Chereads / INDESCRIBABLE FEELING / Chapter 44 - Everything Has Changed

Chapter 44 - Everything Has Changed

"Aku akan melupakannya, aku juga akan berhenti mencintainya." ucapku yang membuat Fen tercengang. Kali ini bola mata Fen seperti hampir loncat mendengar ucapanku.

"K-Kau akan melupakan Jianghan?" Aku mengangguk mengiyakan. Ia menyeka dahinya.

"A-apa kau serius?" tanyanya sekali lagi dengan mata yang terbuka lebar menatap mataku.

Aku masih mengangguk. Fen kebingungan dan memintaku untuk beristirahat.

"Kurasa kau butuh istirahat, kini pikiranmu juga ikut terganggu." tambah Fen yang kali ini berdiri dari tempat tidur dan pergi meninggalkanku. Kuhela napasku, apa seberat itu jika aku bertekad melupakannya.

Jam menunjuk pukul 9. Aku masih terbaring di atas kasur ruang perawatan, memang benar kata Fen jika tubuhku ini butuh istirahat karena semua kejadian semalam. Masih satu jam lagi menuju istirahat. Kurasa itu waktu yang cukup untuk sekedar memejamkan mata.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki menghampiriku. Aku masih tak berani membuka mataku. Apakah itu Fen atau Shu In? tapi, aku tak mendengar suara mereka. Aku masih terus memejamkan mataku. Langkah demi langkah semakin mendekat ke arah di mana aku berbaring. Bisa kurasakan hembusan napasnya yang agak sedikit berat.

"Maaf, semua ini salahku. Aku yang telah memperlakukanmu dengan buruk, aku tak tahu apakah aku berani kembali menatap mata indahmu lagi atau tidak. Aku sungguh menyesal. Mungkin aku pria yang tak bisa dimaafkan, tapi terima kasih kau telah menyadarkanku kalau kau benar-benar wanita yang baik." ujar sosok itu dengan suara yang agak serak namun sedikit gemetar diiringi dengan suara isakan seakan ia menahan derai air mata. Hatiku terus bergumam, suara siapakah ini aku belum pernah mendengarnya.

"Tetaplah sehat, Lin. Aku akan terus merindukanmu." tambahnya yang tiba-tiba saja membelai halus kepalaku. Sontak hal ini membuatku kembali terbelalak kaget. Jantungku kembali berdegup kencang. Ia mengusap kepalaku, tetapi mengapa hatiku yang kacau?

Terdengar sosok itu kembali terisak, nampaknya ia menyimpan sesuatu yang tak kutahu. Aku tak bisa mengenali suaranya. Apakah mungkin itu Jianghan atau Zhai Lian? Aku mulai mencoba menjauhkan pikiranku. Tidak akan mungkin.

Namun, suara langkah kaki semakin menjauh. Kurasa sosok itu sudah pergi meninggalkanku. Kubalikan tubuhku menatap pintu ruang perawatan, tak sesiapapun yang berdiri. Kuhela napasku sekali lagi, kurasa itu hanya siswa yang iseng saja yang melakukan hal ini padaku. Tolonglah jangan berpikir hal aneh, aku lelah!

Namun, di sisi lain Fen dan Shu In hendak menjengukku di ruang perawatan. Ia melihat seseorang pria baru saja keluar dan menitipkan makanan kepada penjaga Kesehatan untukku.

"Yuan Lin, apa kau baik-baik saja?" tanya Shu In padaku

Aku tersenyum dan mengangguk, "Aku baik."

Namun, petugas Kesehatan datang menghampiriku dan memberiku sekotak makan siang.

"Nona Yuan Lin, ada seseorang yang menitipkan makan siang untukmu, ia memintaku untuk memberikannya padamu dan memastikan kalau kau akan memakannya. Kurasa dia sangat perhatian denganmu." kata penjaga Kesehatan dengan ramahnya sembari menyodorkan sekotak makan siang lengkap dengan air minum.

"Untukku? Siapa, Bu?" tanyaku dengan penasaran dan menerima kotak makan itu.

"Aku tak bisa memberitahukan hal ini padamu, karena ia meminta merahasiakan namanya. Jadi, kau harus menghargainya dan makanlah untuk kesehatanmu." tambahnya sembari melangkah menjauh dari tempat di mana aku terbaring.

"Pantas saja tadi aku melihat seorang pria di depan pintu sebelum kami masuk." sahut Fen.

"Apa kau melihat wajahnya?" tanyaku dengan penasaran

Fen menggelengkan kepalanya, "Dia membalikkan badannya, aku tak bisa mengenalinya dengan baik. Dia cukup tinggi dan mengenakan sweater abu-abu hanya itu yang kutahu."

