"Mari kita bersenang-senang Diah." Katanya mulai mendekati Diah. Semakin dekat. Dan lebih dekat lagi. Hingga jarak mereka hanya lima belas senti meter. Diah, namun cewek yang pernah Akbar sukai itu menghindari keinginannya.
"Ooh.. masih munafik juga rupanya." Ujar Akbar terlihat kesal. Menarik rambutnya ke belakang. Wajah Diah lebih terlihat dimata Akbar, namun bukan wajah bahagia saat dulu Diah melihat Akbar di masa sekolah.
Wajah ketakutan Diah di hiasi air mata yang menetes dari pelupuk matanya. Semua tak lagi sama, Akbar berubah semenjak kejadian dimana dia dan Mike melakukan hubungan badan tanpa rasa cinta. Di dalam hati Akbar, ada rasa sakit yang amat dalam. Ia seakan telah khianati Diah, sampai ia berani berbuat nekat seperti ini. Seperti layaknya orang balas dendam.
Ya, Akbar ingin Mike juga merasakan sakit hati seperti yang ia rasakan saat ini. Mike telah merebut miliknya dengan cara licik. Bahkan Mike bukan laki-laki yang Diah dan dirinya kenal. Akbar juga baru mengenal dan bertemu Mike saat ia sedang mencari Diah.
Akbar terdiam melihat airmata itu. Tertegun, lalu tangan yang semula menarik rambutnya ia lepaskan perlahan. Ada sedikit iba menggelayut di rasa yang pernah ada dihatinya untuk Diah. Tangannya menjuntai ia hendak menyeka airmata Diah. "Kenapa elu menangis? Bukankah kita sama-sama tersakiti saat ini, Diah?!" Katanya menyeka air mata wanita yang amat ia sukai itu, bergantian dengan lembut, sangat lembut.
Diah tak menjawab, ketakutan sudah menguasai dirinya. Diah belum sepenuhnya tahu dirinya hamil atau tidak, bahkan kejadian itu baru lewat sehari. Disamping itu juga, tanggal meanstrusi yang biasanya dia dapat belum lewat. Masih terlalu dini untuk memastikan dia hamil atau tidak. Tapi tidak menutup kemungkinan, Diah bisa saja tidak hamil dari permerkosaan Mike terhadapnya. Dan bisa juga Diah hamil dalam sekali melakukan, sebab itu adalah masa suburnya. Dan saat ini Diah takut kejadian dengan Mike terjadi lagi pada Akbar. Apalagi Mike mengeluarkan cairan kejantannya ke dalam rahimnya.
"Elu, udah menghancurkan hidup gue karena elu udah ngasih yang seharusnya jadi milik gue nantinya." Kata Akbar lagi. "Gue mencintai elu, Diah! Dari dulu, dari kita masih sangat kecil. Dari kita belum mengerti bagaimana berpacaran hingga sekarang. Hingga gue minta bokap gue untuk dijodohin sama elu. Gue maunya sama elu. Tapi.." Ungkap Akbar, ada kesan terluka di raut wajahnya. Rasa kecewa yang mendalam pun ia lukiskan di wajahnya itu. Berdiri, duduk di hadapan Diah. Akbar ingin Diah tenang, dan masih banyak yang Akbar sampaikan pada Diah.
"Tapi elu malah ngelakuin itu dengan orang yang baru elu kenal. Gak, bahkan elu belum tau nama orang itu dan siapa dia sebenarnya." Kata Akbar diselingi hela nafas yang panjang. "Elu tau, elu telah menghancurkan semua impian gue, Diah..! Menyakiti hati gue, meluluh lanta-kan rencana indah gue untuk hidup sama elu..!" Kata Akbar menggebu-gebu.
Diah menunduk, ia seolah orang yang paling bersalah di mata Akbar.
"Maaf, ta..pi.. gue hanya korban, Bar. Semua ini.. semua ini bukan kemauan gue." Kata Diah membela diri.
