Malam hening nan tentram dengan sayup-sayup angin yang berdesir halus menyentuh kulit setiap insan, langit gelap bertabur ribuan gemintang yang memenuhi setiap ruang angkasa yang kesepian. Walau ada jutaan bintang menggantung di sana, tetapi tetap hanya ada satu bulan yang menghiasi gelapnya malam. Sama halnya diriku, ribuan pria yang ada di dunia tapi hanya satu yang kucinta. Apa yang sebenarnya aku lakukan? Berhalusinasi hingga melewati batas kewajaran. Pikiranku kembali dipenuhi oleh sosok Jianghan.
Malam itu, aku menelepon Jianghan, aku tak mengerti apa yang ia katakan. Kupandangi terus dua batang coklat dan sekotak susu yang masih ada di dalam kotak makan siangku.
"Dia punya sikap yang manis tetapi terkadang menyebalkan. Apa tidak bisa berkata berterus terang?" ujarku mengenai sosok Jianghan. Rasanya aneh, sepanjang perjalanan menuju rumah sore tadi ia tak bicara apapun padaku, bahkan ia juga tak membahas masalah kotak makan siangku. Kurasa ini juga salahku, mengapa aku tak membicarakannya tadi. Aku mulai menghela napas lesuku.
Tiba-tiba pikiranku kembali teringat dengan sebuah buku pada chapter in love selanjutnya. Kuraih buku bersampul mawar yang terdapat di sisi kasurku. Kubuka lagi lembaran demi lembaran hingga kutemukan cara menarik perhatian di step ketiga. Cepat sekali rasanya, sudah dua cara yang kulakukan tapi belum ada hasilnya, ini serasa menguras air laut saja. Sia-sia dan tak berguna.
"Catatan: Jika kau mendapatkan sebuah balasan dari hasil kerja kerasmu membuatkan makanan atau menunjukan perhatian. Bisa dipastikan sebagian hatinya sudah mulai tertarik denganmu." Bacaku mengenai sebuah halaman yang menjadi catatan penting di lembar ketiga. Kurasa ini penjelasan pada tata cara sebelumnya yang mana memintaku untuk membuatkan makan siang untuk Jianghan.
"J-jangan- jangan…" Mataku kembali terbelalak, kubuka lagi halaman sebelumnya untuk mencari beberapa kata yang mungkin bisa menjadi acuanku dalam menilai sikap Jianghan yang membalas mengisi kotak makanku.
"Jika kekasihmu membalas perbuatanmu dengan cara yang manis atau dengan cara yang tak pernah kau duga, namun cara dan sikapnya masih terdengar menyebalkan, kemungkinan besar ada suatu hal yang ia sembunyikan darimu." Bacaku lagi di beberapa kalimat pada bab penjelas.
Aku mulai mengangkat satu alisku, "Suatu hal yang disembunyikan? Apa yang Jianghan sembunyikan dariku?" Aku kembali berpikir kritis, rasanya tak ada yang aneh dari gerak-gerik tubuh Jianghan baik hari ini atau kemarin, semuanya terlihat normal seperti biasanya. Tapi, jika yang ia sembunyikan adalah sesuatu yang berhubungan dengan hati dan perasaan, siapa yang bisa tahu? Kurasa hanya Tuhan yang bisa membaca seluruh isi hati manusia. Aku? Mana bisa.
Malam itu, kuputuskan untuk membaca langkah baru di lembaran yang baru dalam tips menarik hati pria idaman. Setidaknya, masih ada beberapa step lagi yang bisa membuat hatinya terketuk dengan sikapku. Cara kesatu dan kedua sudah kulakukan, semoga dengan cara ketiga ini semuanya akan berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Ya, kubilang semoga, karena terkadang apa yang kita bayangkan, tak sesuai dengan kenyataannya.
"Chapter tiga." Tulisan besar membuka halaman baru pada buku yang diklaim keramat cinta ini.
"Lakukanlah yang terbaik, berubahlah menjadi gadis yang pintar dan memiliki wawasan yang luas." Bacaku yang membuatku menepuk dahiku dan kemudian membaringkan tubuhku di atas kasur biru yang empuk.
"Astaga, apa yang harus aku lakukan? Menjadi gadis pintar dan berwawasan luas? Apa ini sudah gila, aku tak bisa melakukannya." keluh kesahku yang mulai menutupi wajahku dengan telapak tangan.
Aku mulai membangunkan tubuhku.
"Kau kan ahli dalam bidang sastra." Tiba-tiba saja aku teringat pada ucapan Wang dan Zhai Lian. Kurasa aku bisa menarik perhatiannya dengan belajar keras di mata pelajaran sastra dan bahasa. Aku yakin ini pasti berhasil.
Pagi hari yang cerah, di mana hari ini aku akan memulai satu misi berbahaya yang tertulis dalam buku cinta dengan sampul mawar itu. Aku akan berubah menjadi sosok gadis yang berwawasan luas.
Setibanya di sekolah seperti biasa beberapa orang mulai menyapaku. Namun, langkah kakiku kembali terhenti ketika melihat sosok wanita berdiri beriringan menatap Jianghan. Aku mulai menarik napasku tuk mencoba menghiraukannya.
"Lihatlah gadis ini, penampilannya berubah namun otaknya tidak sama sekali. Untuk apa kau mengubah penampilanmu, sementara otakmu masih tetap kosong." ejek mereka yang membuatku menatap sadis ke arah gadis itu. Ternyata gadis itu adalah Yui Xin.
