Akbar berdiri di depan cermin, ia habis mandi setelah harus bersusah payah membunuh ayahnya sendiri di sawah milik warga. Entah kenapa ia sangat menikmati dan sangat suka mencium bau dari dari orang yang sedang merasakan sakaratul maut. Seperti Ferdy semalem, Akbar melihat tiap detailnya Ferdy berusaha melawan dan membebaskan diri saat napasnya tersenggal-senggal. Tangannya yang mengembak, tubuhnya yang meronta, semua Akbar ingat itu. Seakan ia melihat keindahan di balik kematian ayahnya sendiri.
Satu persatu peristiwa yang ia alami setelah ia kabur dari penjara menyeruak. Cipratan demi cipratan darah dari para polisi dan juga beberapa orang tak bersalah menjadi sasaran pistolnya. Entahlah, Akbar seperti seorang psikopat berdarah dingin yang menyukai kematian atau membuat orang ketakutan akan aksinya itu.