Chereads / KALA HUJAN WAKTU ITU..!! / Chapter 4 - Petaka

Chapter 4 - Petaka

Akbar tercengang mendengar tuduhan Mike yang tidak dikenalnya. Ia berdiri sembari mengelus pipinya yang terasa nyeri. Bekas tinju Mike terlukis di wajahnya. "Hei.. elu Gila? maksud lu apa dengan semua ini? Tiba-tiba elu nonjok gue dan nuduh gue yang gak-gak..?!" Teriak Akbar.

"Gue liat, elu bikin cewek itu nangis..?!" Lagi, Mike menuduh Akbar tanpa alasan dan bertanya.

"Siapa, HAH?!" Tanya Akbar menatap jalan kosong tersamarkan oleh gelap dan air hujan yang terus menerus turun tanpa jeda.

Kemudian, Akbar teringat lima menit lalu. Ia teringat siapa yang bicara dengannya tadi.. "ooh.. maksud lu Diah? Right?!"

Mike mengangguk.

"Whaaat?!" Sekali lagi Akbar kaget dengar pernyataan yang keluar dari mulut Mike. "Emang apa hubungannya elu sama dia, Hah?!"

Muka Mike bersemu, merah banget wajahnya, persis kayak lobster direbus lama di air mendidih. "Gue.. gue suka dia."

"A...pa?!" Mike berhasil membuat Akbar syok mendengar suara gugup dari bibir Mike.

Laki-laki yang dianggap rival oleh Mike itu terdiam.

Hening sejenak.

Hanya suara rintikan air hujan yang terdengar diantara mereka berdua.

Lalu..

Raut wajah Akbar berubah. Dari mimik yang serius menjadi hendak tertawa. Ditahan..

"Ha..ha..ha..ha..!!" Gelak tawanya terdengar meremehkan ucapan Mike. Akbar sudah tidak tahan mendengar lelucon laki-laki asing yang saat ini menatapnya serius. "Dasar bule gila, elu stress ngomong kayak gitu. Lagi ngigo kali nih orang, elu pikir elu siapa, Hah? elu tau dia itu udah di jodohin sama gue..! Lagian, elu.."

"Tapi gue dan dia udah berhubungan suami-istri." Ucap Mike memotong perkataan Akbar.

"A..pa? Elu bilang apa barusan?!" Tanya Akbar kurang jelas ucapan Mike tadi.

"Gue.. dan cewek itu udah bersetubuh..!" Ulang Mike mantap. Tatapan tajamnya seolah memberi peringatan pada Akbar agar segera menyingkir dan menyerah untuk mendapatkan Diah.

"Hah..?!" Ucap Akbar singkat. Syok. Mike membuatnya tak berkutik. Bagai tersambar petir dahsyat disiang bolong. Bibirnya bergetar, namun tak ada kata yang bisa terucap jelas di bibirnya. Seolah kata nyangkut di tenggorokannya yang tercekat.

"Jadi.., gue minta elu jauhi cewek itu."

"A..pa?" Akbar menggelengkan kepala. "Gak mungkin.., Diah gak mungkin mau ngelakuin itu sama elu." Bantah Akbar tak percaya. Ia kenal Diah. Ia juga sifat pemalunya Diah, bahkan cewek teman masa kecilnya itu sangat tidak mau bersentuhan kulit dengan lelaki mana pun. Diah sangat menjaga dirinya dari laki-laki manapun. Bahkan, saat berbicara pun Diah selalu menundukkan wajah atau memalingkan wajah saat bicara dengannya.

"Terserah.., yang jelas gue mencintai dia saat pertama bertemu tadi. Gue harap elu ngelupain dia dan jangan dekati dia lagi."

Hati Akbar terasa panas mendengar kata demi kata dari bibirnya laki-laki asing dihadapannya itu. Tangannya mengepal, rahangnya melebar saat giginya beradu. Alisnya menyatu di dahinya yang mengkerut. Marah, sangat marah.

"Aaah.. banyak ngomong lu bule s*il*nnnn.." pekiknya mengangkat tangannya dan terus mengayun, ingin menghajar laki-laki asing yang baru saja memberi rasa sakit hatinya.

Namun Mike menahan kepalan tangan Akbar.

Debuuuk.. kepalan tangan Mike lebih cepat menghantam wajah tampan Akbar hingga terjatuh. Ia meringis bercampur dendam dihatinya. Belum puas sebelum ia menghajar wajah Mike.

Tubuh berdiri lalu berlari dan memeluk juga mendorong tubuh Mike kemudian. Jatuh bersama, Akbar menindih tubuh Mike dan..

Buuk..

Debuuk..

Baak.. tinjuan demi tinjuan menghantam wajah Mike bertubi-tubi tanpa berhenti.

