Disisi lain, Farel tengah menggenggam erat jemari tangan Rani. Berjalan beriringan memasuki rumah yang tidak kalah mewah dengan rumahnya.
"Kamu sangat tampan," puji Rani. Ia mengulum sebuah senyuman, merasa bangga karena masih bisa di genggam erat tangan mungilnya oleh jemari besar milik laki-laki yang dicintainya.
Farel menurunkan pandangannya, melihat ke arah gadis yang tersenyum manis. "Terimakasih, aku memang sangat tampan." ucapnya sambil terkekeh kecil, membuat Rani melakukan hal serupa dengan dirinya.
"Kamu kepedean."
"Biarin, yang penting hanya sama kamu aku memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi."
Tentu saja Rani merasa di spesial kan.
"Selamat pagi, Mommy, Daddy." sapa Rani begitu melihat dua sosok paruh baya yang sudah mengenakkan pakaian formal. Keluarga Rani sudah mempersiapkan kedatangan Farel dengan sangat baik. Mereka sangat menyukai laki-laki yang berstatus kekasih putrinya. Padahal, pernikahan Farel dan Zulfa dilakukan secara besar-besaran, yang sudah pasti seluruh kolega besar mengetahui hal ini termasuk kedua orang tua Rani. Namun siapa sih orang yang ingin melepas ahli waris keluarga Brahmana dengan mudah? Pasti tidak ada.
Rani dan Farel bergantian menyalimi punggung tangan Bella dan Gusti.
Bella Cantika Andrawan, seorang wanita yang membuka beberapa cabang butik dengan harga yang tidak bisa di anggap remeh. Parasnya yang cantik sama sekali tidak luntur mengingat usianya yang sekarang, memiliki sedikit kerutan namun tidak mengurangi kadar awet mudanya. Wanita yang hobi berganti-ganti cincin berlian di jemarinya. Ah, maaf, tidak berniat sombong.
Sedangkan Gustri Pramugya Andrawan adalah pemilik salah satu restoran bintang lima yang ada di Jakarta. Usahanya kian sukses dan banyak diminati konsumen dari hari per hari. Sudah jelas keluarga Andrawan sama berpengaruhnya dengan keluarga Brahmana. Namun sekali lagi, posisi mereka masih belum bisa di samakan.
"Kalian ingin sarapan?" Tanya Bella selepas mencium puncak kepala Rani. Ia sangat menyayangi putrinya, karena Rani adalah anak tunggal.
Farel menggeleng sopan. "Tidak perlu, mommy. Lagipula Rani sudah sarapan di rumahku."
Tiba-tiba saja mata Bella mendelik tidak suka. Ia sangat paham perjalanan kisah cinta Rani dengan Farel dari A sampai Z, tentu saja cerita yang hanya di gambarkan dari sisi pandang Rani. Tentang gadis itu yang kalah saing dengan Zulfa, Zulfa yang merebut tempatnya sebagai Nyonya Brahmana, Zulfa yang selalu mencoba untuk mengambil hati Farel darinya, pokoknya Zulfa sangat buruk di mata Rani dan keluarga Andrawan.
"Istri mu masih bersikap tidak sopan dengan anak saya?" tanya Gusti dengan wibawanya yang masih terlihat kental. Umur boleh tua, tapi wibawa tidak boleh luntur.
Farel tersenyum hangat, ia tidak bisa menjawab pertanyaan yang menjerumus ke aras sarkas itu. Sejujurnya ini adalah topik yang selalu ia hindari ketika berkunjung ke rumah orang tua Rani. Bukan hanya dirinya saja yang tidak nyaman, namun takutnya nanti ada selisih paham.
Siapapun, tolong gantikan posisinya untuk menjadi suami Zulfa. Ia hanya ingin menikah dengan Rani, dan akan seterusnya ia beranggapan seperti itu.
Egois memang, namun ia tetaplah manusia yang menjunjung tinggi motto 'cinta tidak dapat di paksakan'
Namun, bukankah cinta bisa hadir karena terbiasa? namun belum terbiasa saja m, Farel sudah menaruh pemikiran kalau ia sama sekali tidak bisa memiliki hubungan harmonis layaknya keluarga utuh bersama dengan Zulfa.
Rani tersenyum jahat melihat ekspresi Farel yang sama sekali tidak tertarik untuk membicarakan wanita yang menjadi akar masalah dalam hubungannya. Laki-laki itu, masih miliknya. Begitu juga seterusnya.
