SIAL! Kenapa kakiku sekarang mulai terasa lemas. Di saat-saat seperti ini? Ayolah! Aku bergumam di dalam hati.
Aku tak bisa lagi menyangga tubuhku sendiri. Kaki ini bergetar hebat sebelum aku setengah terjatuh. Aku masih bisa menyangga tubuhku dengan lututku. Pandanganku mulai runyam dan kepalaku mulai pusing. Laras yang melihatku, ia tertawa.
"Ayolah! Jangan ngeliat aku kaya gitu dong. Aku cuman mencampurkan sedikit obat bius di dalam gelasmu." Laras tertawa.
Ternyata, itulah alasan kenapa sekarang tubuhku merasa lemas dan gemetar hebat. Laras telah memberi sesuatu di dalam minumanku yang ia berikan barusan. Bodohnya, aku menghabiskan semuanya sekaligus. Hatiku berdebar sangat kencang sekali tak terkendali. Sekarang, aku mulai merasa takut dan ingin sekali menangis. Namun, sepertinya air mataku sudah habis. Apa ini saat terakhirku?
"Obatnya bekerja memang agak sedikit lama, maaf telah membuatmu menunggu untuk menyusul kekasihmu itu di surga." Laras kembali tertawa.
"Kenapa?!! Kenapa kamu lakuin ini, hah?!" Aku berteriak dengan sekuat tenaga.
Sekarang Laras mulai menghampiriku dengan tatapan yang mengerikan. Aura membunuhnya terasa lebih kuat dari jarak sedekat ini. Ia menyentuh lembut daguku sambil pisaunya di arahkan ke mataku.
"Kamu ga perlu tau alasannya, itu urusanku!" Laras berkata tegas. "Kira-kira enaknya mulai dari mana ya? Oh ia, apa kamu ingin ngerasain gimana rasanya bola mata terlepas, Dzaf?"
DEG!
Aku tak bisa membayangkan bagaimana rasa sakitnya bila itu terjadi. Jantungku semakin kencang berdegup dengan semua rasa ketakutan yang kini bersarang. Andai saja, aku tak dalam pengaruh obat yang diberikan Laras di dalam minumanku, mungkin sekarang aku sudah bisa menghajar wajahnya dari dekat. Semua anggota badanku kaku tak bisa aku gerakan. Aku hanya bisa mengedipkan mata dan membuka mulutku
Suara hujan yang turun semakin kencang terdengar. Tiba-tiba aku seperti melihat sosok Mama dan Papaku walaupun sedikit buram. Mereka seperti mengatungkan senyum kepadaku. Di sebelahnya, ada Bella yang berdiri disana bersama Agung, Tina, Prayoga dan Fajar. Kenapa di saat seperti ini aku melihat wajah-wajah mereka. Seakan, memang sebentar lagi aku akan bergabung bersama mereka. Aku ingin menggapai mereka walaupun sebenarnya aku belum siap untuk itu.
Dengan sisa tenaga, aku mencoba untuk bertahan dan melawan. Walaupun terasa sangat berat saat aku mengangkat kedua tanganku, aku berhasil mendorong Laras sampai terjatuh.
Aku mencoba untuk berdiri kembali walaupun kedua kakiku bergetar hebat. Pandanganku semakin buram. Sekarang, semuanya tak terlihat begitu jelas. Tapi, telingaku masih bisa mendengar jelas.
"Hey! Kamu ga bisa mendorong wanita kaya gitu." Laras bergumam kesal.
"Lu udah gila! Pergi…"
Sebelum aku bisa melanjutkan perkataanku, aku kehilangan kesadaranku dan ambruk terjatuh ke lantai. Entah apa yang akan terjadi setelah ini. Aku tak bisa melakukan apa-apa lagi. Aku sudah mencapai batas untuk bertahan.
"Aku menang, selamat tinggal Guardian bodoh."
Nantikan buku kedua, WEREWOLF : "THE PSCYCHOPATH".