"Dasar bule b*ngs*t, brengsek.. kenapa lu ngelakuin itu semua sama Diah..!! Elu tau, dia.. dia cewek yang gue taksir dari dulu." Makinya tak henti-henti menghajar.

Lalu diam, mengatur nafas. Masih ada sisa amarah dalam dirinya. Nafasnya masih tersengal, Akbar terlalu melepas segala unek-unek dalam rasa emosi pada Mike.

Berdiri, saat dirinya tau Mike sudah menyerah untuk membalas perlakuan Akbar. Diam memandang wajah Mike yang babak belur dengan darah yang menetes dari pelipis, hidung dan juga celah bibirnya. Setengah sadar.

"Aaaah.. kenapa ini terjadi sama gue? gue cinta Diah Tuhaaan.. kenapa bule brengsek ini harus ngambil semuanya dari Diah dan gueee..!"

Mike nyengir, tak lama terdengar suara tawanya yang sedikit ngeledek Akbar. "Bodoh, biarpun elu dijodohin.. tapi dia tetap akan jadi milik gue. Apa yang bisa elu perbuat sama cewek yang udah gak perawan?"

Amarah Akbar kembali memuncak, kalimat kotor dari mulut Mike bikin kepalanya spaneng. Menarik bajunya, mengepal dan melayang kearah wajah Mike yang sudah pasrah menerima semua perlakuan laki-laki teman kecil Diah itu.

Tetapi, Akbar mengurungkannya. Dihentikan gerak laju tangannya. Menggeram, lalu menurunkan kepalan itu perlahan. Akbar berdiri kembali, menatap jijik Mike yang membalas tatapan itu.

Dipalingkan wajahnya dan pergi meninggalkan Mike yang masih terduduk, matanya mengukuti kemana Akbar melangkah. Setelahnya, kepala Mike menunduk. Merasa bersalah pada Akbar.

"Maafin gue." Ucapnya pelan.

****

Diah pulang dengan wajah yang kusut dan pucat. Tubuh juga pakaiannya basah semua. "Assalamualaikum..!" Sebut Diah memberi salam.

"Waalaikum.." Adrian menoleh kearah suara anaknya. "salam..!" Diah menyembut tangan ayahnya dan mencium punggung laki-laki setengah abad sudah merawatnya sendirian.

"Lho, Diah.. kenapa basah kuyup gitu? Terus.." mata Adrian menelisik tubuh anaknya dari atas hingga ke kaki. "Dari mana aja kamu, tadi katanya kamu mau jemput Ayah?"

"Maaf Yah, tadi Diah ketemu orang asing yang nyasar cari jalan keluar desa kita.." katanya lalu diam. Sesaat bayangan itu menari-nari dipelupuk matanya. Ada perih yang ia rasakan saat itu juga. "Maaf Yah, Diah mau mandi dulu." Katanya tidak melanjutkan kalimat pertamanya, ia menundukan kepalanya. Malu pada Ayahnya.

"Eh.. Diah.. tapi.."

Blaaam.. pintu kamar mandi sudah tertutup oleh Diah rada keras.

"Ada apa dengan anak itu..?!" Gumamnya penasaran.

Didalam, air mulai mengucur dari shower gemericik air mulai terdengar. Diah terdiam dibawah guyuran air hangat yang sudah mulai berembun. Dibiarkan tubuh itu dibasahi air hangat setelah air hujan sudah lebih dulu membasahi tubuhnya tadi.

Tak lama, bayangan demi bayangan mulai muncul lagi di benaknya. Otaknya terlalu memaksa untuk mencari dan memilah ingatannya tentang dia dan Mike di gubuk pinggir jalan.

Sentuhan Mike, cumbuan Mike yang sangat memaksa tadi seakan melekat dan tak mau hilang. Tangannya mengelus lengan atas dan kemudian menjalar ke bagian dadanya. Ia bergidik sesaat. Ketika memori dalam kepalanya harus memunculkan gambaran tiap inci tangan Mike yang mulai menyentuh tubuhnya.

Kemudian, tangan itu beralih ke bibirnya. Disitu Mike memaksa bibirnya untuk saling bertautan. Memaksa bibirnya terbuka agar lidah Mike bisa menguasai mulut Diah.

Isak tangisnya mulai terdengar. "Kenapa harus aku? Kenapa aku harus ketemu dengan dia, Tuhan?" Gumamnya. Perasaan jijik pada dirinya sendiri mulai mengusai seluruh jiwanya. Ia mengusap kasar bibirnya, mengusap tubuhnya dengan sponge secara berlebihan. Goresan demi goseran mulai memenuhi tubuhnya.

Diah benci ingatan itu. Ia juga benci kelakuan Mike yang seperti itu padanya. Dan ia juga mengutuk kejadian tadi.

Kepala mulai dirapatkan pada tembok, tangannya masih saja memukul-mukul tubuhnya. Dibiarkan tubuhnya terduduk dan mendongak kearah tetesan air dari shower.

