Setelah meredakan seluruh rasa amarahnya, kini Alendra sudah kembali tenang dan sekarang Alendra kembali berpikir lagi dimana dirinya harus menemukan Maya, namun pikiran Alendra tiba-tiba saja teringat dengan kejadian ketika Maya menemukan dirinya waktu itu, dimana saat dirinya melakukan camping di hutan kemudian pikiran Alendra pun semakin berjalan dengan mulus sehingga Alendra mulai mengetahui dimana sebenarnya Maya sekarang. Apa lagi ketika mengingat perkataan Maya waktu itu bahwa dirinya di culik oleh seorang pria dan akhirnya Alendra paham sekarang.
"Aku harus bergegas untuk menemukan diri mu, Maya!" ucap Alendra yang langsung saja memakai jaket kulitnya, lalu menelpon seseorang yang tidak lain pengawalnya sendiri untuk bersiap-siap pergi bersamanya ke hutan.
Semuanya telah berkumpul bersama di halaman rumah Alendra, mulai dari perlengkapan senjata untuk melindungi diri dari musuh sudah lengkap dan puluhan mobil sudah terparkir rapi di halaman yang luas itu. Terutama para pengawal Alendra yang sudah siap sedia melakukan penyerangan ketika menghadapi musuh nanti. Alendra sudah menjelaskan secara jelas kepada seluruh pengawalnya, berharap misinya kali ini berhasil dan membawa pulang Maya dengan keadaan selamat.
"Sekarang semuanya berangkat!" perintah Alendra dan semua pengawal pun langsung saja menaiki mobil.
Masing-masing mobil memiliki lima orang pengawal di dalamnya, sedangkan di dalam mobil yang di tumpangi Alendra hanya 3 orang saja, satu supir dan satu pengawal yang duduk di samping supir.
Sudah beberapa jam Alendra dan pengawalnya menempuh perjalanan, kini sekarang mereka telah tiba di tempat dimana Alendra melakukan campingnya waktu itu, Alendra sedikit termenung ketika melihat 2 arah jalan di hadapannya.
"Cepat cari kemana kita harus pergi?" ucap Alendra.
"Baik, Tuan," jawab salah satu pengawal Alendra yang bernama Dian. Dian sosok laki-laki yang sangat pintar mengotak-atik komputer, maka dari itulah Alendra membayar mahal Dian karena sesuai dengan kemampuan yang Dian miliki selama ini.
Dian pun mulai mengetik keyboar yang berada di laptop nya dengan jari yang bergerak dengan sangat cepat, sehingga supir yang berada di sebelah Dian bingung dan mengangga melihatnya karena kagum .
"Bagaimana?" tanya Alendra yang sudah tidak sabar lagi.
"Tunggulah 5 detik," ucap Dian sambil berusaha untuk melakukan pekerjaanya dengan sebaik mungkin.
"Selesai!" ucap Dian yang langsung saja memberikan laptopnya kepada Alendra dan terlihat ada sebuah titik warna merah berkelip-kelip di laptop tersebut.
"Jelaskan apa maksudnya?" tanya Alendra yang masih belum paham.
"Kita hanya perlu berbelok ke arah kiri saja, Tuan. Lalu kita akan menempuh perjalanan sekitar setengah jam lebih untuk sampai ke titik arah yang berwarna merah ini dan nantinya kita akan menemukan sebuah rumah mewah yang hanya dihuni 1 orang saja, saya yakin itu adalah rumah orang yang telah menculik orang yang tuan cari saat ini.
"Maka dari it—" ucap Dian terpotong.
"Sudahlah! Tidak perlu menjelaskannya secara bertele-tele, sekarang kita berangkat saja!" ucap Alendra dengan sedikit kesal kepada Dian karena menurut Alendra Dian hanya membuang-buang waktu saja jika terus berbicara.
"Baik, Tuan," jawab Dian.
Sekarang Alendra serta pengawalnya sudah tiba di lokasi musuh yang telah menculik Maya, namun Alendra tidak langsung memberi perintah kepada pengawalnya untuk melakukan penyerangan karena Alendra lebih memilih untuk melakukan suatu rencana besar-besaran, supaya tidak diketahui oleh tuan pemilik rumah tersebut.
"Kalian tetap terus pantau di sekitar rumah itu dan carilah celah untuk kita bisa masuk secara diam-diam," ucap Alendra menjelaskannya kepada pengawalnya.
"Tapi Tuan, rumah itu sudah di keliling ratusan pengawal serta terlalu banyak anjing yang terlalu buas disekitar itu, lalu bagaimana bisa kita masuk dengan sangat mudah?" tanya Dian.