"Iya, tapi elu tetap nerima lamaran laki-laki itu tanpa melakukan apapun untuk gue..?!" Teriak Akbar tersulut kembali emosinya.
"A..pa yang bisa gue lakukan Akbar? Kalau gue hamil tanpa seorang laki-laki apa yang bisa gue lakukan dengan pandangan dan hukum desa kita, Akbar?"
Akbar kembali mendekati Diah, emosi meningkat lagi. Wajahnya dan wajah Diah sangat dekat, sehingga ia merasakan deru nafas Diah yang ketakutan. "Gugurkan, elu bisa kan lakuin itu tanpa harus menikah dengan laki-laki itu demi gue kan, DIAH..!!!" Akbar menyebut nama cewek yang sedang dilanda ketakutan itu penuh tekanan.
Diah terdiam, di tatap sejenak wajah laki-laki yang dulu dikenal sangat ramah itu padanya. Kemudian ia menundukan kepalanya.
Hening sejenak tanpa kata.
Menggeleng setelahnya sebagai jawaban.
"Br*ngs*k..!!" Umpat Akbar sambil memukul sofa. Diah terperanjat, kaget saat suara sofa terdengar keras ditelinganya."Udah gue duga, semua itu emang mau lu untuk ninggalin gue kan??" Bentak Akbar menekan kedua pipinya.
"Atau elu emang suka diperkosa sama laki-laki?" Tanya Akbar di akhirnya dengan jawaban Diah yang membisu.
Akbar tidak peduli Diah setuju atau tidak dengan pertanyaannya itu. Bibirnya mulai di dekatkan lagi. Dan sekali lagi, Diah menolak keinginan Akbar. Tangannya menahan wajah Diah agar tetap menghadapnya. Akbar mulai menempelkan bibirnya. Dan..
Diah menahan dengan kedua tangannya, berusaha menjauhkan wajah Akbar dari bibirnya. Mendorongnya hingga tubuh Akbar terjatuh dan terkena meja. Diah berdiri, kemudian berlari ke pintu.
"Dasar cewek sialan, dikasih enak malah banyak tingkah." Maki Akbar, bangkit, menyusul Diah setelah itu.
Tangan kekar Akbar menahan sekali lagi langkah Diah. Tak ada lagi kebebasan yang Akbar berikan untuk Diah lepas darinya. Akbar tidak mau men-sia-sia-kan kesempatan ini. Ditarik paksa tangan Dian, kemudian di dorong tubuh anak dari Adrian itu ke sofa.
"Kita sudahi aja permainan ini, Diah! Elu menginginkan ini kan..? Permainan kasar dari seorang laki-laki."
"Jangan Bar, jangan.. tolong lepasin gue, Bar. Kasihani gue, Bar.. tolong..!"
"Gak akan, gue gak akan lepasin elu lagi untuk ke dua kali." Akbar membuka kaus dalamnya. Lalu ia mulai melepaskan ikat pinggangnya. Tangannya mulai melepaskan pengait celana. Ikat pinggang itu kini sudah mengekang gerang tangan Diah.
Dan diluar, mata Susi terus menatap apa yang Akbar lakukan pada Diah. Bukan hanya matanya, gambar perbuatan Akbar terekam sempurna di layar ponsel Susi. Ia tidak mau men-sia-siakan kesempatan yang sedang terjadi. Kemudian raut wajahnya terlihat geram. Ingin sekali ia memberi pelajaran pada Akbar, ketika laki-laki itu memukul keras dan membentak Diah. Susi ingin sekali menghentikan itu, namun apa daya, ia juga perempuan yang sama lemahnya dengan Diah. Pikiran Susi terus bergelut. Ada rasa iba yang begitu besar di hatinya dan ada rasa takut saat ia mengingat Akbar mempunyai pengaruh besar di desa ini. Nyali Susi hilang seketika yang semula tadi sangat besar buat kasih pelajaran Akbar. Mendadak hilang pada saat dirinya tidak sedikitpun punya kekuatan untuk menghentikan semua perbuatan Akbar.
