"Dia Aisyah, anaknya Om Ajay, sahabat bokap. Gue sama Aisyah emang udah deket dari kecil. Kebetulan dia pulang, ya gue minta tolong."
Putra menjelaskan di saat mereka sudah mulai kembali jalan menuju pulang. Namun, bukannya senang, wajah Kinan tetap ditekuk. Ada apa lagi ini?
"Gue nggak suka loe deket-deket lagi sama dia?"
"Eh, kenapa?"
"Gue nggak suka aja."
"Harus ada alaasannya dong, nggak bisa maen nggak suka gitu aja."
Kinan menatap Putra dingin, "Gue bilang nggak ya nggak!"
Putra mencebik, "Apa alasannya? Gue kenal dia dari kecil lho! Ini kalau bukan karena dia, gue nggak bakal bisa jemput loe!"
Kinan tersentak, apa maksudnya? "Kalau bukan karena dia, loe nggak bakal bisa jemput gue?" gadis itu mengulang lagi ucapan Putra, dan menyelipkan tanda tanya diakhir kalimat.
Putra bingung harus menjawab apa. Sejujurnya, dia memang sudah mengetahui Maya mengirimkan mata-mata untuk menguntitnya. Sejak ia mendengar Maya menghubungi Joko saat ia baru pulang dari luar kota, ketika kejadian yang hampir merenggut nyawa Kinan terjadi.
Saat Putra kembali ke kamar, ia menghentikan langkah dan mendengarkan Maya menelpon seseorang. Putra menaruh curiga, saat seseorang yang tampak familiar ada di café malam itu. Dan bisa ia pastikan, orang suruhan Maya adalah salah satu staf di Malik Estate. Saat mendatangi rumah Kinan pun keesokan harinya, Putra tak sengaja melihat Joko di sekitar situ. Berpura-pura sedang bermain handphone. Padahal sedang memotret.
"Ya, buat bawa ini mobil balik. Gue gimana nyamperin loe, masa naik bus atau taksi. Jauh, berat diongkos."
Putra mencoba bercanda, meskipun sangat garing sekali. Kinan sama sekali tak tertawa, tersenyum saja tidak.
"Ah, udahlah. Ngomong yang lain aja."
Kinan tak menyahut, ia masih sibuk dengan pikirannya. Apa yang disembunyikan Putra darinya?
***
***
Sementara di lain tempat Keysha melihat Rere, maminya, tampak frustasi. Entah apa yang berlaku. Sahabat Putra, yang notabene adalah anak dari Toni Hermawan mendekati Rere. Wanita itu terlihat berkali-kali mengusap wajah.
"Mi…"
Dan Keysha pun melihat video yang sedang dilihat Rere pada HPnya. Rere terkejut, ia lalu menutup video itu.
"Keysha udah lihat, Mi."
Rere lalu menarik tangan Keysha untuk duduk di sisinya. Ia tak ingin Keysha mengetahui apa yang telah lama ia ketahui.
"Ini nggak seperti yang kamu pikirkan, Honey. Nggak sama."
Rere langsung menarik Keysha dalam dekapan. Anaknya tak boleh tahu kebejadan ayahnya sendiri.
"Tapi, Keysha udah lihat, Mi. Dan Keysha tau siapa cewek yang masuk ke dalam kamar hotel yang sama dengan Papi!"
Keysha menarik tubuhnya. Sudah cukup selama ini beban itu ditanggung sendiri oleh maminya.
"Keysha udah mutusin. Bakal masuk ke Bank Kring."
"Bukannya memang sudah seharusnya kamu di sana, Sayang. Posisi untukmu sudah ada."
Keysha lalu membenamkan kepalanya dalam dekapan Rere. Semula ia ingin tetap dekat Putra, dengan menjadi salah satu karyawan di Malik Estate. Namun, sejak mengetahui antara Ayah dan pemuda yang dicintainya, memperebutkan wanita yang sama. Ia merubah tekad. Akan lebih mudah berurusan dengan wanita jalang itu, jika ia ada dalam tubuh Bank Kring itu sendiri.
Keysha bahkan sudah mencatat data diri Kinan di dalam benaknya.
Kinanti Maya, sampai ketemu di kantor Bank Kring.
Penerimaan besar-besaran karyawan Bank Kring kembali dibuka. Kali ini untuk dua posisi. Management Trainee dan Loan Officer.
Posisi Management Trainee nantinya akan diisi oleh orang-orang yang akan dipersiapkan menjadi calon pemimpin. Dengan masa trainee menjadi Account Officer untuk cabang-cabang daerah dan staff di Divisi-divisi yang ada dikantor pusat. Sedangkan Loan Officer sendiri adalah petugas-petugas kredit dan dana, yang akan menjadi ujung tombak Bank Kring, karena dari kinerja merekalah, Bank Kring bisa memperbesar asset.