"Saya tidak mengatakan kita bisa masuk dengan sangat mudah bodoh!" kesal Alendra. Mendengar itu, Dian langsung saja meneguk ludahnya dengan sangat kesusahan karena mendengar bosnya memaki dirinya.
"Lalu bagaimana, Tuan?" tanya Dian yang berusaha untuk sabar menghadapia Alendra.
"Saya membawa kalian semua, supaya bisa membantu saya bukan malah merepotkan begini!" kesal Alendra.
Semua pengawal Alendra menunduk malu dan ada juga menahan tawanya melihat ekspresi Dian yang terlihat sangat lesu karena mendengar ocehan bosnya.
"Baiklah, sekarang kalian berkelilinglah mencari—" ucap Alendra terpotong karena sangat terkejut melihat di sekitar keliling mereka.
"Inilah akibatnya Tuan terus mengoceh!" ucap Dian mengejek Alendra. Melihat tatapan tajam dari Alendra membuat Dian membalasnya dengan menatap tajam ke arah Alendra juga yang tidak kalah tajam dari Alendra.
"Beraninya kamu menyalahkan, Tuan mu sendiri!" ucap Alendra mengepalkan kedua tangannya dan bersiap-siap untuk menghajar Dian. Namun, sayangnya waktunya sudah tidak ada lagi untuk hal yang tidak penting seperti saat ini karena semua musuh sudah di depan mata dan bersiap untuk menyerang mereka.
"Tuan, nanti saja marah dengan saya. Sebaiknya Tuan menyingkirkan orang-orang galak itu!" ucap Dian dengan berani, ucapan Dian semakin membuat seluruh tubuh Alendra memanas bahkan wajah Alendra pun memerah karena menahan amarah kepada Dian.
"Dian, kamu sepertinya sangat berani saat keadaan seperti ini saja. Baiklah, sehabis ini bersiap-siaplah untuk menerima hadiah dari Tuan mu yang baik hati ini!" ucap Alendra dengan dingin dan seketika Dian bergidik ngeri mendengarnya.
"Apa urusan kalian kemari?!" tanya Tristan dengan sangat dingin sambil melangkahkan kakinya dengan pelan untuk mendekati Alendra, sedangkan pengawalnya sudah mengelilingi Alendra serta seluruh pengawalnya.
"Serahkan gadis yang sudah kamu culik!" ucap Alendra yang tidak ingin basa-basi lagi.
"Cih! Tidak semudah itu!" ucap Tristan dengan tersenyum devil.
"Apa yang kamu inginkan dari sahabat ku itu sebenarnya?" tanya Alendra dengan kesal.
"Kamu tidak perlu tahu tentang urusanku dengannya!" ucap Tristan dengan tegas.
Sekarang Alendra dan Tristan sudah berbicara mengunakan bahasa non formal sekarang karena menurut mereka berdua tidak ada gunanya berbicara sopan dengan musuh.
"Dia sahabatku! Tolong kembalikan dia padaku!" ucap Alendra.
"Dan dia milikku, jadi tidak akan ku biarkan dia kembali kepada mu!" ucap Tristan yang tidak ingin mengalah.
"Apa buktinya jika Maya milik mu? Dia bukan barang yang seenaknya kamu mengatakan dia milik mu!" ucap Dian.
"Aku tidak mengatakan dia barang! Dan asal kau tahu, aku tidak perlu memberi bukti bahwa dia milikku karena itu semua tidaklah penting!" ucap Alendra.
"Sialan!" gumam Dian yang tidak bisa berkata-kata lagi.
"Kenapa? Kau memakiku secara diam-diam, hem? " ucap Tristan yang sengaja mengejek Dian dengan maksud membuat musuhnya semakin marah dengannya.
"Cih! Sungguh laki-laki pengecut!" ucap Tristan lagi.
"Brengsek!" maki Alendra, lalu dengan sekejap mata menyodorkan sebuah pistol ke arah Tristan, namun Tristan hanya biasa-biasa saja melihat aksi Alendra yang mengancam nyawanya.
"Tuan, sepertinya laki-laki ini bukanlah tandingan, Tuan," ucap Duan berbisik di telinga Alendra.
"Diamlah!" ucap Alendra.
"Tuan tidak melihatnya? Kalau ancaman yang Tuan berikan sekarang sepertinya tidak membuatnya takut sama sekali!" bisik Dian lagi.
"Diamlah! Atau senjata ini akan menembak mu!" ancam Alendra dengan kesal kepada pengawalnya itu dan ancaman Alendra tentu saja membuat Dian diam membisu karena ketakutan.