"Ayo naik" ajak Jovan.
Cinta belum bereaksi, otaknya masih memproses apa yang ada dihadapan matanya. Mengapa Jovan ada disini, tanya Cinta dalam hati.
"Ayo cepetan naik, kok malah bengong??" perintah Jovan lagi.
"Tapi.." Cinta melirik ke kanan dan kiri, mengawasi sekitarnya.
"Udah malam gini, tadi yang lihat cuman pemilik coffee shop aja kok, ayo cepetan naik, gue enggak bakal culik elu juga" balas Jovan lagi, mulai tidak sabar. Cinta akhirnya menurut, gadis itu masuk ke dalam mobil mewah Jovan.
"Kenapa ke sini?" tanya Cinta langsung. Jovan tidak menjawab, dia hanya melirik sedikit ke arah Cinta.
"Pakai dulu seatbelt nya, bisa pakainya?" tanya Jovan. Cinta mengangguk dan langsung memakai seatbelt nya dengan cepat.
"Kenapa malam-malam kesini?" tanya Cinta lagi.
"Memang enggak boleh kalau aku jemput?" balas Jovan, bertanya balik. Cinta terdiam. Memang tidak salah, tapi hanya terasa aneh bagi Cinta.
"Ada yang keberatan kalau gue jemput elu?" tanya Jovan lagi. Cinta menggelengkan kepalanya. Sebenarnya dia yang merasa keberatan. Cinta takut ada wartawan atau pihak lain yang melihat Jovan menjemput dirinya malam seperti ini.
"Kenapa malam banget sih pulangnya? Elu enggak takut pulang malam banget?" tanya Jovan lagi. Dia heran, mengapa gadis dengan perawakan kecil seperti Cinta berani sekali pulang malam hari seperti sekarang. Kejahatan malam hari di kota besar seperti ini cukup tinggi, apalagi kejahatan pada perempuan.
Cinta selesai bekerja sekitar pukul 10, kalau pelanggan lagi ramai, kadang dia pulang tengah malam, walaupun seringnya Bu Nalla tidak mengizinkan Cinta pulang, Bu Nalla sering membiarkan Cinta tidur di coffee shop dan baru pulang esok harinya.
"Sudah biasa" balas Cinta pelan.
"Emangnya enggak ada pekerjaan lain yang pulangnya lebih sore? Pulang jam 7 atau 8 malam gitu?" tanya Jovan lagi.
"Kalau ada pasti saya tidak akan menolak. Tapi, sulit sekali mencari kerja untuk mahasiswa seperti saya, apalagi jam kuliah tidak menentu," jawab Cinta lagi. Mungkin mudah untuk orang lain berkata seperti itu, tapi sulit sekali mendapatkan pekerjaan di kota ini.
Jovan tidak membalas lagi, dia merasa sedikit tidak enak hati dengan pertanyaan yang dia ajukan sebelumnya. Tidak seharusnya Jovan bertanya seperti itu. Jawaban Cinta itu mengingatkan Jovan akan masa-masa sulit dulu bersama ayahnya. Mereka bekerja apa saja demi menyambung hidup. Apapun mereka kerjakan, mulai dari mengamen sampai bernyanyi dari kafe ke kafe. Kadang Ayah Jovan sering menjadi tukang kebun lepas atau buruh bangunan. Semuanya demi Jovan.
"Maaf, " ucap Jovan.
Cinta melirik calon pacar pura-pura nya itu. Bingung mengapa lelaki ini tiba-tiba meminta maaf, batin Cinta dalam hati.
"Untuk?" tanya Cinta.
"Pertanyaan tadi, gue enggak seharusnya tanya seperti itu" balas Jovan lagi. Cinta tertawa pelan. Lelaki ini perasa sekali, pikir Cinta. Apa karena orientasi yang berbeda dari Jovan membuat lelaki ini lebih perasa, pikir Cinta lagi. Dia pernah membaca artikel kalau lelaki penyuka sesama jenis biasanya lebih perasa, dan kadang sering lebih emosi.
"Kenapa harus minta maaf? Semua orang berhak bertanya kok" balas Cinta lagi.
"Yah, harusnya gue lebih ngerti posisi lu" balas Jovan lagi.
"Enggak masalah" balas Cinta. Dia bukan gadis yang mudah tersinggung, apalagi hanya masalah kecil seperti ini.
Sepanjang perjalanan Jovan kembali menanyai Cinta mengenai keluarga Cinta lagi. Sebenarnya alasan Jovan menjemput Cinta karena selain dia mengkhawatirkan Cinta, yang pulang terlalu malam, Jovan juga ingin mengenal lebih jauh tentang Cinta. Dalam enam bulan kedepan, dia dan Cinta pasti akan sering bersama, Jovan merasa harus mengetahui lebih mengenai kehidupan Cinta. Dia tidak mau ditipu lagi seperti sebelumnya.
"Apa ada lagi yang mau ditanyakan tentang kehidupan saya?" tanya Cinta lagi. Tanpa sadar mereka sudah sampai di jalan masuk tempat kos Cinta. Sedari tadi Jovan tanpa henti terus menerus menanyakan semua tentang kehidupan pribadinya.
"Enggak," jawab Jovan. Dia rasa hari ini sudah cukup pertanyaan yang dia ajukan.
"Kalau begitu, saya pamit, terimakasih banyak tumpangannya" ucap Cinta, berterima kasih dengan setulus hati, kalau tidak ada Jovan mungkin dia belum akan sampai di tempat kosnya.
"Sama-sama. Anyway, mulai besok jangan pernah sungkan untuk minta tolong, hubungan kita bukan hubungan pegawai dan atasan. Hubungan kita adalah hubungan kerja sama, enggak ada pihak yang dirugikan disini, jadi please jangan sungkan" ucap Jovan.
"Oke" balas Cinta.
"Ayo" Jovan mengajak Cinta keluar dari mobil. Cinta mengerutkan keningnya karena Jovan ikut keluar dari mobil.
"Gini-gini gue cowok gentleman, ayo gue temenin ke dalam sampai ke depan kos. Tenang aja, daerah sini kayanya enggak ada yang kenal sama gue" lanjut Jovan lagi.
___________
Up baru yaa
btw, aku mau adain giveaway nih
hadiahnya buat lima orang reader aku yang paling setia, bukan cuma di cerita yang ini, tapi di cerita semuanya yang aku buat..dan di platform lain juga, jadi dua bulan ini aku tunggu banget semua jejaknya di semua cerita aku..baik yang duluu banget, sama yang sekarang.. yang udah habis atau yang masih ongoing.. penilaian nya aku lihat dari konsistensinya yaa
Jadi ditunggu aja ya, aku bakal kasih di akhir tahun ini, dan maaf ini bukan pulsa (sori aku enggak demen hadiah mainstream soalnya)
terimakasih dan happy reading..