Akhirnya mereka bertiga sampai di ruang Math Club. Mereka bisa melihat ada sekelompok siswi siswi yang sedang duduk di tempatnya masing-masing membentuk lingkaran. CL berjalan mendekati kelompok tersebut, ingin menanyakan keberadaan sang pelatih.
"Ekhem sorry ganggu.", CL mulai membuka pembicaraan. Siswa siswi yang tadi sibuk dengan obrolan kini serempak menoleh ke arah CL.
"Iya, ada apa?", tanya salah satu siswi.
"Pelatih mana?"
"Lagi ke ruang guru, baru aja pergi."
"Oh oke, thanks."
Setelah mengatakan itu, CL pergi mencari tempat duduk bersama LJ dan Alex. Mereka tidak ingin bergabung dengan kelompok tersebut, jadinya mereka sedikit menjauh.
Mereka hanya tidak ingin, jangan berekspetasi lebih.
"Perasaan lo berdua masih kelas satu disini, kok kayaknya lo udah kenal banget sama tempat ini.", ujar LJ.
"Ya kenalan lah.", jawab CL dengan santainya.
"Hmm iya juga ya."
"Ck. Jadi, dulu sebelum kita berdua lulus menengah pertama trus masuk ke menengah atas, kita berdua udah sering main kesini, jadi banyak kenalan.", ucap Alex yang menceritakan sebenarnya.
"Ngapain main kesini?"
"Ada satu angota FAU yang dulu sekolah disini pas kita masih sekolah junior. Kebetulan ada kenalan jadi main aja sekalian kenalan sama sekolahnya."
"Trus sekarang dia mana?"
"Dia udah lulus sekaligus berenti jadi anggota FAU."
"Kenapa?"
"Mau fokus belajar."
Selang sepuluh menit dari pembicaraan ketiganya, datanglah sang pelatih yang mereka tunggu.
"Nah itu dia."
"Afternoon student!", sapa sang pelatih ketika memsuki kelas.
"Afternoon ma'am!"
"Well, saya ada satu pengumuman. Jadi, bulan depan ada olimpiade matematika dan saya akan memilih tiga orang dari kalian untuk mengikuti perlombaan kali ini, karena ada tiga perlombaan. Pertama adalah tes tertulis, kedua alah cerdas cermat, dan ketiga adalah uji daya ingat. Ada yang ingin mencalonkan diri?"
Semuanya terdiam ketika pertanyaan terlontar dari mulut wanita yang berdiri di depan mereka. Tidak ada satupun siswa atau siswi yang berniat mencalonkan diri.
"Mereka bertiga aja ma'am!", tiba-tiba ada satu suara seorang siswa yang memenuhi ruangan.
"Who?"
"Mereka.", siswa itu menunjuk ketiga anak yang duduk di pojok depan dan sedikit jauh dari mereka.
CL, Alex, dan LJ langsung terkejut mendengarnya. Raut wajah ketiganya terlihat tegang dan panik.
"Lah apa-apaan kok kita? No thanks.", ujar Cl sedikit sinis.
"Ga apa-apa, lo kan pinter."
"Kagak gua bego, Alex tuh pinter."
"Dih napa gua, LJ tuh.", ucap Alex tidak terima.
"Eh kok gua? Gua aja ga tau apa-apa bego!"
Seketika ruangan tersebut menjadi riuh. Siswa siswi disana termasuk ketiga anak tersebut saling tunjuk menunjuk.
"Alright everyone, stop!!", ujar sang pelatih sedikit membentak. Ruangan yang tadinya gaduh kini sudah kembali tentram.
"Kalau tidak ada yang ingin mencalonkan diri tidak apa. Saya yang akan menunjuk kalian."
"Baiklah ibu akan memilih kalian bertiga saja.", pelatih tersebut menunjuk CL, Alex, dan LJ.
"Tapi kan ma'am, kita bukan cuma pelajar.", sergah CL.
"I know. Olimpiadenya akan diadakan hari minggu, dan setelahnya sekolah akan memberikan libur tiga hari bagi peserta."
"Okay, kami mencalonkan diri.", Ujar CL dengan lesu.
"Thank you."
"Baiklah kalian boleh bubar dan kalian bertiga ikut saya terlebih dahulu."
Akhirnya siswa siswi di ruangan itu membubarkan diri satu persatu.
"Ayo ikut saya."
Ketiganya bangkit dari tempat duduk mereka dan mengikuti langkah sang pelatih.
"Ma'am?"
"Ya, ada apa Alex?"
"I think there is one person among the three of us who should introduce herself."
Mendengar itu, sang pelatih langsung menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuh menghadap ketiganya dan menatap satu persatu.
"Ah ya, aku baru pertama kali melihat mu. Apa kau anggota baru?", tanyanya kepada LJ.
"Y-yes, I'm newbie."
"Maafkan aku melupkannya. Can you tell me your name?"
