KALA itu, aku sedang duduk bersantai di atas kasurku yang empuk. Suara derit panjang terdengar saat Prayoga mendorong daun pintu ke arah dalam kamarku. Aku sedikit terkaget dengan kedatangan Prayoga.
"Eh lu, Ga. Kirain nyokap gua." Aku terperanjat dari kasurku.
"Kenapa ko lu kaget gitu? Lagi liat apaan lu di laptop?" tanya prayoga penasaran.
"Bukan apa-apa." Aku menjawab santai.
"Lagi liat film bokep ya?" Prayoga celetuk tertawa.
"Tau aja lu ah." Akupun ikut tertawa.
Sebenarnya, aku sedang iseng buka-buka situs jual beli online. Aku sedang mencari-cari barang untuk peralatan camping. Ya, aku adalah pencinta alam. Aku sangat senang pergi melihat-lihat keindahan alam. Setiap sebulan sekali, aku pasti pergi mendaki gunung bersama teman-teman rumahku. Terkadang, aku dan teman-temanku hanya pergi untuk camping ceria ke perbukitan bila penat dengan kehidupan di kota.
Kebetulan, kamarku sedang bersih-bersihnya karena tadi pagi aku membersihkan kamarku. Aku bisa dibilang jarang dalam membersihkan kamarku, tergantung mood ku saat itu aja. Bisa gawat bila Prayoga datang ke kamarku di saat seperti kapal pecah. Ia pasti akan mengomel seperti Mamaku bila melihatnya.
"Eh, lu ada apa dateng ke rumah gua?" Aku sedikit mengagetkan Prayoga yang tengah melihat-lihat foto-foto masa kecilku yang tersusun rapih di dinding kamar.
Prayoga menoleh "Ada yang gua pengen omongin sama lu, karena menurut gua lu yang paling tidak mungkin menjadi pelakunya diantara kita."
Aku terdiam terheran. Aku mengangkat alisku "Maksudnya?"
Prayoga langsung duduk di atas kasurku tepat di sebelahku.
"Gua curiga kalau pelaku pembunuhan Tina, Agung dan orang yang hendak ngebunuh Bella adalah salah satu diantara kita, Dzaf." Prayoga berkata pelan.
"Apa?! Ga mungkinlah, ya kali masa tega ngebunuh temen sendiri?" aku spontan menolak.
Prayoga tertawa kecil "Gua udah tebak lu pasti mikirnya kaya gitu, Dzaf. Tapi ada satu hal yang janggal."
"Apa?" aku sekarang mulai penasaran.
"Lu masih inget waktu kita main werewolf di rumah Bella?" tanya Prayoga.
"Iya masih, kenapa emang?" aku balik bertanya.
"Sadar ga kalau kejadian yang kita alamin sekarang tuh sama persis kaya waktu kita main werewolf? Tina yang mati duluan di bunuh oleh werewolf terus narator bilang kalau ia tewas di bunuh dengan cara ditikam di leher dan mayatnya di simpan di bawah pohon? Itu kejadiannya sama persis di dunia nyata. Terus berikutnya Agung terus kejadian Bella yang sempet mau di bunuh tapi diselamatin sama guardian? Itupun juga kejadian di dunia nyata. Gua keingetan pas lagi tiduran di kamar." Prayoga menjelaskan.
Aku bergeming ketika Prayoga selesai menjelaskan apa yang ada dipikirannya atau sebenarnya aku tidak bisa mengatakan kalimat apapun setelah mendengar penjelannya. Tiba-tiba terdengar suara petir yang mulai bergemuruh di luar sana dan langit yang mulai gelap walaupun hujan belum turun. Aku sama sekali tak sadar dengan itu, sama sekali tidak pernah terbesit sedikitpun dipikiranku. Aku memutar kembali memori saat aku dan yang lainnya bermain werewolf kala itu. Aku ingin melihat kembali kejadian saat permainan itu di mulai dan menyesuaikannya dengan apa yang aku dan yang lainnya alami akhir-akhir ini.
"Gua curiga sama Fajar dan Laras. Merekalah pelakunya tapi, Fajar yang paling gua curigai." Prayoga menoleh ke arahku.
Prayoga melanjutkan kalimatnya.
"Tak lain karna Fajar adalah naratornya waktu kita main werewolf, ia yang megang kendali permainan. Belum lagi, akhir-akhir ini ia jarang masuk kampus karna alasan kerjaan dan sikapnya yang agak beda menurut gua."
"Kalau si Laras? Kenapa lu curiga sama dia?" aku bertanya.
"Karna dia juga punya jaket hoodie warna item. Inget ga pas di kantin dia ngomong kalau dia punya jaket hoodie warna item? Tapi, gua juga sedikit ragu kalau dia pelakunya. Yang jelas gua yakin kalau diantara mereka berdua adalah pelakunya." Prayoga kini sudah tiduran di atas kasurku.
"Tapi, gua juga kan punya jaket hoodie warna item? Ko lu ga curiga sama gua?" aku menoleh ke arah Prayoga.
Prayoga tertawa "Kalau itu jawabannya simple, lu kan suka sama si Bella dan si Agung sahabat lu dari smp ya kali lu mau bunuh mereka berdua?"
Sekarang, hujan turun dengan derasnya di luar bersama kalimat terakhir yang di ucapkan Prayoga. Suasana di kamarku mulai terasa dingin karena hembusan angin dari luar yang masuk lewat celah-celah jendela kamarku. Aku masih terdiam tak percaya jikalau apa yang dikatakan Prayoga itu benar. Se-tega itukah mereka?