"Kalau begitu, tunggu apalagi kau cepat makanlah." ujar Shu In

Aku masih terdiam sembari melahap makanan. Dia memakai sweater abu-abu, aku harus mencari tahunya.

Berjalan mengelilingi sekolah memang mengasyikan, duduk di bangku taman dan bersandar sembari menikmati tiupan angin yang berhembus lembut menyentuh wajahku.

"Lin, aku ingin bicara." ucap Shu In yang sontak membuatku menoleh ke arahnya.

"Mengapa kau ingin melepaskan Jianghan, bukankah kau sudah menyukainya sejak lama? Lalu, apa kau yakin kau ingin mengembalikan buku ini?" tanyanya sekali lagi diiringi dengan Fen yang ikut mengangguk. Aku mulai menghela napasku.

"Aku yakin, aku kini sadar bahwa cinta tak bisa dipaksakan bahkan cinta pun tak harus memiliki. Aku juga sadar, aku bukan orang yang istimewa baginya, banyak pria yang mungkin menungguku disana. Jika aku terus mengejar cinta Jianghan, aku akan benar-benar kehilangan masa mudaku bahkan aku juga akan kehilangan seseorang yang tulus mencintaiku. Aku juga tak mau memaksakan, jika dia milikku dia akan bersamaku." Jawabku yang membuat Shu In menyentuh dahiku.

"Sejak kapan kau bisa berkata puitis seperti itu?"

Aku meringis memandangnya. Tapi, sungguh jika aku terus berharap dan mengejar cinta Jianghan aku akan benar-benar tak bisa menikmati masa mudaku. Cinta yang tulus untukku pun akan hilang. Setidaknya, aku bisa menghargai sedikit perasaan Liao Jin, dan kini aku jadi tahu bagaimana perasaannya. Pasti sakit, ketika dia tahu bahwa aku lebih memilih Jianghan kala itu.

Tiba-tiba seorang pria datang dan menyentuh pundakku,

"Apa kau baik-baik saja, Lin? Apa tubuhmu masih sakit?" tanyanya dengan penuh khawatir dengan mata yang lebar menatapku. Liao Jin, pria ini yang memang selalu ada untukku tetapi mengapa aku selalu acuh dan terus mengabaikannya. Aku tahu, dia pria yang sedikit berlebihan, tapi aku bisa merasakan kalau hatinya benar-benar baik.

"Aku baik-baik saja. Terima kasih telah bertanya tentang keadaanku." jawabku

"Ah, syukurlah jika kau baik-baik saja. Kau tahu, duniaku akan hancur jika kau jatuh sakit. Lin, jika kau ada masalah, kau ceritalah denganku. Kapapun itu aku akan selalu meluangkan waktuku untukmu. Kau punya nomor ponselku, kan?" ucapnya yang membuatku mengangguk mengiyakan.

"Nah, jika kau menyimpan nomor ponselku, kau bisa menghubungiku kapan saja. Tak perlu merasa tak enak, kau mengerti?" tambahnya yang membuatku tersenyum kecil. Bagaimana dia bisa semanis ini.

"Hei, Liao Jin kau ingin ikut bermain basket atau tidak?" teriak seorang pria dengan seragam basket. Liao Jin mengangkat jempolnya.

"Kalau begitu, aku pergi dulu ya. Hei, kau Fen, Shu In jaga Lin dengan baik ya." katanya yang kemudian tersenyum memandangku.

Kutatap langkah demi langkah Liao Jin yang semakin menjauhiku menuju lapangan basket.

"Pria itu benar-benar banyak bicara. Kurasa memang perasaan cintanya pada Lin sudah mandarah daging." desis Shu In dengan menggelengkan kepalanya.

"Tapi, kurasa dia pria yang lebih baik daripada Jianghan. Sikapnya pun lebih hangat." sahutku

"Sikapnya hangat? Lin, apa sungguh kau tidak apa-apa. Kurasa pikiranmu banyak terganggu hari ini, kau bicara dan berpikir aneh-aneh." heran Shu In yang menepuk dahinya melihat tingkahku.

Aku tersenyum.

"Maaf, Jianghan aku sudah tak bisa bertahan dengan cinta sebelah hati seperti ini. Aku takkan mengganggumu lagi. Biarkan aku memupuk semua rasaku yang telah lama bersemi." gumamku dalam hati sembari menatap sosok Jianghan yang terlintas di hadapanku dengan seragam basketnya.