Ardilo tidak fokus untuk belajar. Dia masih terbayang dengan perkataan Taera tadi siang yang mengajaknya untuk putus. Dia tidak bisa membayangkannya. Dia sangat mencintai Taera. Bahkan dalam perjalanan kisah mereka, Ardilo harus menunggu sangat lama untuk bisa berkenalan dengan Taera dan juga untuk menunggu jawaban atas perasaannya selama ini. Apakah semua ini akan berakhir seperti ini? Ardilo sungguh tak ingin kisah mereka berakhir.
Karena yang lain pada sibuk belajar, akhirnya Ardilo ke kamar bang Umin, orang yang menurut Ardilo paling bijak diantara semua kenalannya di kostannya. Ardilo mengetuk kamar bang Umin dengan pelan. Dia takut mengganggu bang Umin yang sedang mengerjakan skripsi.
"Ardi, kenapa?" tanya bang Umin saat membuka pintu kamarnya dan melihat Ardilo berdiri dengan wajah memelas.
"Pengen ngobrol, bang. Sibuk nggak?" tanya Ardilo balik.
"Enggak. Ayo masuk," kata bang Umin kemudian mengizinkan Ardilo masuk ke kamarnya. Ardilo duduk di kursi depan meja belajar bang Umin, sementara bang Umin duduk di karpet sambil merapikan kertas-kertas referensi untuk mengerjakan skirpsinya.
"Mau cerita apa? Muka lo melas banget. Lo ada masalah?" tanya bang Umin.
"Iya, bang. Taera mau ngajak putus," jawab Ardilo jujur.
"Karena kejadian lo sama Yola tadi? Tadi sebelum lo pulang Hano sama Alex cerita kalau ada kejadian heboh di sekret BEM sebelum kalian mulai ujian," kata bang Umin.
"Jadi, anak-anak udah pada tahu ya, bang?" tanya Ardilo khawatir.
"Mereka pada heboh karena ngelihat lo ngejar Taera, Yola yang keluar dari sekret BEM Fakultas Ekonomi sambil nangis, sama Yuna dan Putra yang cengok karena bingung harus ngapain," jelas bang Umin.
"Kasihan Taera kalau nanti diomongin sama anak-anak yang lain. Pantes hpnya nggak aktif dari tadi," kata Ardilo.
"Sebenarnya kenapa sih lo sama Yola tadi? Gue cuma denger kalian berduaan di sekret BEM. Tapi kenapa sampai Taera nangis?" tanya bang Umin.
"Dia ngelihat Yola meluk gue, bang. Dia cemburu. Dia kesel kenapa gue membiarkan Yola meluk gue. Gue sendiri juga nggak tahu, bang, kalau Yola bakal meluk gue. Dia kayak spontan aja meluk gue gitu. Dia lagi sedih karena diputusin Hendo, gue juga bingung harus gimana," jawab Ardilo menjelaskan semuanya.
"Hmmm.... Gue paham perasaan Taera. Mungkin dia berpikir harusnya lo mengelak saat Yola meluk lo," kata bang Umin.
"Udah bang, gue udah berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukannya Yola, tapi dia meluk gue erat banget. Seolah dia rapuh banget. Gue tahu gue salah, tapi gimana ya....gue juga bingung sama posisi gue sebagai teman dekat Yola," kata Ardilo dengan frustasi.
Bang Umin manggut-manggut, "Sebelumnya kita udah pernah bahas ini kan, kalau lo harus hati-hati sama Yola kan? Mungkin aja dia emang sengaja mau deketin lo lagi. Bukannya gue mau berpikiran buruk soal dia, tapi kalau melihat pergerakan dia akhir-akhir ini, gue khawatir dia emang sengaja gangguin hubungan lo sama Taera," jelas bang Umin.
"Iya, bang. Gue juga udah ngasih peringatan ke dia kapan hari biar dia nggak deketin gue. Eh, malah kejadian hal yang nggak gue duga," kata Ardilo.
"Sekarang, sebaiknya lo biarin dulu Taera berpikir. Mungkin dia sedih dan kecewa makanya dia pengen sendiri dulu. Sebaiknya lo kasih dia waktu. Walaupun begitu, lo juga harus meluruskan masalah ini sama Yola. Jangan sampai terjadi salah paham. Ingat, lo itu public figure. Lo itu Ketua BEM. Apa yang lo lakukan jadi sorotan orang. Lain kali lo harus hati-hati, oke," kata bang Umin memberikan nasehat.