"Maafin kakak, Diah..! Cuma ini yang kakak bisa lakuin..!" bisik di batin. "Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? apa aku harus berdiam diri seperti malam laknat itu?!" Pikirnya lagi menggigit jari. Ya, sudah dua kali ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan Diah.
Lalu di ujung jalan.
Adrian pulang dengan seribu macam perasaan kesal berkecambuk didadanya. Ucapan Seruni sudah melewati batas kewajaran. Selalu saja ingin tau tentang keluarganya, bahkan ia terlalu sering ikut campur apa yang terjadi pada keluarganya. Entah sejak kapan, tapi seingat Adrian semenjak ia dan Seruni memutuskan untuk menyudahi hubungannya. Ya, semenjak itu mulut Seruni tidak bisa di jaga. Apalagi bicara tentang kehidupan keluarganya. Ia pasti menjadi orang nomor satu mengetahui serba-serbi gosip dia dan anaknya.
Tidak cuma berhenti disitu, ia bahkan menyebarkan berita hoax yang kadang membuat dia dan anaknya di kucilkan.
Adrian menghela nafas mendengar ucapan Seruni barusan. Masih terniang-niang di telinganya, bahkan masih terlalu dini juga untuk dilupakan dari otaknya.
"Keterlaluan!! kalau aja saya gak mandang suaminya, udah saya balas semua perkataannya itu." Oceh Adrian sepanjang jalan pulang.
"Pak Adrian?!" sebut Susi pelan. Entah kenapa ibu muda itu malah menghindari dirinya bertemu Adrian. Ia bersembunyi di ujung rumah Adrian.
Tok..
Tok..
Tok..
"Diah.., ayah pulang." Panggil Adrian sambil mengetuk pintu.
Akbar menghentikan kegiatannya sebentar. "Sial, ngapain balik lagi orang tua br*ngs*k itu." Umpat Akbar kesal.
"Ayaaah.., tolong Diaaah.. ayaaah..!" Teriak Diah mengambil kesempatan. Akbar langsung menutup mulut Diah sekencang mungkin.
"Diam.. diam atau gue akan bertindak kasar sama elu." Ancam Akbar, membuat Diah menuruti ucapan sahabat kecilnya itu. Di sumpal mulut Diah dengan kaus dalam milik Akbar yang bau kecut itu. Akbar meninggalkan Diah sebentar ke dapur, tak lama, sebilah pisau sudah di tangannya.
"Sini, elu ikut gue." Titah Akbar menarik paksa Diah.
"Diah.. Diah, kamu kenapa Diah?" Teriak Adrian panik, ia terus mengetuk-ngetuk pintu. Memainkan engsel pintu. Adrian mulai mendobrak pintu.
Duuak..
Duuuaaak..
Duuuaaak..
Didalam, Akbar panik. Ia tetap menempelkan pisau mulut Diah. Berjalan kearah pintu, berdiri, lalu berdiam dengan wajah tegang. Diah tidak bisa berbuat banyak, tangannya di ikat Akbar dengan ikat pinggang.
Braaak.. pintu terdorong dengan tenaga Adrian. "Diah.. Diah kamu dimana, Nak?!" Panggil Adrian.
"Mmmh.. mmmh.." suara Diah memberi tanda pada ayahnya.
Kemudian..
Duuk.. satu tendangan keras di bokong membuat Adrian tersungkur.
"A..Akbar?" Sebut Adrian membalikan tubuhnya.
"DIAM DISITU PAK TUA, ATAU ANAK LU INI, MATI..!" Jari jemari itu mulai mengencangkan cekikannya pada leher Diah, dan pisau sudah mulai melukai leher anak perempuan Adrian.
"Kamu mau apa, Hah?" Tanya Adrian berdiri pelan-pelan. "Kurang puas kamu dan ibu mu nyakitin keluarga saya?"
"Ngeh..! Siapa yang menyakiti siapa?" Bentak Akbar. "Kalian setuju dengan perjodohan itu, kan?! dan Om, Om juga selalu bilang ingin gue jadi menantu om, tapi kenapa Om malah biarin Diah di jamah laki-laki lain selain gue..?!" Pertanyaan Akbar membuat Adrian tak berkutik.
