"Lee, apa yang kau lakukan disini?"
Mr. Graham baru saja ingin menyusul putrinya ke ruang operasi, tapi, dia melihat bahwa putrinya berada di depan ruangan lain bersama Alex dan kedua orang tuanya.
"Oh kalian sudah datang.", Mr. Graham tersenyum dan menghampiri Mr. Joel.
"Apa yang kalian lakukan disini?", tanyanya lagi.
"Mama tadi pingsan.", jawab CL.
"Apa?! Lalu bagaimana keadaannya sekarang?!"
"Aku belum tau, dokter masih didalam."
Baru saja dibicarakan, pintu ruangan Mrs. Lee terbuka dan keluarlah dokter yang menanganinya. Semua orang yang berada di depan ruangan tersebut langsung berkumpul mendekat.
"Dokter, bagaimana keadaan ibu saya dok?", tanya CL.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, keadaannya baik-baik saja. Tapi tekanan darahnya rendah karena terlalu kelelahan. Dia harus banyak beristirahat dan tidak boleh memikirkan hal berat yang dapat keadaannya semakin parah.", ucap dokter lalu tersenyum.
Semuanya menghelakan napas lega karena Mrs. Lee baik-baik saja.
"Terimakasih dokter."
"Sama-sama. Kalau begitu saya permisi."
"Ya, silahkan."
Dokter itu pergi dari hadapan mereka lalu setelahnya perawat yang ikut andil menangani Mrs. Lee keluar dari ruangan dan pergi begitu saja.
"Pa?", panggil CL.
"Ya?"
"Papa, aunty, sama uncle masuk duluan ya temenin mama. Aku sama Alex mau cari darah buat LJ."
"Baiklah, tapi kemana kau akan mencarinya?"
"Aku tidak tahu. Tapi, kalau kita mengulur waktu, nyawa LJ tidak akan bisa diselamatkan."
Mr. Graham awalnya terdiam sebentar lalu menganggukkan kepala.
"Kalau begitu, hati-hati di jalan."
"Pasti."
CL menatap Alex dan dibalas anggukan oleh anak laki-laki yang ditatapnya.
"Aku berangkat, Pa. Jagain mama, bilang sama mama jangan pikirin hal yang lain, pikirin aja kesehatannya."
"Ya."
Setelahnya, CL dan Alex pergi dari sana menuju tempat parkir. Tidak lupa CL meminta kunci mobil kepada ayahnya.
"Kita mau cari dimana?", CL sempat berpikir sebentar atas pertanyaan Alex. Tapi, seketika satu nama tempat terlintas di otaknya.
"Kita ke…."
~~
Sekitar satu jam Alex dan CL menghabiskan waktu di jalan untuk pergi ke tujuan. Dan kini keduanya sudah sampai. Tidak mau menunggu lama, CL langsung berlari menuju bank darah di gedung tersebut. alex hanya mengikuti langkah CL karena dia tidak mengerti apa yang dipikirkan CL untuk datang kesini.
Kalau memang tersedia golongan darah yang dibutuhkan disini kenapa tidak membawa LJ kesini. Itulah yang dipikirkan Alex saat ini.
"Permisi?", CL memanggil salah satu pengurus di ruang bank darah di meja resepsionis.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?"
"Apa disini ada golongan darah AB?"
"Sebentar, biar saya cek terlebih dahulu.", resepsionis itu langsung berkutat dengan layar monitor computer dan memainkan keyboard nya.
"Kebetulan kami baru saja mendapatkan banyak stok golongan darah tersebut. Kalau boleh tau, anda butuh berapa banyak kantong darah?"
"Sebanyaknya. Berapapun harganya saya akan bayar."
"Baik, tunggu sebentar."
Resepsionis tersebut kembali memfokuskan diri pada komputernya lalu mengambil telepon entah memanggil siapa. CL tidak peduli apa yang dilakukan resepsionis itu, yang penting dia mendapatkan darah untuk LJ.
"Maaf sebelumnya, tapi, boleh saya tahu nama anda?"
"Ya?"
"Saya membutuhkan data diri anda sebagai penerima darah."
"Apakah itu sangat penting?"
"Ya, nona."
CL berpikir untuk menentukan nama yang pas digunakan. Dia tidak ingin memberitahu data diri aslinya. Tidak, dia tidak boleh memberikan nama aslinya. Itu tidak boleh terjadi.
"Permisi nona?"
"A- a eung Jazlyn. Jazlyn Elisya.", itulah nama yang akhirnya digunakan CL.
"Baik, umur anda?"
"17 tahun."
Alex hanya diam memperhatikan CL. Dia tambah tidak mengerti apa yang CL lakukan. Kenapa sahabatnya ini tidak memberikan nama asli dan malah memberikan nama palsu? Umurnya juga.
"Baiklah, nona. Tunggu sebentar, salah satu pengurus di bank sedang dalam perjalanan kesini membawa darah tersebut."
"Ya, terimakasih."
"Sama-sama."
