Kinan mendapat pesan dari seseorang. Ia lalu memutuskan untuk berhenti sejenak di tepi jalan, dekat taman bermain. Lalu meraih ponsel dan membuka pesan tersebut.
#from : MeTi#
[Aku tunggu kamu di Hotel A. Sudah satu minggu ini tak menyentuhmu, aku rindu.]
Kinan tersenyum, dia pun merasakan hal yang sama. Saat ini saja, gejolak hasrat yang menggelitik area intimnya sudah mulai terasa. Kinan mengeluarkan sebuah benda pemberian orang yang ia sebut MeTi dari dalam tasnya. Benda yang bisa memberikan sensasi tak kalah luar biasa untuk memuaskan diri sendiri.
Benda berbentuk telur yang dikontrol lewat aplikasi dari ponsel. Segera, ia keluarkan benda itu, kemudian menarik celana dalamnya hingga melorot, lalu menyimpan ke dalam tas. Ia kemudian mengemut benda berbentuk telur berwarna kuning itu, dan perlahan membawanya masuk ke dalam area kewanitaannya.
Rok span pendek sepaha itu diangkatnya sedikit, kemudian setelah posisi benda itu dirasa pas, ia lalu merapikan kembali roknya. Benda tersebut sudah sering digunakannya, sejak enam bulan lalu. Seseorang bernama MeTi memberikan sebagai hadiah, jika sedang ingin bercinta, tapi dirinya tak ada, gunakan saja benda ini. Bayangkan itu adalah 'punya'nya.
Kinan mulai membuka aplikasi telur getar itu. Ia menaik-turunkan gesekan jarinya di layar ponsel. Benda tersebut mulai bergetar sesuai gerakan yang dikendalikan Kinan.
Kelopak mata Kinan, membuka dan menutup mencoba mengikuti sensasi yang ia rasakan. Untuk membuat suasana semakin tenteram, ia kemudian menghidupkan musik, dan memilih alunan irama instrumental yang menenangkan.
Namun, saat tubuhnya mulai tersandar dan menggeliat, seseorang terdengar mengetuk kaca mobil.
Kinan terlonjak, beruntuk kaca mobilnya sudah dilapisi kaca film dengan kepeketan hampir 100 persen.
"Taik, ngapaian sih kakek-kakek ini."
Kinan menurunkan kaca mobilnya, sambil menahan ekspresi wajah sewajar mungkin.
"Permisi Mbak. Bisa diluruskan parkirnya. Banyak mobil yang hendak parkir juga."
Kinan menatap kakek tukang parkir itu sinis.
"Saya nggak jadi parkir, nich!"
Dia lalu melempar uang dua ribuan, lalu menutup kembali kaca mobil dan menekan pedal gas mobilnya. Kakek tadi nampak menggeleng-geleng sambil memungut uang yang dilemparkan Kinan tadi.
"Dasar tua bangka bangke."
Kinan mengumpat sambil sebelah tangan tetap mengusap-usap layar ponsel naik turun. Ia mulai mendesah, getaran yang ditimbulkan semakin kuat dan membuatnya gelisah.
Tak lama, telepon dari MeTi berbunyi. Kinan mengangkat dalam kondisi hampir menuju puncak laknat.
MeTi pun terdengar langsung bergairah mendengarnya.
{Cepat datang, aku sudah tak tahan. Kamar 203.}
Sebelum mematikan sambungan, MeTi masih menyempatkan mendengar desahan Kinan yang membuat birahinya semakin memuncak. Kejantannya pun terkacung mantap.
Sementara Kinan tak terkendali melajukan kendaraan. Tanpa sengaja, sebuah mobil city car yang melaju di sebelahnya, terserempet.
Kinan kaget, ia segera mengerem mendadak. Membuat mobil yang mengikuti dibelakang pun menabrak bemper Camry generasi terbaru miliknya. Kinan mengintip dari kaca spion depan, ia seketika frustasi dengan apa yang terjadi.
Segera ia letakkan handphone di jok sebelah, dan baru akan menarik tali benda itu, orang yang mobilnya diserempet sudah mengetuk pintu kaca mobil Kinan.
