Chereads / INDESCRIBABLE FEELING / Chapter 48 - Love Letter

Chapter 48 - Love Letter

Hari demi hari telah berganti, kesempatan baru selalu datang menemani. Tak terasa tiga bulan telah berlalu, ujian demi ujian berhasil kulalui, nampaknya aku sudah berhasil menghapus separuh hal tentang Jianghan. Tak bisa kupercaya, pasca kejadian sore itu, kini aku lebih akrab dengan Zhai Lian.

Waktu cepat sekali berputar, sebentar lagi aku juga akan naik ke kelas tiga. Selama tiga bulan ini, aku hanya menghabiskan waktuku untuk belajar dan merevisi hasil karya tulisku yang ditolak oleh Penerbit Bintang.

Kejadian penolakan itu terjadi, ketika siang itu langit cukup mendung. Nampaknya, hujan akan segera turun. Kukayuh sepedaku kuat-kuat untuk segera sampai di rumah sebelum hujan mengguyur. Sesampainya di rumah kubuka komputerku dan bergegas membuka alamat email Penerbit Bintang.

"Kali ini, aku harus mengirimkannya. Diterima atu tidak, siap kuhadapi nanti." gumamku yang mulai menekan tombol "Kirim" pada laman email. Pesan pun terkirim. Berminggu-minggu kutunggu kabarnya, namun tak kunjung ada. Kotak pesan Email-ku masih saja kosong. Hingga pada suatu hari, setelah 45 hari kumenunggu, kulihat Penerbit Bintang mengirimkan pesan di email-ku.

"Maaf, untuk sementara naskah Anda belum bisa kami publikasikan. Silahkan periksa kembali naskah dan kirimkan kembali setelah 2 bulan." bacaku yang membuat sekujur tubuhku lemas. Aku ditolak.

Hari itu, aku menceritakan hal ini pada Zhai Lian, dialah satu-satunya teman pria yang dekat denganku dan bisa kupercaya selain Fen dan Shu In. Ia memberiku banyak sekali motivasi, bahkan ia begitu mendukungku untuk menerbitkan novel dan menjadi seorang penulis.

"Ini awal yang baik, kau jadi tahu di mana letak kesalahan penulisanmu. Kau harus segera memperbaikinya." kata Lian sembari membaca email dari Penerbit besar itu.

Aku menghela napasku, "Tapi, tetap saja aku ditolak. Kenapa hidupku tak sebaik dirimu? Kau lahir dari orang tua yang kaya dan menjadi pewaris perusahaan tunggal. Bahkan kau tak perlu bekerja, uang pun akan selalu ada." ujarku yang membuat Lian menutup bibirku dengan jari telunjuknya.

"Kau jangan bicara seperti itu, tak baik untuk dirimu. Kau tahu, setiap manusia diciptakan dengan baik dan memiliki bakat dan keunikan tersendiri. Aku memang beruntung, tapi tak seberuntung dirimu yang bisa menulis novel dengan 200 halaman ini. Kau punya hati yang baik, itu harusnya kau syukuri jangan kau pandang sebelah mata. Kejujuran dan kebaikan itu susah dicari, dan kau memiliki keduanya." ujarnya yang membuatku tersenyum menatapnya.

"Terima kasih, Lian."

Zhai Lian pun menyentuh bahuku sebagai bentuk dukungannya pada mimpiku.

"Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Bukankah dengan melakukan apapun yang kita sukai itu akan memberikan kebahagiaan tersendiri untuk diri kita. Jadi, apapun keinginanmu, aku sebagai temanmu akan selalu mendukungmu." Ucapan Lian hari itu masih terus terekam dalam memori otakku. Bersama Lian, aku bisa melupakan cinta pertamaku, Jianghan.

Hari ini Mentari bersinar dengan cerah. Sementara, jam dinding sudah menunjuk pukul 10.00. Terlihat beberapa siswa mulai mengerumuni papan pengumuman. Nampaknya, hasil ujian sekolah telah keluar. Aku takkan melihatnya, kurasa hasilku pun akan sama saja seperti sebelumnya, tetap akan berada di kelas F takkan ada yang berubah.

"Yuan Lin, kau masuk kelas D!" teriak Shu In dengan wajah takjubnya diikuti Fen yang berjalan seru di belakangnya.

"Aku? Aku naik ke kelas D?" tanyaku yang tak percaya. Kedua sahabatku kompak mengangguk. Aku pun berlari tuk melihat hasil belajarku. Kulihat namaku, Fen, dan Shu In berada di kelas D. Aku teriak kegirangan. Bagaimana bisa aku naik dua tingkat kelas secepat ini. Dari kelas F menuju kelas D, ini seperti mimpi.

Kulihat seorang pria mengenakan jaket coklat tersenyum ke arahku sembari menyandarkan punggungnya di tembok samping papan pengumuman. Pria itu turut mengangkat jempolnya sembari matanya terus memandangku yang tengah berada di kerumunan.

