Chereads / Kisah Cinta Settingan / Chapter 26 - Pacar (2)

Chapter 26 - Pacar (2)

"Elu gadis penyelamat gue" ucap Jovan.

Cinta tidak menjawab, dia tertawa kecil. Penyelamat dari mana, mungkin bagi Jovan dia hanya sekedar gadis bayaran yang bersedia untuk menukar cintanya dengan sebuah beasiswa dan pekerjaan untuk menyambung hidup dan pendidikannya. Cinta tertawa lagi saat menyadari hal itu, betapa sedihnya dia saat memikirkan itu. Ibunya di kampung pasti akan marah dan malu saat mengetahui hal ini nanti.

"Ah terlalu berlebihan" balas Cinta, tidak setuju. Dia menggelengkan kepalanya.

"Terserah pendapat lu, tapi bagi gue, elu beneran penyelamat hidup gue" balas Jovan lagi, tidak perduli. Cinta jelas bisa menyelamatkan karirnya yang sudah berada diujung tanduk.

"Ya, ok" balas Cinta.

"Tapi janji, setelah hari ini, enggak ada lagi pekerjaan paruh waktu, dimana pun" pinta Jovan. Cinta mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kan aku udah janji juga. Aku bukan orang yang ingkar janji" balas Cinta.

"Serius banget" balas Jovan, tertawa. Pacar bayarannya itu terlalu serius untuk usianya yang masih muda.

"Orang tua tinggal dimana?" tanya Jovan.

"Di kampung" jawab Cinta.

"Pekerjaan orang tua kamu apa?" tanya Jovan lagi.

"Ayah sudah lama meninggal, ibu aku tukang sayur" jawab Cinta lagi, dia berhenti sebentar. Mengapa Jovan harus bertanya-tanya mengenai kehidupan pribadinya.

"Apa bertanya tentang informasi pribadi juga salah satu tugas pacar bayaran?" tanya Cinta, wajahnya serius sekali.

"Oh, maaf. Tapi gue rasa perlu, karena nantinya kita pasti akan sering bersama" balas Jovan dengan wajah serius. Cinta tidak bisa protes lagi.

"Oke" balas Cinta pendek.

"Lu udah punya pacar sebelumnya?" tanya Jovan lagi, kembali melanjutkan pertanyaannya. Cinta menggelengkan kepalanya. Mana punya waktu dia untuk cinta-cintaan. Kerjaan gadis itu tiap hari hanya bekerja dan belajar. Untuk beristirahat saja hampir jarang. ,

"Serius?" Jovan cukup terkejut.

"Anak muda seusia elu kan kebanyakkan, musti banget pacaran" lanjut Jovan lagi. Dia pikir berpacaran adalah salah satu "kebutuhan hidup" anak muda seusia Cinta. Mana ada anak sekarang yang belum punya pacar, berbeda dengan orang seusia Jovan, kebanyakkan justru sudah menikah dan punya anak, pikir Jovan lagi.

"Aku bukan anak muda kebanyakan, aku bahkan enggak punya waktu buat diri sendiri" balas Cinta lagi.

Jovan menatap gadis disampingnya. Gadis itu memang berbeda dengan gadis-gadis lain diluar sana. Dia tampak polos, lugu dan jujur. Penampilannya sangat sederhana, baju yan dikenakannya tampak sedikit lusuh, tanpa ada riasan di wajahnya. Kalau saja Jovan tidak bertemu Cinta malam itu, nasibnya mungkin akan berbeda, selamanya dia akan dikenal sebagai pria penyuka sesama jenis.

"Emm, sori.. Jovan, emm, mas Jovan, sepertinya aku bakal telat kalau kecepatan mobilnya cuma segini saja" ucap Cinta, dia merasa Jovan menyetir dengan lambat, sementara sebentar lagi shift kerjanya.

"Oh, sori" balas Jovan, dia baru sadar kalau kecepatan menyetirnya sangat lambat. Pria itu pun mulai menaikkan laju kecepatan mobilnya. Setelah itu, Jovan kembali menanyakan beberapa informasi mengenai keluarga Cinta dan Cinta menjawab dengan patuh.

"Anyway, memangnya pemilik coffe shop ini siapa? Apa kamu naksir banget sama pemiliknya, sampai bela-belain tetap kerja demi untuk pamitan?" selidik Jovan. Dia cukup penasaran mengapa Cinta sampai memohon-mohon untuk tetap bekerja hari ini.

Tanpa menjawab, Cinta tertawa kecil. Dia kembali menggelengkan kepalanya. Kadang pikiran Jovan sangat dangkal bagi Cinta.

"Bukan, pemiliknya ibu muda, single parent. Namanya Bu Nalla. Orangnya baik sekali, aku banyak berhutang jasa sama Bu Nalla, makanya aku merasa harus berpamitan dengan baik pada Bu Nalla" jelas Cinta. Jovan hanya mengangguk, sedikit merasa malu dengan sikap piciknya barusan. Ternyata ada alasan kuat dibalik sikapnya tadi.

"Turun disana aja, didepan rumah putih itu" pinta Cinta, menunjukkan arah kepada Jovan. Pria itu menurut perintah Cinta. Jovan melihat dia tidak menemukan coffe shop disekitar lingkungan itu.

"Terimakasih, coffe shop nya ada di ujung jalan sana, aku jalan saja, hanya tinggal sedikit lagi kok" ucap Cinta, setelah mereka sampai di ujung jalan sedikit jauh dari coffe shop tempat Cinta bekerja. Gadis itu sengaja meminta Jovan menurunkan dirinya tidak tepat di depan coffe shop, dia khawatir akan ada orang yang akan melihat kehadiran Jovan bersama dirinya.

"Oke" balas Jovan, membukakan sabuk pengaman untuk Cinta.

"Terimakasih" balas Cinta lagi sambil menundukkan kepalanya dengan sopan. Dia membuka pintu mobil, tapi gerakannya terhenti.

"Oh Iya. Nama aku Cinta, usia 22 tahun, lahir tanggal 14 Februari 1998, pekerjaan mahasiswa arsitektur semester akhir di universitas A, tinggi badan 156, berat 42 kilo, aku punya 3 pekerjaan paruh waktu lain. Tiga bersaudara, aku anak tengah, kakak aku udah bekerja, adik masih SMA. Hobi enggak punya, mungkin tidur atau warna favorit hitam. Aku enggak punya apapun yang favorit, semoga itu cukup untuk informasi pribadi aku. Sekali lagi, terimakasih tumpangannya" ucap Cinta sebelum keluar dari mobil.

"Sama-sama" balas Jovan. Dia tidak langsung pergi, Jovan mengawasi pacar bayarannya itu sampai Cinta tidak terlihat lagi dari pandangan matanya. Mulai hari ini mungkin hidupnya tidak akan sama dengan kehadiran pacar barunya.