"Ya ofcourse, my name Lathaya Jossie just call me LJ. Aku adalah murid baru di sekolah ini, dan aku akan menjadi anggota baru di ekstrakurikuler Math Club."
"Oh hai LJ. Apa kalian bertiga sudah dekat?"
"Tentu, dia sahabatku dan sepupu Alex.", jawab CL.
"Ah pantas tadi kalian bertiga membentuk kelompok sendiri di kelas."
"Emm itu…. I'm sure you know about me and Alex."
"Of course. Yasudah kalau begitu mari kita pergi."
"Kemana?"
"Ke ruang guru, remember?"
"Ahahaha iya kami ingat.", jawab ketiganya dengan canggung, padahal mereka bertiga tidak tahu tadi mereka akan pergi kemana.
"Baiklah ayo."
Keempatnya melanjutkan perjalanan menuju ruang guru.
Setibanya di ruang guru, ketiga anak itu lebih memilih untuk tetap berada di luar karena sang pelatih bilang bahwa dia hanya akan mengambil formulir pendaftaran untuk ketiganya.
"Kalian isi ini dan dua hari lagi kembalikan ke saya.", ujar pelatih sambil membagikan formulir pendaftaran yang tadi ia ambil.
"Berarti sekarang kita boleh pulang?", tanya LJ.
"Yes, of course."
"Kalo gitu kita pulang ya ma'am."
"Iya, hati-hati dijalan!"
"Okay, see you ma'am!"
"See ya!"
Akhirnya kali ini ketiganya benar-benar pulang. Dan akhirnya juga mereka menjadi perwakilan sekolah mereka di olimpiade matematika kali ini. Kan awalnya tujuan mereka kesana hanya ingin menemani LJ mendaftar jadi anggota, tapi kenapa mereka malah menjadi seperti ini.
"Woah gila, gua baru masuk aja udah ditunjuk jadi perwakilan olimpiade. Sebegitu pinter kah gua?", ujar LJ yang masih menatap formulir yang dipegangnya.
"Padahal pelatihnya belom tau gua pinter apa kagak.", sambungnya.
"Ga enak juga ya jadi pinter.", kini giliran CL yang berbicara tapi dengan nada lesu.
"Ya gitulah hidup, ada enak ada ga enaknya juga. Terima aja.", jawab Alex.
Ketiganya berjalan menyusuri koridor sekolah sambil berbincang-bincang kecil. Semua lorong disana sudah sepi karena seluruh siswa sudah pulang ke rumahnya masing-masing, kecuali yang sedang melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler.
Mereka akhirnya sampai dimobil dan segera pergi dari pekarangan sekolah.
"Ke café mau ga?", tanya Alex yang masih sibuk menyetir.
"Ayo, kebetulan gua mau makan yang manis manis.", jawab CL.
"LJ, mau ga?"
"Gua ikut aja."
"Oke."
Kebetulan café yang biasa Alex dan CL kunjungi berjarak tidak jauh dari sekolah jadi tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menempuh perjalan menuju ke sana.
Dan akhirnya mereka sampai di café. Ketiganya langsung memasuki café tersebut.
"Lo berdua mau apa? Biar gua yang pesen.", ujar Alex.
"Gua ice cream vanilla aja.", CL menjawab.
"Gua samain aja kayak lo.", kini LJ menjawab.
"Sip!"
Alex pergi untuk memesan makanan sedangkan CL dan LJ mencari tempat duduk yang kosong. Ada satu tempat duduk yang kosong didekat jendela. CL mengusulkan untuk menempati tempat itu dan LJ pun mengiyakan.
"Gimana rasanya sekolah disana?", CL membuka pembicaraan.
"Ya gitu dah, campur aduk rasanya. Gua kira bakal fine, tapi Cuma gara-gara si bajingan Louis aja.", pungkas LJ dengan nada yang sedikit kesal.
"Nanti juga lo terbiasa."
"Terbiasa? Terbiasa ketemu Louis? Ogah."
"Hari-hari di sekolah, lo ga bakal bisa lepas dari Louis. Sekalinya Louis udah kasih tanda ke satu cewek, dia bakal kejar terus sampe dia sendiri yang bosen."
"Dih anjir, mending gua pindah sekolah kalo kayak gitu ceritanya. Lo kayaknya betah banget digituin sama tuh anak."
"Kana da Alex, kecuali ga ada dia gua juga bakal muak kali. Dan lo juga kana da kita berdua, jadi ga usah khawatir."
"Iya deh iya."
Dan keduanya berakhir dengan canda dan tawa kecil.
"Wih ada apa nih? Gua ketinggalan apa? Kayaknya seru banget.", itu Alex yang baru saja datang membawa satu nampan putih elegan khas café yang berukuran sedang.
"Ga kok ga ada, urusan cewek ini mah.", jail Lj sambil membantu Alex mengeluarkan satu persatu hidangan yang berada di atas nampan.
"Ck, yaudah iya cowok mah bisa apa."
Ketiganya tertawa ringan dan mulai menyantap hidangan mereka masing-masing.