"Zhai Lian?" aku berlari ke arahnya. Fen dan Shu In menatap heran diriku yang langsung berlari ke arah Lian.

"Kau melakukannya dengan baik." pujinya yang mengusap kepalaku.

"Aku senang, aku bisa naik ke kelas D. Kukira aku akan terus di kelas F sampai lulus nanti, ternyata tidak aku berhasil naik dua kelas. Walaupun tak bisa satu kelas denganmu di kelas A. Tapi, aku tetap keren, kan?"

"Mau kelas D atau tidak, kau akan tetap menjadi yang terbaik in your version actually." Jawab Zhai Lian yang membuatku melebarkan senyuman di wajahku.

"Baiklah, untuk merayakan keberhasilanmu karena telah berhasil menjadi siswi kelas 3D, apakah kau mau makan siang denganku?" tawarnya dengan senyum nakal yang terus meledekku.

Aku menyenggol lengan Lian, "Tidak, aku makan siang bersama teman-temanku. Mereka juga berhasil masuk kelas D, jadi aku akan merayakan bersama mereka juga."

"Ah, jadi permintaanku ditolak ya. Kalau begitu, aku ikut makan siang bersama kalian saja, bagaimana?"

"Ide bagus. Temui aku di kantin pukul 11 nanti ya!"

"Baiklah, nona kelas 3D." ledeknya lagi.

Sementara itu, di sudut lorong sekolah terdengar seseorang meraung sedih. Tiba-tiba seorang pria menghadang jalanku.

"Yuan Lin, kenapa kau meninggalkanku di kelas F?" mohon Liao Jin yang menggenggam erat lenganku. Aku hanya diam tanpa sepatah kata.

"Kau ini kenapa, Jin?" tanya Fen yang mulai sedikit merasa aneh.

"Aku tak ingin dipisahkan dari Yuan Lin. Kembali ke kelas F saja, Lin. Aku akan selalu menemanimu." jawabnya

"Hey, pria overacting, kau dan Yuan Lin masih berada dalam satu sekolah, jadi untuk apa kau bersikap berlebihan seperti ini. Toh, kalian pun akan sering bertemu. Aneh sekali." tambah Shu In yang membantuku melepaskan genggaman tangan Liao Jin.

Aku hanya menggaruk kepalaku yang tak gatal, sikap Liao Jin memang berlebihan hari ini.

"Sudahlah, kita pergi saja. Liao Jin memang sudah gila." cetus Shu In yang mulai menarik pergelangan tanganku.

"Jagalah sikapmu, Jin. Kau terlalu berlebihan kali ini, lihatlah Yuan Lin saja tak suka dengan pria overacting seperti dirimu." ucap Fen yang menepuk bahu Liao Jin.

"Lalu, aku harus apa, Fen?" tanyanya

"Ubah saja sikap dan penampilanmu, entah seperti Xiao Jianghan atau Zhai Lian. Yuan Lin akan menyukainya." jawab Fen yang membuat Liao Jin terperangah.

Sementara itu, di perjalanan menuju ruang penyimpanan, aku berpapasan dengan Jianghan. Rasanya sudah tiga bulan lamanya sejak kejadian itu aku terus menghindarinya. Shu In mulai menyenggol lenganku, aku hanya tersenyum meresponnya. Lagipula, hatiku sudah tak seperti yang dulu, menggebu-gebu dan mengharapkan cinta dari Jianghan.

"Yuan Lin, apa yang kau lakukan? Mengapa kau tak menyapanya?" heran Shu In yang ikut membuka loker penyimpanannya.

"Tidaklah, aku takut jika aku mengganggu mood-nya. Bukankah selama dua tahun ini, aku menjadi pengganggu di hidupnya? Jadi, lebih baik aku menjaga jarak saja, aku takut jika aku kembali terobsesi dengannya dan malah memperburuk keadaan." jawabku dengan santai.

"Kau, sikapmu yang baru, dan pikiran dewasamu ini aku jadi semakin kagum denganmu. Yuan Lin jadi semakin bijaksana." tambah Fen yang merangkul bahuku.

"Bagaimana tidak, Yuan Lin memang akan menjadi jodohnya Zhai Lian. Pikiran kalian benar-benar sama. Sama-sama dewasa dan maju ke depan." tambah Shu In yang diiringi gelak tawa geli Fen.

Namun, tiba-tiba secarik kertas putih terjatuh dari dalam loker penyimpananku.

"Ada yang meninggalkan surat di sini." ujarku sembari mengambil secarik kertas yang terjatuh di lantai. Kuraih surat itu dan kulihat tertulis di halaman depan,

"Teruntuk Yuan Lin." Aku terperangah melihatnya.

"Surat? Siapa yang mengirimkan surat di loker penyimpananku?" gumamku sembari menatap kedua sahabatku. Fen dan Shu In hanya mengangkat bahunya.