"Jaga ucapanmu, nilailah dirimu sendiri jangan langsung menilai orang lain, lihatlah apakah dirimu itu sudah baik atau belum. Otak pintar tak selamanya bisa menjadi acuan kesuksesan, bahkan jika kau pernah lihat beberapa orang di luar sana banyak yang sukses karena keteguhan dan kerja kerasnya."
"Lalu?" tantangnya yang mulai melipat kedua tangannya di dadanya dan mendekatkan tubuhnya ke arahku.
"Yui Xin, ingatlah kata-kata dari Thomas Alva Edison ini, genius is 1% inspiration and 99% perspiration. Jadi, kau takkan pernah tahu bagaimana kerasnya aku belajar dan berusaha untuk menjadi jenius." ucapku pada Yui sembari tanganku menyentuh kepalaku. Kulihat Yui mulai terperangah kaget.
"B-bagaimana bisa, gadis itu?" ujarnya yang mulai kebingungan.
Kulihat Jianghan pagi itu mulai menyeringaikan bibirnya merespon semua ucapan yang kulontarkan spontan pada salah satu anggota Girls out, Yui Xin. Ia juga bergegas meninggalkan Yui Xin dan mengikutiku dari belakang mencoba untuk menaiki tangga.
"Darimana kau menemukan kata-kata seindah itu, nona Yuan Lin?" tanya Jianghan yang membuatku menoleh kaget menatapnya. Sejak kapan ia ada di belakangku?
"Tentu saja, ku membacanya apalagi?" jawabku dengan cetus. Rasanya agak menyebalkan pagi ini. Moodku benar-benar dirusak oleh gadis tak tahu malu itu. Sungguh menyebalkan.
"Baiklah, kalau kau membacanya. Itu kemajuan yang bagus." balasnya dengan menganggukan kepalanya. Aku masih tak merespon ucapannya serasa malas untuk berbicara, entah karena ucapan Yui Xin yang menyakitkan atau karena aku melihat Jianghan berdua dengannya. Dua hal ini benar-benar merusak feeling good morning vibe-ku.
Tiba-tiba ia mulai berjalan di depanku, "Kau cukup mengagumkan pagi ini. Teruslah untuk membaca, perkaya otakmu."
Kakiku kembali berhenti melangkah di salah satu anak tangga ketika Jianghan mencoba mengucapkan kata-kata yang membuat hatiku kembali bergemetar. Mengagumkan? Apa aku tak salah dengar. Berkali-kali kurogoh telingaku memeriksa apakah ada sesuatu yang menyumbat telingaku hingga aku tak bisa mendengar ucapannya dengan baik. Ucapan Jianghan pagi itu seperti sebuah moodbooster untukku, seakan-akan ia mendukungku untuk menjadi sosok gadis yang pintar.
"Jianghan, berbicara tentang hal itu padamu? Dia bilang kau mengesankan karena melawan ucapan Yui Xin?"
Aku mulai mengangguk mengiyakan ucapan Shu In.
"Wah, kurasa buku itu benar-benar ajaib. Aku akan meminjamnya setelah dirimu, Lin." tambah Fen yang nampaknya ingin merasakan sensasi magis dari sebuah buku milik kawan Shu In. Aku kembali menatap jendela, rasanya ada sesuatu yang mulai bergejolak dalam dadaku, seakan-akan aku ingin menjemput dan masuk di kelas yang sama dengan Jianghan.
"Aku jadi merasa ingin satu kelas dengan Jianghan." Ucapku dengan lirih namun masih terdengar di gendang telinga kedua sahabatku.
"Apa? Apa kau yakin? Kelas itu sangat sulit untuk dimasuki bahkan otak mereka pun sangat mahal harganya." tambah Shu In.
"Betul, naik satu tingkat kelas saja sudah sangat bersyukur." ucap Fen dengan nada yang sedikit lesu.
"Kalau begitu, kita belajar bersama-sama saja. Kita tinggalkan kelas F ini dan naik ke kelas lainnya. Kudengar untuk semester ini, akan ada perombakan kelas seperti semester sebelumnya. Ini kesempatan yang bagus untuk naik dan pindah di kelas baru." jelasku dengan semangat yang berapi-api.
"Aku semakin tidak yakin dengan kemampuan pribadiku, kau tahu sejak semester awal di kelas satu kita punya tekad seperti ini, tetapi hasilnya selalu nihil, hasil ujian jelek dan pada akhirnya kita sama-sama berada di kelas F sampai kelas dua." ujar Fen yang mulai menyangga kepalanya seakan terasa berat pagi ini.
"Tapi, kita masih ada harapan untuk naik ke kelas terbaik di kelas 3 dan semester ini jadi penentunya. Kita harus belajar lebih giat lagi, kau ingat kata-kata Thomas Alva Edison, Genius is 1% inspiration and 99% perspiration." Aku yang mencoba memberikan semangat kepada kedua sahabatku.
Iya, aku tahu sudah berkali-kali kumencoba untuk naik ke kelas yang terbaik tetap saja tidak bisa dan aku hanya bisa berada di kelas F, kelas paling bawah selama dua tahun ini. Tapi, apa salahnya kalau kita mencoba lagi. Kupastikan kali ini aku akan berusaha semaksimal mungkin agar bisa pindah ke kelas terbaik dan unggulan di sekolah. Aku ingin satu kelas dengan Jianghan.
"Baiklah, aku akan berusaha semampuku." ucap Fen yang mulai setuju terlihat matanya kembali berbinar-binar menandakan semangat yang berapi-api.
"Aku pun!" Terlihat Shu In mulai mengangkat tangannya dengan setuju, "Lagipula anak kelas unggulan juga sangat tampan bisa bikin mood belajar meningkat."
"Tapi, bagaimana caranya ya?" desisku yang membuatku dan kedua sahabatku berpikir keras.