Putra berhasil menggagalkan serangan pertama Aisyah. Mereka bahkan saling berkejaran.
"Ai… Ai… stop dulu. Kita selesaikan masalah ini secara baik-baik, oke!"
Pemuda itu berusaha membujuk, meskipun masih terus menghindari Aisyah yang mengejarnya.
"Baik-baik kata loe!"
Aisyah tak ingin berhenti sebelum sakit hatinya terbalaskan. Ia tadi ditarik, dicubit dan dijambak. Semua harus kembali ke Putra.
Maya dan Adit mengintip dari dalam. Mereka malah tertawa gemas melihat kelakuan Aisyah dan Putra.
"Mereka pasangan yang lucu."
Maya mengapit lengan suaminya, tampak bahagia dan senang. Senyumnya sudah kembali terkembang, sejak mendapat laporan dari Joko tadi malam. Putra bersama Aisyah, bahkan mengantar polwan itu pulang.
Haz terkejut melihat kelakuan orangtuanya, ia juga berdiri disisi sang Bunda, ikut melihat apa yang sedang jadi tontonan dari dalam rumah seperti ini. Tapi, pemuda itu tak tertarik. Ia malah menarik nafas, dan mengagetkan Maya. Pakaiannya sudah rapi.
"Mau kemana Haz?" tanya Maya heran.
"Mau gaul, Bun. Kongko-kongko sama kawan-kawan," jawab Haz sambil menarik kerah kemejanya ke atas.
Maya mengamati pakaian anak bungsunya. Baju kaos putih dilapisi kemeja hitam, yang tak dipasang kancingnya. Lalu mengenakan celana jins panjang, sepatu sport warna putih. Rambut disisir rapi gaya undercut, tegang pula. Dan yang paling menonjol, aromanya.
"Pakai parfum apa kamu sih?" tanya Maya sambil menutup hidung.
Haz lalu mencium bajunya sendiri, reaksi Maya berlebihan. Ini wangi cowok, maskulin.
"Ini wanginya cowok Bun, cool."
"Makenya sebotol, nyengat banget ini."
"Ah, Bunda nggak ngerti, ya udah Haz izin keluar dulu."
Haz lalu meraih tangan Maya dan Adit yang tersenyum saja melihat anak bungsunya. Masa pubertas yang belum kelar.
"Jangan pulang malam-malam."
Lagi, Haz cuma mengangkat tangan menjawab ibunya.
Putra dan Aisyah kini berkejar-kejaran mengelilingi mobil si pemuda. Tak sengaja ia lihat layar handphonenya hidup dan seperti ada panggilan masuk.
Pemuda itu seketika berhenti, dan Aisyah menabraknya.
"Ai… bentar-bentar…"
Putra menahan pergelangan tangan Aisyah, saat akan menjambak rambutnya. Wajahnya berubah sangat serius saat melihat nomor asing yag sudah memblokirnya semalam.
Aisyah pun tak melanjutkan aksinya, ia penasaran dan mengikuti Putra dari belakang.
"Bang, gue keluar. Jangan gelud mulu, ada CCTV di dalem!"
Haz mengeluarkan motor sportnya, sambil memasang helm. Putra mengangguk, sambil meraih ponsel. Aisyah celingak celinguk.
"Maksud loe?" tanya Aisyah pada Haz.
Haz mengangkat lagi helmnya. "CCTV mata. Ti ati loe. Eh pacar Abang gue?"
"Gue Aisyah!" jawab Aisyah tampak sangar.
Haz jelas tak ingat. Meski cukup terpesona dengan raut wajah Aisyah yang manis, tapi galaknya membuat Haz kembali memasang helm, dan pergi.
Putra mengangkat telepon yang masuk itu.
"Hallo."
{Tra, ini gue!}
Suara diseberang terdengar bergetar. Seperti menahan sebak.
Darah Putra berdesir hebat. Kinan!
"Di mana loe?"
Wajah Putra menegang. Membuat Aisyah pun terbawa suasana.
{Tra…}" Kinan menangis sesegukan. {Maafin gue, sayang…}
"Gue tanya loe di mana?" tegas Putra dengan wajah yang semakin tak terkendali, tegang, pucat, matanya memerah.
Aisyah jadi ikut khawatir, ada masalah apa?