Akhirnya, darah yang diperlukan sudah berada di tangannya. Untung CL meminta kantong darah dengan golongan darah AB dalam jumlah yang banyak. Jadi, kalau ada sisanya dia bisa memberikannya untuk rumah sakit.
CL duduk di salah satu kursi disana dan menunggu darahnya datang.
"Heh, lu apa apaan si?", Alex ikut duduk di samping CL.
"Hm? Gua?", CL malah bertanya balik.
"Iya, lu kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Lu kenapa ga kasih nama asli lu dan malah make nama palsu? Dan ya, kalo emang lu tau disini lu bisa dapet darah tersebut, kenapa lu ga bawa LJ nya kesini?"
CL terdiam.
"Ada apa sih yang sebenernya terjadi hah?"
"Kalo kejadian yang terjadi sama LJ gua ga tau, tiba-tiba LJ udah terbaring di kamar mandi rumah gua sama darah disekitarnya. Awalnya gua juga mau bawa dia kesini, tapi dia nolak. Dan alasan gua ga kasih data diri gua yang asli, karena gua curiga sama orang itu. Paham lo?"
"Orang siapa?"
"Gua tau lo ga bego buat ngerti apa yang gua maksud."
Setelahnya kedua anak tersebut saling berdiam diri. CL yang sudah merasa muak dan Alex yang masih memikirkan maksud CL.
"Permisi."
CL dan Alex berdiri dari duduknya ketika seorang laki-laki berseragam khas rumah sakit membawa sebuah trolley yang berisikan sebuah kotak.
"Kami hanya bisa memberikan sebanyak ini karena sudah ketentuan dari pemimpin kami."
"Ya, terimakasih banyak. Ini mungkin lebih dari cukup."
"Sama-sama, saya permisi dulu."
Setelah mendapat apa yang diinginkan, keduanya pergi dari sana untuk kembali ke rumah sakit. CL tadi sudah membayar harga yang cukup fantastis untuk mendapatkan sekotak besar kantung darah golongan AB ini. Semoga, apa yang dia telah lakukan tidak sia-sia.
Mereka telah sampai di rumah sakit kembali. Alex mengeluarkan kotak besar darah tadi di jok belakang. Sedangkan CL berlari duluan ke dalam untuk memberitahu dokter yang telah menangani LJ, bahwa dia sudah mendapatkan darah yang di perlukan.
"Apa jumlah ini cukup?", tanya CL kepada dokter saat sudah bertemu kembali dengan Alex.
"Ya, ini lebih dari cukup."
"Haaahhh… syukurlah.", hela Alex dan CL.
"Terimakasih sudah berhasil mendapatkan darah ini. Kalau begitu saya permisi."
"Ya, silahkan dok. Tolong selamatkan saudara kami."
"Tentu saja."
Setelah dokter itu pergi dengan membawa kotak darah yang mereka bawa, CL dan Alex pergi ke ruang inap Mrs. Lee. Selama di perjalanan keduanya terdiam. Alex tadinya ingin mengajukan pertanyaan kembali ke CL, tapi niatnya dia urungkan saat melihat wajah CL yang pucat.
"Woi, lu ga apa-apa?", tanya Alex sambil memegang kedua bahu CL.
CL hanya menatap Alex dengan tatapan sayu nya kemudian mengangguk.
"Ya, gua fine."
"Tapi, muka lo pucet."
"Iya, kepala gua sedikit sakit. Tapi, ga apa-apa mungkin gara-gara kecapean aja. Lagian ini tuh udah waktunya gua tidur tapi gua malah sibuk mondar mandir di rumah sakit."
"Yaudah lo istirahat aja, sisanya biar gua yang urus."
"Ga ah. Kan, gua bilang gua fine."
"Yaudah seterah lo."
Keduanya melanjutkan perjalanan menuju ruang inap Mrs. Lee. Tinggal sebentar lagi mereka sampai, CL terjatuh dengan posisi duduk menyamping. Kepalanya terasa semakin sakit.
"Tuh kan gua bilang apa, yaudah lo tidur aja dulu sampe mendingan. Nanti kalo udah ngerasa mendingan, seterah lo mau lanjut tidur apa kagak."
Alex membantu CL berjalan ke ruang Mrs. Lee.
"Alex, ada apa dengan CL?", tanya Mr. Graham panic saat melihat kondisi putrinya.
"Dia kecapean karena mondar mandir di rumah sakit trus kebanyakan pikiran."
"Baringkan CL di sini.", kebetulan ada dua brankar di ruangan tersebut karena ruangan tersebut bukanlah ruangan VIP. Kalau besok keadaan Mrs. Lee masih belum baik, Mr. Graham akan memindahkan istrinya ke ruangan VIP.
Alex membawa CL menuju brankar di samping brankar ibu CL dan membaringkan tubuh sahabatnya disana. Untung saja Mrs. Lee masih tertidur jadinya dia tidak pelu merasa kawatir dengan keadaan putrinya saat ini.