"Iya bang, makasih ya atas nasehatnya," kata Ardilo.
"Iya sama-sama. Semoga masalah lo cepat kelar ya," kata bang Umin.
"Iya, semoga Taera juga merubah keputusannya. Gue bener-bener nggak pengen putus sama dia bang," kata Ardilo.
"Gue do'akan yang terbaik untuk kalian," kata bang Umin.
"Ya udah kalau gitu gue balik ke kamar dulu, bang. Sekali lagi makasih ya, bang," kata Ardilo berpamitan.
"Oke, semangat, Di," kata bang Umin.
Ardilo tersenyum dan mengangguk. Dia kemudian kembali ke kamarnya. Dia melihat hpnya, ternyata ada 10 misscall dari Serry. Ardilo tahu kalau sahabatnya itu pasti mengkhawatirkannya. Ardilo pun memutuskan untuk menelpon Serry.
"Halo, Ardi. Kemana aja lo dari tadi gue telepon nggak diangkat?" tanya Serry begitu mengangkat telepon dari Ardilo.
"Sorry, gue tadi ke kamarnya bang Umin. Ada apa, Ser?"
"Gue cuma khawatir aja sama lo dan Taera. Dia masih nggak bisa dihubungi?"
"Hpnya masih nggak aktif, Ser. Gue bingung juga sih. Tapi dia bilang kalau mau sendiri dulu. Jadi, sepertinya gue akan memberikan dia waktu untuk sendiri dulu."
"Iya, tapi lo juga harus tetep keep contact sama dia, Ardi. Jangan sampai dia merasa lo biarin dia begitu aja. Dia tadi bilang kalau minta putus aja gue udah ngeri banget, gue nggak mau kalian putus. Lo ingat kan gimana perjuangan lo untuk dapatin dia. Lo harus memperjuangkan itu terus Ardi."
"Iya, Ser. Gue tahu. Makanya gue tuh puyeng banget. Kepala gue rasanya mau pecah. Tapi gue tadi udah minta nasehat sama bang Umin, dia bilang kalau gue harus meluruskan masalah ini sama Yola."
"Iyalah, harus, harus banget malah. Gue kesel juga sih sama dia. Kenapa dia sampai main peluk lo kayak gitu. Gue bukan tipe orang yang suka ngelabrak sih, tapi gue rasanya pengen ngelabrak dia. Kok bisa gitu dia kayak gitu."
"Dia habis diputusin Hendo, Ser. Pacarnya yang anak Kedokteran itu lho. Dia sedih dan putus asa gitulah."
"Tapi bukan berarti dia bebas main peluk pacar orang kan?"
"Iya juga sih. Iya ya, kenapa dia kayak gitu ya? Kok gue baru kepikiran?"
"Ardi... Ardi... lo tuh kadang antara polos dan bego sih."
"Jahat banget lo Ser sama gue. Gue kan juga lagi sedih sekarang. Masa lo ngatain gue sih?"
"Bukannya gitu, Di. Gue cuma menyesalkan kenapa Taera harus melihat kejadian tadi dengan mata kepalanya sendiri. Kan menyakitkan."
"Iya juga sih. Udahlah kalau makin dibahas gue makin sedih, gue juga makin puyeng. Gue belajar dulu ya. Besok masih ujian. Gue juga harus mikirin kuliah gue."
"Iya, bener juga. Gue masih kurang 2 bab lagi. Ya udah, semangat ya Ardi. Semoga cepet selesai masalahnya. Bye."
"Bye."
Ardilo menutup teleponnya. Dia kemudian merebahahkan dirinya di tempat tidurnya sambil menatap langit-langit kamarnya. Dia berharap semuanya akan baik-baik saja. Dia tidak ingin hubungan ini berakhir. Dia masih sangat mencintai Taera.
***
Mahasiswa Akuntansi tingkat dua sudah selesai ujian, Taera langsung pulang karena tidak ingin lama-lama di kampus. Kejadian kemarin membuat banyak orang membicarakan Ardilo dan Yola. Taera tidak tahan dengan itu. Stefa yang melihat Taera yang sangat kacau hari ini membuat amarahnya semakin memuncak.
Dia menunggu mahasiswa Manajemen tingkat tiga selesai ujian. Setelah menunggu beberapa jam, Stefa melihat Yola bersama teman-temannya keluar dari ruangan ujian.
"Kak Yola!" panggil Stefa.
Yola mendekat ke arah Stefa, "Ada apa Stefa?"
Plakkk.... Stefa menampar wajah Yola dengan keras.
"Stef...lo..."