Itu benar, Adrian menginginkan Akbar jadi menantunya dulu. Bukan sekarang, atau saat dia sudah tau semua sifat Akbar. Apa lagi, saat Adrian mengetahui tingkah Akbar yang hampir memperkosa putrinya seperti sekarang yang ia dapati bertelanjang dada berduaan dengan Diah yang berpakaian berantakan.
"Om yang menginginkan gue, om juga yang bikin gue terhina di depan laki-laki asing itu. Membelanya, bahkan om mengusir gue..?!" Katanya lagi, berjalan pelan dari balik pintu. Lalu pintu di tutup.
"Terus, sekarang mau kamu apa?"
"Gue mau, Om mengikat tangan om dengan tali.." Jawab Akbar melemparkan tali dari saku celananya. "itu."
Adrian menatap nanar Akbar. Diam. Tidak bergerak dan mematuhi perintah Akbar. "CEPEEET!! ATAU ANAK LU INI, MATI..!!" Bentak Akbar lebih keras. Adrian memungut gulungan tali di lantai sambil terus menatap Akbar yang menahan putrinya.
"Ikat diri om di kursi itu sekuat mungkin." Perintah Akbar lagi. Bokong Adrian mendarat di bantalan kursi itu dengan ragu. Kuatir pada keselamatan putrinya. Ancaman Akbar tidak main-main, mimiknya terlalu serius untuk orang yang sedang bermain-main dengan nyawa orang lain.
Tali itu mulai di lilitkan pada kursi, lalu di likitkan tubuh Adrian dengan tali yang Akbar lempar tadi. "Anak pintar, begitu kan lebih baik demi keselamatan anak Om sendiri." Oceh Akbar tersenyum licik.
Adrian selesai mengikat dirinya sendiri. "Sekarang, gue mau om menikmati tontonan pemerkosaan anak om oleh gue." Akbar menyeret Diah dan mendudukannya di Sofa.
Mata Diah menatap sendu ayahnya. Seakan ia meminta tolong pada ayahnya yang sedang terikat itu. Adrian mengkedipkan mata, memberi jawaban atas ketakutan yang sedang Diah rasakan. Tak ada yang bisa ia lakukan, namun ia tetap punya rencana pada pisau yang diletakan Akbar.
Laki-laki yang dulu idamkan jadi menantunya itu selesai membungkam mulutnya dengan lakban. Rupanya, Akbar memang merencanakan itu semua untuk menghancurkan hidup Diah dan Adrian. Rasa sakitnya sudah mendarah daging di tubuh Akbar, keinginan balas dendam menggebu-gebu di hatinya.
"Begini lebih baik." Ucap Akbar bertelak pinggang, senang melihat Adrian sudah tidak bisa berbuat macam-macam lagi.
Keduanya beradu pandang, pandangan mata licik Akbar senang melihat Adrian sengsara seperti itu, apalagi dengan niatnya yang licik. Akbar akan sangat bahagia melihat Adrian menonton aksinya memperkosa Diah. Dan Akbar akan lebih bahagia bila Diah menderita juga tidak jadi menikah dengan Mike.
Sedangkan Adrian, menatap nanar wajah pemuda yang kini berubah menjadi serigala. Wujud asli Akbar akhirnya terbongkar Adrian dihadapannya sendiri.
Akbar mendekati Adrian.. "sudah waktunya pak tua, selamat menikmati kehancuran putrimu ini." Katanya sambil melirik ke Diah.
"Mmmh.. mmmh.." pekik Adrian tertahan lakban yang membekap mulutnya. Dahinya mengkerut, tatapan tajam penuh amarah itu diabaikan Akbar.
Membalikan badan. Dan lagi, dia mulai mendekati putrinya Adrian. "Kita mulai lagi, sayang..!" Ucapnya lembut tepat di wajah Diah. Tangannya mulai membuka sumpalan pada mulut Diah.
****
Bersambung..