{ Tra gue sayang banget sama loe.}
Kinan masih menangis.
"Jawab gue, loe di mana?"
{Gue cinta banget Tra sama loe! }
"Kinan, jawab gue, loe di mana?"
Putra melunakkan suaranya. Dan Aisyah yang melihat pun menarik nafas. Ah, masalah percintaan lagi. Polwan itu pun bergerak mundur, biarkan mereka selesaikan masalah berdua.
Baru akan menutup pintu mobil, Putra menarik tangannya kembali.
"Ai, gue butuh bantuan loe."
Aisyah terkejut dan keluar.
"Bantuan apa lagi? nggak! gue sial terus kalau sama loe!"
Melihat mata Putra memerah, bahkan hampir meneteskan air mata, Aisyah mendengus.
"Sekali ini, Ai. Please!"
Putra benar-benar tak mampu menahan airmatanya.
Aisyah menatap sengit air yang jatuh itu. Ia tak percaya laki-laki ini menangis. Sebesar apa pun masalah percintaan, seharusnya pantang sekali bagi laki-laki untuk menangis.
"Loe nangis? gila!"
Aisyah membuang mukanya ke jalan. Ia berkali-kali menarik nafas. Entah kepedulian seperti apa yang ia punya untuk Putra. Tapi, ia benci melihat laki-laki yang sudah menjadi musuhnya sejak kecil itu, lemah hanya karena seorang wanita. O No! Aisyah menolak keras tabiat seperti itu.
"Ai, tolong gue! Jelasinnya di mobil aja."
Putra memegang kedua lengan polwan dihadapannya, sambil menunduk.
Aisyah tak punya pilihan, selain menyetujui. Meskipun, ia sangat benci laki-laki melankolis seperti ini.
Putra menghapus air mata, lalu tersenyum dan menggenggam tangan Aisyah, masuk kembali ke dalam rumah. Minta izin untuk pergi dengan Aisyah pada Maya dan Adit.
^^'Maaf Ai, kalau perginya sama loe, pasti nggak ada halangan.'^^
Jahat memang memanfaatkan gadis lain untuk menemui gadis lainnya lagi. Namun, dengan begini, jalannya akan mulus. Putra menggenggam jemari Aisyah semakin erat, saat gadis itu akan melepaskan.
Aisyah jelas tak nyaman dengan keadaan seperti ini. Ia tak pernah bergandengan tangan dengan laki-laki manapun, kecuali Bagas saat sedang menyamar demi tugas.
"Tapi kamu jangan pegang tangan Aisyah kayak gitu, Bang. Belum boleh."
Beruntung Maya mengingatkan. Improvisasi Putra terlalu berlebihan, hingga melanggar norma dihadapan orangtuanya.
Setelah diizinkan, mobil Aisyah dimasukkan ke dalam garasi, lalu mereka pun pergi.
"Makasih Ai."
Ucap Putra sambil mengemudi, melihat sekilas ke arah Aisyah yang tampak bingung dengan apa yang telah ia perbuat.
Mengikuti sandiwara sialan yang dibuat Putra. Mengelabui orangtua pemuda itu, hanya agar bisa pergi, menyelamatkan Kinan!
Siapa Kinan?
Hah!
Aisyah mengutuk dirinya sendiri.
"Kemana ini?"
Putra menghela nafas, "Luar kota."
"Apa?"
Aisyah terbelalak tak percaya. Ia bahkan sudah berkeringat dan masih menggunakan busana olahraga, tak ubah laki-laki yang sedang mengemudi itu.
Sepenting itukah seorang Kinan?
"Ai, gue nggak bisa pergi sendiri. Gue butuh loe, buat bawa lagi mobil ini balik. Kita antar Kinan ke rumahnya dengan selamat."
Wajah Aisyah memerah. "Dia kenapa? diculik? kenapa gue mesti repot-repot jadi pengawal loe?"
"Ai, nanti gue jelasin semuanya sama loe, sekarang waktunya belum tepat."
"Loe kurang ajar banget emang!"
"Ai, maafin gue. Tapi, gue emang butuh banget bantuan loe."
Aisyah tak lagi menjawab, ia hanya mendengus sambil melihat ke jalan. Rambutnya pun dibiarkan diterbangkan angin. Perasaan tak beraturan.
Hah!
***
***