalu..

Cup.. "Gue jadi penasaran untuk ngedapatin apa yang bule itu dapet dari elu..!" bibir Akbar mencoba kembali mendekati bibir Diah dan membuat teman semasa kecilnya itu tersadar dari lamunannya. Diah menolak untuk diteruskan, mendorong, kemudian pergi meninggalkan Akbar.

Obsesi laki-laki itu terlalu besar untuk mendapatkan Diah seutuhnya. Ia tidak menginginkan laki-laki lain mendapatkan Diah.

Mengejar.

Kemudian menangkap tangan Diah. "Apa gue gak bisa dapetin elu sedikit aja?" Diah tambah takut mendengar ucapan Akbar, apalagi tatapan laki-laki itu. Seakan Akbar ingin menelan hidup-hidup dirinya. Bukan Akbar yang seperti Diah kenal.

"Lepasin Bar, lepasin.." mohon Diah menggeleng-gelengkan kepala. Meronta sambil terus melepaskan genggaman tangan Akbar yang terlalu kuat mengecengkram pergelangan tangan Diah.

"Kenapa Di? Kenapa laki-laki bule itu aja yang boleh menikmati tubuh lu sedangkan gue gak boleh?"

"Gak.. bukan.. bukan begitu..!" Diah semakin ketakutan dengan ekspresi wajah dan tatapan laki-laki yang dulu amat ia sayangi.

"Bukan apanya, elu pasti menikmati p*n*s cowok bule yang besar itu kan?" Akbar menarik tangan Diah, memaksa buat melakukan apa yang ia inginkan sekarang dari Diah. Akbar telah berubah, dulu menghargai Diah sebagai wanita yang alim. Tapi sekarang, setelah ia tau kenyataan dari mulut Mike sendiri, Akbar seakan tak peduli lagi perjodohan dan tentang Diah. "Ayolah, lu juga pasti akan menikmati punya gue. Gue akan bikin elu ketagihan..!"

"Gue mohon.., lepasin gue sekarang..!"

Pinta Diah memelas. Akbar tidak peduli ocehan Diah.

"Jangan munafik, Di! Gue dan dia sama-sama cowok. Dan gue akan ngelakuin seperti cowok bule itu lakuin sama elu..!" Diah cuma menggeleng, tak terasa, air mata itu mengalir tanpa diminta.

Ada rasa sakit yang kembali terbuka. Akbar yang selalu ia kagumi dan ia kenal sebagai laki-laki baik juga santun, mendadak berubah oleh hawa nafsu atas dirinya. Akbar mulai menghimpit tubuh Diah kedinding, lalu bibirnya mulai menyerang bibir Diah secara paksa. Kemudian turun ke leher Diah yang sedikit terbuka, antara nikmat dan rasa jijik Diah selalu menolak setiap kecupan Akbar dileher dan cuping telinganya.

Dan sementara itu, Austin berpamitan pada Adrian setelah menerima pesan dari Mike. Sepuluh menit Diah keluar dari rumahnya.

"I'm in hotel now. Where are you..?" Chatnya. Austin sedikit geram pada saudara laki-lakinya itu.

"Sial, kenapa dia gak bilang dari tadi." Umpatnya kesal, beranjak dari tempat duduknya. Adrian sedikit bingung, dia juga tidak paham umpatan Austin yang baru saja terlontar dari mulutnya.

Austin memasuki kamar tamu. Berpakaian lengkap miliknya.

"I'm so sorry, i must go back to hotel." Adrian menatap laki-laki asing itu, tidak mengerti ucapan Austin. Ayah dari Diah hanya lulusan SMU yang hanya mengerti sedikit-sedikit percakapan bahasa inggris "Thank you very much for your help." Tambah Austin, mengajak salaman.

"Do you want go now?"

Austin mengangguk, lalu mengulurkan tangannya. "Once more, I beholden with you Sir."

Adrian menerima jabatan tangan Austin. "You're welcome and I just can do that, no more." Sahut Ayahnya Diah yang sedikit mengerti pada kalimat terakhir Austin.

Austin tersenyum dan lalu meninggalkan Adrian yang mengantar sampai pintu sambil melambaikan tangannya.

****

Lalu sekarang, Austin berdiri dikejauhan di mana matanya melihat pemaksaan Akbar pada Diah. Adik laki-laki Mike berlari setelah dia mengenali wajah anak perempuan Adrian itu.

Di hempaskan genggaman tangan Akbar dan lalu..

Buuuk..

Satu tinju dari Austin menghantam tepat di pipinya hingga Akbar terjatuh.

"Mi..ke?!" Sebut Diah berdebar. Ada rasa takut yang mendadak melebih ketakutannya tadi saat Akbar memaksanya berbuat nista. Berada dilingkungan dua laki-laki yang telah menodai dan laki-laki yang ingin menodainya. Mundur beberapa langkah.

Austin menggeleng.. "gue Austin, yang tadi ditolongin Ayah elu." Diah sedikit bernafas lega. "Lebih baik kita pergi dari sini..!" Usul Austin meraih tangan Diah dan mengajaknya menjauh dari Akbar yang masih meringis kesakitan.

