Alendra langsung saja menaiki mobilnya dan membawa mobilnya dengan kecepatan penuh, ia ingin menemuia Maya. Ternyata selama itu Maya lah yang merawat ibunya.
Setelah beberapa menit kemudian akhirnya Alendra sampai di sekitaran halaman rumah Maya, ketika ia ingin turun dari mobilnya, Alendra melihat kejadian yang tidak ia duga. Ia melihat Maya seperti sedang di siksa oleh ayahnya.
"Ayah, maafkan aku ayah," ucap Maya memohon.
"Aku tidak perduli! Sekarang juga, kamu pergi dari rumah ini sekarang juga!" usir ayah Maya.
Alendra sangat terkejut, ketika melihat ayah Maya yang seperti sangat marah besar kepada Maya, namun ia tidak tahu apa yang sedang terjadi kepada ayah dan anak itu, yang Alendra tahu kedua orang itu sedang bermasalah. Ingin rasanya Alendra mendatangi kedua orang itu untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, namun dirinya tidak bisa ikut campur dengan urusan keluarga Maya karena dirinya bukanlah siapa-siapa mereka dan pada akhirnya Alendra hanya diam melihatnya dari kejauhan saja.
"Ayah! Aku—" ucap Maya terpotong karena ayahnya sudah terlebih dahulu menampar pipinya dengan sangat kuat, sehingga dirinya pun sampai terduduk di tanah. Maya pun memegang pipinya yang yang terasa panas dan sakit itu, sambil menangis di bawah lutut ayahnya.
"Pergi!" bentak ayah Maya dengan nyaring dan Maya pun perlahan-lahan berdiri dengan sempoyongan karena seluruh tubuhnya terasa sangat lemah tidak berdaya menerima semua pukulan itu. Maya sudah sangat pasrah sekarang, dirinya sudah tidak dapat dimaafkan oleh ayahnya yang hanya karena dirinya di keluarkan dari sekolah karena fotonya berada di bar waktu itu.
"Kemana aku harus pergi?" tanya Maya dalam hatinya. Ia bingung harus kemana dirinya melangkahkan kakinya, ingin rasanya Maya pergi ke rumah Alendra namun ia tahu bahwa Alendra sekarang membenci dirinya dan akhirnya Maya pun menembuskan nafasnya dengan sangat kasar.
"Ya Tuhan, ini bahkan turun hujan lagi, kenapa disaat aku terpuruk seperti ini malah membuat turun hujan?" tanya Maya dalam hatinya.
Perlahan-lahan Maya melangkahkan kakinya menuju ke arah dimana tempat pemberhentian bus, ia ingin pergi ke suatu tempat dimana dirinya pernah menenangkan dirinya juga, di saat dirinya mememiliki masalah sama hal nya seperti ini.
Untungnya Maya memiliki sedikit uang berada di saku jaketnya untuk membayar ongkosnya menuju ke tempat yang ia tuju, setelah menemukan bus itu Maya langsung saja masuk dan kemudian bus tersebut membawa Maya, Maya hanya duduk bersandar di kursi tersebut dan merenungkan bagaimana nasibnya setelah ini.
Maya tidak yakin bisa hidup dengan baik sekarang, namun Maya tidak akan pernah menyerah dirinya harus berjuang dan memulai hidup barunya tanpa ada orang di sampingnya lagi.
Biasanya disaat keadaan dirinya seperti ini, Alendra sahabatnya yang menenangkannya dan menghiburnya, namun sekarang sahabatnya telah membenci dirinya hanya karena sebuah foto tersebut.
"Mungkin Alendra butuh waktu saja," ucap Maya, kembali meneteskan air matanya.
"Aku tidak ingin kehilangan sahabatku," gumam Maya yang tidak rela persahabatanya dengan Alendra hancur begitu saja, suatu saat Maya akan menjelaskan dan mencari bukti bahwa dirinya benar-benar tidak seperti apa yang Alendra pikirkan.
"Mbak!" tegur tukang supir bus itu.
"Hah?!" ucap Maya yang sedikit terkejut.
"Mbak ingin turun atau tidak?" tanya supir tersebut.
"Saya turun, Pak. Terima kasih banyak," ucap Maya langsung saja turun, ia tidak menyangka dirinya secapat itu bisa sampai.