"Sudahlah, Daddy. Kita kesini hanya untuk mengobrol santai. Jangan memberatkan Farel dengan pertanyaan tidak penting." Ucap Rani sambil mencium pipi kanan Gusti. Ia merasa jika daddy-nya mengirim sinyal merah untuknya. Dan oh ya, perlu kalian ingat, Rani tidak akan pernah berhenti di tengah jalan. Camkan.
"Daddy hanya bertanya karena tidak ingin putri yang paling Daddy sayangi merasa tersakiti hanya karena laki-laki plin-plan seperti ini."
"Sudah jangan di perpanjang, Dad. Kan kita ke sini juga ingin membicarakan bagaimana kedepannya."
Gusti mengangguk kecil dan lebih memilih untuk mengalah daripada nanti berujung tidak jelas, lalu memeluk pinggang Bella dari samping. "Ayo kita berbicara di ruang keluarga saja." ucapnya sambil berjalan lebih dulu dengan Bella, meninggalkan Farel dan Rani jauh di belakang.
Rumah mewah ini, ternyata ruang tamunya di letakkan jauh dari pintu masuk.
Farel menatap Rani dengan tatapan memuja, ia rasa kalau kekasihnya ini adalah calon istri idaman yang sesungguhnya. "Terimakasih sudah membebaskan aku dari pertanyaan itu, sayang." ucapnya sambil mulai melumat bibir Rani dengan lembut, hanya lumatan singkat saja.
Rani dengan baik merespon lumatan Farel yang selalu menjadi candu baginya, hanya sekejap lalu melepaskannya. Untuk kali ini, ia akan memenangkan sebuah permainan.
"Apapun untuk kamu sayang, itu sudah menjadi bagian aku untuk ikut campur dalam masalah ini."
"Iya, seharusnya kita bisa berada selangkah lebih jauh hanya dari sekedar berpacaran."
"Katakan kalau kamu sayang sama aku, Farel."
"Tidak perlu di ungkapkan lagi, semuanya sudah terlihat jelas kalau aku benar-benar sayang sama kamu."
Ia sangat mencintai Rani, sangat dan teramat mencintai. Bahkan sampai tidak ada ruang lagi untuk Zulfa yang berusaha mati-matian meluluhkan hatinya.
'Poor you, Zulfa' batik Rani. Bahkan di dalam hatinya, ia menyempatkan diri untuk tertawa jahat.
Tidak sabar? Lihat saja nanti bagaimana kelanjutannya. Ia sudah pernah bilang. Apa yang sudah menjadi miliknya, akan selalu tetap menjadi miliknya. Jika ada hal yang menghambat, ia akan menghancurkan itu semua dengan permainan yang halus.
'Diam dan saksikan siapa pemenang dari permainan kecil ini. Aku harap, kalian akan suka.' batin Rani untuk yang kesekian kalinya, karena sisi iblis hanya diperuntukkan bagi diri sendiri dan seseorang yang menjadi pemicu.
"Yasudah, yuk kita menyusul mereka. Kamu ingin aku gendong atau berjalan sendiri?"
Rani di buat tersenyum malu dengan pertanyaan konyol yang dilontarkan oleh Farel. "Tidak, lebih baik aku berjalan saja. Nanti malu lah dengan Daddy dan Mommy, pasti setelah kepulangan mu mereka akan meledekku." sambil mendengus kecil.
"Ya tidak masalah dong, selagi kamu punya aku dan aku punya kamu tidak perlu merasa malu. Karena apa? sudah pasti mereka pernah merasakan hal yang serupa dengan kita."
"Jadi?" / '...sampai mana permainan kita?' sambungan kalimat itu hanya dilanjutkan Rani di dalam hatinya.
"Jadi, kamu tetap menjadi pemenang yang berada di hidup dan di hati ku?"
Anggap saja mereka bucin di atas penderitaan Zulfa, karena itu benar adanya.
"Iya, karena seorang Rani adalah pemenang dari semua ini."
...
Next chapter
A/N (maaf kolom nya selalu error dan aku info di sini aja)
Terimakasih masih yang setia nunggu, untuk saat ini segini dulu ya. Maaf yang udah emosian dengan penokohan yang ku buat, hihi. Silahkan selalu dukung karena mulai bulan Januari aku update setiap hari 2 bab, stay tune ya!❤️