"Br*ngs*k, siapa yang berani ganggu gue, Hah?!" Pekik Akbar marah. Menoleh. Matanya tiba-tiba melotot, dahinya berkerut hingga alis beradu satu sama lain. "Kemana mereka?" Matanya mencari sosok Diah dan orang yang telah meninju pipinya.

"Sial..! Berani-beraninya dia berurusan sama gue. Liat aja, Diah pasti gue dapetin walau gak sekarang." Katanya ngedumel sendirian.

****

Kaki Diah enggan melangkah mengikuti Austin. Diam hingga genggaman tangan laki-laki asing itu terlepas. Menoleh, menatap setelah ia berbalik badan.

"Kenapa?" Tanya Austin mendekati Diah.

"Mau apa elu sebenarnya?"

Mata Austin langsung mendelik. Lalu mengkerut mencermati ucapan Diah itu. "Maksudnya?"

"Elu.. dan kakak elu yang bejat itu, mau apa sama gue?" Tanya Diah, emosinya sedikit naik.

"Gak ada..!" Sahut Austin, tapi dia tidak tau maksud ucapan Diah dikalimat terakhir. "Kenapa elu bisa bilang kakak gue bejat? Emangnya elu pernah ketemu Mike?"

Diah diam. Duduk di kursi taman kecil karya pemuda-pemudi karang taruna Desa Melati. Hembusan nafas panjangnya pun terdengar membenci nama Mike.

"Hei.. kenapa diam?!" Adik laki-laki Mike menghampiri dan ikut duduk disamping Diah. "Apa kakak gue udah nyakitin elu? Dan apa yang cowok itu bilang adalah benar?" Selidik Austin sangat penasaran dengan jawaban Diah.

Hening sementara.

Anggukan kepala Diah akhirnya membuat Austin kaget. "Jadii..?"

Lagi, Diah mengangguk. "Oh.. my gooosh..!" Katanya mengangkat kepala dan menutup wajahnya. Mengusap, kemudian menatap lekat wajah perempuan dihadapannya yang berwajah putus asa. "Kapan dan Berapa kali kalian ngelakuin ini?!" Austin bertambah penasaran.

"Hanya tadi sore."

"Elu dalam masa subur?"

Sekali lagi, Diah menjawab.

Austin berdiri. Reaksinya terlalu berlebihan. "Gila.. gila.. ini semua gila. Kenapa kakak gue yang selalu buat masalah dan sekarang dia berani-beraninya ngelakuin ini semua pada cewek asing di desa ini?" Ocehnya mondar-mandir di hadapan Diah.

Diam, menatap Diah sekali lagi. Mendekati dengan wajah serius. Di cengkram pundaknya. "Apa lu suka kakak gue?"

Mata Diah melotot mendengar pertanyaan Austin. "Gila, mana mungkin gue suka sama kakak lu yang gila itu." Pekik Diah menghempas tangan Austin dari pundaknya.

Dahi Austin menyernyit, seolah ia tidak percaya sama sekali apa yang Diah katakan.

"Elu pikir gue cewek murahan yang gampang tidur dengan laki-laki yang baru aja gue temui?" Tambahnya mengerti maksud pandangan mata Austin yang terlalu mengintimidasinya itu, ngeloyor pergi.

"Terus, kenapa lu mau ngelakuin itu sama kakak gue?"

"Heeh, gue ini korban pemerkosaan kakak elu.. jadi jangan anggap gue suka ngelakuin itu sama kakak lu..!" Balasnya marah, sangat marah dengan jari menunjuk-nunjuk dada adiknya Mike itu. Seolah-olah pertanyaan Austin menganggap dirinya melakukan itu atas dasar suka-sama-suka.

"Hei.., bukan begitu maksud gue. Kalau emang elu suka kakak gue, gue akan bilang sama dia dan nyuruh dia bertanggung jawab sama perbuatannya."

"Gak perlu..!!" Jawab Diah tegas.

Austin tetap mengikuti Diah.

Menghadang Diah.

Diah pun berhenti mendadak.

"Dengar, gue akan minta kakak elu buat nikahin gue, kalau emang dia telah memperkosa elu." Jelas Austin.

"Ga usah, gue akan gugurin anak ini."

"What.. jangan. Itu dosa, lagian gue pengen banget punya ponakan."

"Dasar gila. Udah minggir, gue mau pulang."

"Gue anter."

"Gak perlu. Dan tolong jangan ikutin gue lagi." Tegas Diah, Austin terpaksa menghentikan langkahnya. Diam sambil memandangi Diah yang terus berjalan meninggalkannya.

"Aaaargh.." teriak Austin. "Dasar Mike bego, bodoh.. bisa-bisanya dia bikin kekacauan didesa dan negara orang." Umpat Austin kesal.

"Pokoknya, dia harus bertanggung jawab." Tambahnya semakin geram. Melangkah pergi dan balik ke hotel.