Proses perekrutan sudah dimulai. Meskipun Keysha belum menjalani kompre, namun ia tetap bisa menjalani proses rekrutmen, seperti kata Putra, ikut tes bagi Keysha hanya sekedar topeng atau tameng saja, menutupi keculasan birokrasi dalam tubuh Bank Kring.
***
***
Pukul setengah dua siang, Putra masuk ke dalam area Masjid di batas kota.
"Zuhur dulu."
Putra tak mengajak Kinan, ibadah itu privasi seseorang. Urusannya dan Tuhan. Namun, entah kenapa, Putra masih enggan mengajak Kinan.
"Tra… Loe ngajak gue?"
Sebelum Putra keluar, Kinan menahan lengannya.
Putra tersenyum, "Kalau mau, boleh. Yuk."
Pemuda itu segera keluar, dan meninggalkan mobil dalam kondisi masih menyala. Ia menghampiri Aisyah, yang juga sudah keluar.
"Gue baru mau nelpon loe. Untung loe masih inget sama Tuhan."
Aisyah berjalan mengikuti Putra masuk ke dalam area Masjid.
Ada rasa iri melihat Putra dan Aisyah masuk ke Masjid bersama. Kinan pun mematikan mesin mobil, dan perlahan berjalan menuju rumah ibadah umat muslim itu. Ya, dia memang terlahir sebagai seorang penganut agama Islam. Namun, ia tak dibekali apa-apa sejak kecil oleh orangtuanya. Hanya mendapatkan ilmu agama di sekolah, dan itu pun nilainya pas-pasan. Karena apa? Kinan tak pandai baca Al-Qur'an. Malukah? Waktu itu Kinan bahkan menangis dan memberontak pada mamanya, tapi tak ada tanggapan.
Lalu seiring berjalannya waktu, semua mulai terlupakan. SMP dan SMA ia bahkan dimasukkan ke sekolah non muslim. Sehingga orang-orang pun mengira ia bukanlah seorang muslim, apalagi dengan wajah yang juga oriental.
Dan mungkin, begitu pula anggapan Putra padanya. Jika Kinan bukanlah seorang muslim. Makanya ia enggan mengajak.
Kinan berdiri di teras Masjid sambil mengintip Putra yang sedang sholat. Ia ingat, waktu SD pernah melakukan gerakan itu, saat belajar praktik shalat di sekolah. Tapi, Kinan tak ingat bacaannya.
Semilir angin berhembus menerpa wajah cantiknya. Rambut yang digerai itu sedikit diterbangkan angin. Kinan juga melihat Aisyah yang menggunakan mukena, sholat dibagian wanita. Polwan itu tampak anggun dibalik mukena putih Masjid yang ia kenakan.
Ada seberkas rasa rindu mengetuk kalbu Kinan, ia juga ingin mengenakan mukena itu. Tapi, ia sama sekali lupa cara sholat, wudhu'. Ah! Kenapa melihat dua orang itu membuatnya merasa jadi pecundang. Rasa minder menguar dan membuat kakinya mundur, lalu kembali ke dalam mobil.
Semakin tak pantas dirinya untuk Putra. Pemuda itu benar-benar perfect. Tak hanya tampan, ia juga religious. Siapa yang tak ingin menjadi pendamping hidupnya?
Kinan masih memerhatikan saat Putra melangkah keluar Masjid. Wajahnya terlihat bercahaya dan segar, Aisyah juga begitu.
Putra mengantar Aisyah hingga ke mobil.
"Ai, ikuti terus ya. Ntar gue traktir makan siang deh."
Aisyah hanya mendengus, lalu masuk ke dalam mobil.
Kinan melihat Putra menuju ke arahnya.
"Maaf ya, lama."
Kinan hanya mengangguk melihat Putra masuk.
"Tra..."
"Ya…"
"Ajari gue sholat."
Pinta Kinan akhirnya. Ia ingin memantaskan diri, jika nantinya ingin berjodoh dengan Putra.
Pemuda itu tersentak, "Loe…"
Kinan tahu apa yang ingin ditanyakan Putra, ia segera mengangguk. "Makanya ajari gue sholat."
Putra tersenyum lebar. "Iya, gue ajari loe." Lalu mengusap kepala Kinan dengan sayang.
Terlihat sekali kebahagiaan dari raut wajah pemuda itu. Mungkin, wanita yang ia kira tak seakidah dengannya, ternyata memiliki keimanan yang sama. Hanya saja, gadis itu bukan muslim yang taat, bahkan sangat jauh dari kata itu.
***
***