Dan..

"Aaaargh.." teriaknya histeris. Mengundang keingintahuan ayahnya yang di dapur. "Aku benci laki-laki brengsek itu.. aku benci dia.. aku pengen dia matiii..!" Ujarnya meninggi.

"Diah.. Diah.. kamu kenapa?" Panggil Ayahnya mengetuk-ngetuk pintu.

Diam tanpa kata, diam tanpa menjawab panggilan Ayahnya. Diah meringkuk, memeluk tubuhnya. Rasa dihatinya jauh lebih perih dibanding luka-luka goresan di seluruh badannya.

Tok..

Tok..

Tok..

"Diah, jawab ayah.. kamu gak apa-apa kan didalem..?!" tanya Adrian semakin kuatir dengan puteri semata wayangnya.

Diah mengusap sisa air mata yang sudah bercampur dengan air hangat. Diah menghela nafasnya, mengatur deru nafasnya yang terdengar seg-seg-an.

Memakai baju dan kemudian keluar menemui Ayahnya yang terlihat kuatir. "Kamu kenapa, Diah?" Diah menggeleng. "gak mungkin, kamu teriak kenceng banget tadi."

"Emang gak ada apa-apa, kok, Yah..!" Diah menghindar kontak mata dengan Ayahnya. Ia tidak ingin Ayahnya tau rahasiannya saat ini. Duduk dan mengambil segelas air.

Braaak.. Adrian merebut gelas dari tangan Diah dan menaruh ke meja dengan keras. Dipalingkan tubuh Diah menghadap Ayahnya.

"Katakan, bilang sama Ayah apa yang terjadi sama kamu? Apa ada laki-laki yang gangguin atau nyakitin kamu?" Desak Adrian. Diah meringis, cengkraman jari jemari ayahnya terlalu kencang dibahunya.

"Gak ada Yah, gak ada apa-apa..!"

"Diah.., Mungkin Ayah bukan ibumu yang bisa peka apa yang dirasakan anaknya. Tapi Ayah, juga tau apa yang terjadi sama anaknya melalui ekspresi wajah kamu..!!" Ujar Adrian.

Sunyi sejenak.

Ada pergolakan dihati Diah. Ada rasa bersalah juga berdosa pada bapaknya itu. Laki-laki yang rela menghabiskan usianya demi dirinya. Demi melihat dirinya tumbuh dewasa dan sukses. Namun, kini ia merusak harapan itu dalam sekejap. Bukan maunya memang, tapi raut wajah laki-laki setengah abad itu seakan sedang kecewa mendapati puterinya telah dinodai laki-laki asing yang baru ia temui. Andaikan, Diah menghela nafas panjangnya. Andaikan ia tidak ngotot untuk menjemput Ayahnya di rumah, mungkin ia tetap masih dalam keadaan perawan. Masih bisa tetap menyukai Akbar sebagai laki-laki yang ia sukai semenjak dulu.

Sekali lagi, Diah menarik nafas panjangnya. Ia memutuskan, rahasia ini tetap ingin selalu terjadi di hatinya. Diah menurunkan kedua tangan ayahnya yang terlalu keras mencengkram bahunya secara perlahan. Ditatap wajah gagah yang kini mulai terlukis goresan-goresan halus di beberapa bagian wajahnya.

"Yah, Diah beneran gak apa-apa, kok..! Diah cuma capek dan mungkin ini efek dari kehujanan."

"Ta..pi Diah..!"

"Yah.., percaya deh sama Diah. Diah cuma kelelahan." Elaknya sekali lagi, tapi itu tidak membuat Ayahnya merubahan pikiran dan firasatnya.

"Ya, Ayah percaya. Dan Ayah harap, kamu gak mengkhianati kepercayaan Ayah." Ucap Adrian penuh penekanan. Diah mengangguk lemah. Tidak mungkin ia tidak mengkhianati kepercayaan Ayahnya, sebab, semua sudah terjadi.

"Diah masuk ke kamar dulu." Pamitnya. Ayahnya mengangguk dan kemudian duduk ditempat Diah duduk tadi.

"Maafin aku, Yah.. maafin aku udah bohongin Ayah." Gumamnya melirik Ayahnya yang sedang duduk sambil mengesap teh dalam cangkir biru. Lalu Adrian memegang keningnya yang sangat ia rasakan sakitnya.

Dan kemudian..

Duuuk.. bahu Diah beradu dengan bahu lain di rumah itu. Dan herannya, Diah tidak tau ada penghuni lain selain dia dan Ayahnya selama belasan tahun.

"Kamuu..!!" Pekik Diah menunjuk. Namun laki-laki dihadapannya hanya terdiam, bengong, juga tidak mengerti maksud Diah apa padanya.

****

Bersambung...