****

Mike membiarkan air dari shower membasahi dan mengalir ditubuhnya. Kepalanya menunduk, bayangan itu mendadak muncul dikepalanya. Kadang senyumnya mengembang, kadang ekspresinya begitu marah. Apa yang ia pikirkan, ada perasaan dosa dan bahagia menyelimuti dirinya saat ini.

Semenjak pertemuan itu, Mike telah jatuh cinta pada Diah. Dan rasa ingin memiliki mendadak membuncah di hatinya. Gila memang, padahal ia baru banget bertemu Diah di hari ini dan saat ini juga. Tidak ada hari esok maupun kemaren perkenalan mereka untuk saling mengetahui diri mereka masing-masing.

Mike sudah sangat jatuh hati pada gadis itu.

"Mike.. Mike, elu dimana?" Teriak Austin mengganggu dirinya yang sedang melamun.

Tok..

Tok..

Tok..

"Mike.. elu keluar sekarang, gue mau bicara penting sama elu..!" Panggil Austin sedikit tak sabaran. Suara Austin membuyarkan segala lamunannya tentang Diah, tentang kejadian tadi di gubuk itu. Mike menyudahi mandinya. Dililitkan handuk pada bagian vitalnya. Ia tak peduli tubuhnya masih belum kering.

Cklek.. "ada apaan?" Tanya Mike.

Disambut..

Buuuk.. dengan satu tinjuan dari Austin yang kena pipinya. Darah segar mengalir dari celah hidungnya. Berbaur jadi satu dengan air.

"Apa-apaan elu? Tiba-tiba nonjok gue?"

"Elu yang apa-apaan..?!" Sergah Austin tak kalah sengit. "Elu tau kan, kita disini cuma mau berlibur. Bukan buat hamilin salah satu cewek didesa ini."

"A..pa?!" Mike tersentak. "Gimana elu tau tentang itu..?!" Darah dilap-nya.

"Gak perlu lu tau, yang jelas otak elu udah gila buat ngelakuin semua itu."

"Iya, gue gila.. gue gila saat liat tubuh indahnya berada dihadapan gue."

"Apa?! jadi elu ngelakuin itu karena nafsu?!"" Pekik Austin.

Mike mengangguk.

"Haduuuh.. Mike.. Mike, perbuatan elu itu bikin semua jadi kacau tau, gak?!" Austin mengusap wajahnya, ia tidak tau lagi apa yang harus ia lakukan. Mike terlalu keras kepala, sebagai adik dari kakak yang berbeda sepuluh menit itu membuatnya kadang bikin dia sakit kepala.

Ia tau siapa pacar Mike di negaranya. Bahkan dia dan pacarnya itu sudah sangat lama berhubungan. Sepuluh hari lagi dia dan pacarnya itu akan bertunangan. Tapi sekarang, tindakan bodohnya malah bikin dia bertambah sakit kepala.

"Dasar bodoh, elu tau kan kita dari keluarga terhormat dan terkaya di Eropa?"

Mike mengangguk.

"Dan elu sadarkan gimana sikap mom dan daddy kalau mereka tau masalah ini?"

"Gue tau itu." Sahutnya singkat.

"Dan elu sadar kalau elu udah mau tunangan?"

Mike mengangguk. "Tapi gue gak cinta sama dia?"

Tangan Austin mengepal. Baru kali ini dia mendengar keluh kesah kakaknya yang terdengar mengesalkan ditelinganya. Seakan-akan, ucapan itu kayak sampah yang baunya busuk. Seenak jidatnya bila bicara. Menganggap Diah sebagai pelampiasan nafsu, melakukan tanpa rasa suka pada gadis desa itu. Walau sebenarnya Mike sedikit ada rasa, tapi pengakuan Mike barusan bikin Austin bertambah jengkel.

Sekarang, apa lagi kalau bukan masalah percintaannya dengan Abigail. Cewek yang sempat Austin juga menaruh hatinya. Cewek populer di kampusnya. Leader cheerleaders kebelasan tim baseball. Mike dengan mudah bilang kalau dia tidak mencintai Abigail.

Lalu, apa nama hubungan antara Mike dan Abigail selama ini? Bahkan mereka memutuskan untuk bertunangan.

Austin mengepalkan tangannya, erat, semakin erat kala kata demi kata yang enggan ia dengar dari bibir kakaknya. Geram. Dan lalu..

Buuk..

Gubraak..

Satu tinju mendarat lagi. Kali ini disebelah kanan.

"Sekali lagi elu bicara begitu tentang Abigail, mampus lu." Ancam Austin kian geram. "Sekarang, gue gak mau tau, lu suka atau gak sama gadis itu atau lu sama sekali ga cinta Abigail, tapi yang gue mau elu beresin masalah elu sama gadis itu sebelum kita balik ke London." Tambahnya kian marah. Mendorong tubuh Mike yang sempat ia tarik hingga duduk.

Mike cuma bisa membisu saat ancaman keluar dari mulut adiknya yang sangat bawel itu.

****

Bersambung..