Maya pun melangkahkan kakinya perlahan-lahan menuju ke arah hutan yang cukup jauh dari pinggir jalan, hingga kira-kira 200 meter jauhnya, Maya sering ketempat itu dan tempat itu ia tidak sengaja menemukannya saat dirinya hampir diculik oleh orang jahat dan dirinya bersembunyi di rumah kecil tersebut.
"Kenapa tempat ini sudah berubah dan terlihat sangat rapi sekali?" tanya Maya dalam hatinya. Maya melihat rumah kecil yang terbuat dari kayu itu sudah sangat rapi tidak seperti dulu lagi, bahkan halaman rumah itu terlihat sangat bersih.
"Mungkinkah orang pemilik rumah ini sudah datang dan merawatnya kembali?" tanya Maya, sehingga membuat Maya semakin penasaran dan dengan perlahan-lahan Maya melangkahkan kakinya untuk menghilangkan rasa penasarannya itu.
"Permisi!" ucap Maya, ia ingin berkenalan dengan pemilik rumah itu dan siapa tahu pemilik rumah itu membiarkan dirinya sebentar untuk tinggal karena hujan sebentar lagi akan turun, bahkan petir pun sudah berkali-kali mengeluarkan cahaya kilat.
"Mungkin orangnya tidak ada." Maya pun perlahan-lahan membuka pintu tersebut, namun pintu itu tidak terkunci sama sekali sehingga Maya pun semakin berani melangkahkan kakinya.
"Permisi! Saya ingin numpang berteduh terlebih dahulu, apa boleh?" tanya Maya walaupun ia tidak melihat siapa-siapa di dalam rumah itu.
Namun saat Maya mengintip di sebuah kamar di sampingnya, ia melihat sebuah rantai besar melingkar di sebuah tangan seseorang dan membuat Maya seketika terkejut melihatnya. Ia melihat laki-laki tampak sedang menunduk kebawah dan penampilannya sangat acak-acakan, namun ketampanan laki-laki itu tidak bisa menutupi ketampananya walaupun penampilannya seperti itu.
"K-a-mu kenapa?" tanya Maya dengan terbata-bata, berusaha untuk memberanikan dirinya untuk bertanya. Lalu laki-laki itu menengadahkan kepalannya dengan pelan dan ia melihat seorang gadis cantik di hadapannya, seketika laki-laki itu langsung saja tersenyum devil ke arah Maya.
"Tolong lepaskan aku," ucap laki-laki itu dengan sangat memohon kepada Maya. Maya yang melihatnya sangatlah kasihan, ia tidak tahu apa penyebabnya laki-laki dihadapannya itu diikat dengan rantai besi yang sangat besar itu, bahkan kedua bola besi sebagai beban berat supaya laki-laki itu tidak bisa kemana-mana.
"Bagaimana caranya aku melapaskan kamu?" tanya Maya, ia berharap bisa membantu laki-laki itu yang terlihat sangat kasihan itu.
"Mudah saja, kamu tinggal cari kuncinya di balik foto itu!" tunjuk laki-laki itu bernama Tristan Gunawan.
Maya pun bergegas mencari kunci apa yang telah Tristan katakan dengan cepat dan dengan tidak sabaran, ketika ia membalikan sebuah bingkai foto tersebut, ia melihat sebuah kunci dan ternyata yang di katakan laki-laki di hadapannya itu adalah sangat benar.
"Aku menemukannya!" ucap Maya dengan kegirangan dan menghampiri Tristan.
"Cepatlah buku gemboknya!" perintah Tristan dengan sangat tidak sabar dan dengan cepat Maya pun membuka gembok tersebut, Tristan melihat ke arah wajah gadis yang sedang berada di hadapannya saat ini, membuat senyuman terukir diwajah Tristan namun senyuman itu bukanlah senyuman yang mengatakan Tristan ingin membalaskan kebaikan Maya, melainkan ada sesuatu hal yang tersembunyi di dihatinya saat ini.
Maya benar-benar wanita yang sangat polos dan saking polosnya Maya, ia tidak tahu laki-laki yang sedang ia tolong saat ini diam-diam ingin melakukan sesuatu padanya.
"Sudah," ucap Maya tersenyum senang kepada Tristan dan Tristan membalas senyuman yang penuh kepalsuan itu.