Keadaan di jalan sesaat macet, sebelum akhirnya, teman wanita dari orang yang mobilnya di serempet mengetepikan mobil yang mereka tumpangi.
"Buka dan keluar loe!"
Pria yang mobinya diserempet terlihat murka.
Kinan mengatur detak jantungnya yang masih berpacu kencang saat mencapai puncak barusan, dan cemas karena mendapat insiden tak terduga seperti ini.
Ia lalu keluar, sambil menurun-nurunkan roknya, semoga tak ada yang peduli dengan tali berwarna kuning berbahan silicon yang mungkin saja terlihat dari balik pahanya.
"Loe mabok?" bentak si pria yang mobilnya diserempet.
Kinan menggeleng, ia bahkan tersandar pada body mobilnya karena bentakkan pria tersebut begitu memekakkan.
"Trus kenapa loe serempet mobil gue yang tenang-tenang aja, hah!"
Kinan merapikan anak rambut alias poninya yang sedikit acak-acakkan. Lalu mencoba mengusir kecemasan dari dalam dirinya.
"Nggak sengaja!" jawabnya lantang dan menantang sorot tajam pria itu.
Teman wanita pria yang mobilnya diserempet menghampiri.
"Eh, kok loe nyolot gitu, loe mesti ganti ngecat ulang mobil cowok gue."
Kinan bukannya takut, malah semakin berambisi membuat keributan. Ada dorongan hebat dalam dirinya untuk merusak lebih mobil pria yang diserempet tadi. Ia tak memikirkan keselamatannya sendiri.
"Kalau loe berdua nggak mesum, cipok-cipokkan di dalam sana, gue nggak bakalan nyerempet mobil lo, taik!"
Teman wanita dan pria yang mobilnya diserempet pun pasi mendadak. Benar, mereka mesum, tapi bukan cipok-cipokkan, melainkan sedang memainkan 'punya' si cowok. Apa bedanya dengan kebejadan Kinan? Sama-sama pelaku maksiat.
"Loe punya bukti apa? Anjing!"
Teman wanita pria yang mobilnya diserempet pun mencoba mengalihkan kecemasannya.
Kinan tersenyum sinis sambil melipat tangan di dada. "Nggak perlu bukti, liat muka mesum loe berdua aja gue udah tau." Matanya mengarah ke resleting celana jins yang dikenakan pria itu, lalu Kinan tersenyum merendahkan. Benar dugaannya, sarangnya terbuka.
Pria yang mobilnya diserempet dan teman wanitanya mendadak kesal.
"Apa maksud loe taik?!"
Wanita itu menjambak cepol rambut Kinan yang belum sempat ia lepas.
Orang-orang yang lewat di sana seolah membiarkan saja. Maghrib sudah menyapa, sayup-sayup terdengar suara adzan mulai menggema. Sementara orang yang menabrak bemper mobil Kinan, memilih untuk menghindar saja. Ia mengira berurusan dengan Kinan takkan ada penyelesaian. Toh, kerusakan justru lebih banyak di mobil Kinan.
Cepol rambut Kinan terlepas, ia merasakan perih di kepalanya.
"Aiiissshhhh, anjing loe!"
Kinan mulai melawan, ia lalu menjambak rambut wanita itu dengan lebih kuat dan menendang lututnya. Benda yang berada di dalam kemaluannya terjatuh. Tetapi tidak ada yang menyadari.
Mereka terlibat perkelahian ala wanita, saling jambak dan saling cakar. Si pria yang mobilnya terserempet mencoba melerai, tapi dua wanita itu tampak sama-sama kesetanan. Hingga akhirnya, sebuah mobil dengan klakson panjang berhenti tepat dibelakang mobil Kinan.
Putra rupanya, ia keluar dengan gagahnya.
Dua wanita itu berhenti dan saling mendorong.
"Kinan."
Putra menghampiri Kinan dan dua orang lainnya.
"Ada apa ini?" tanya Putra dengan tegas pada pria yang mobilnya diserempet dan teman wanitanya.
Perawakan tegap ala polisi milik Putra membuat dua orang yang menyerang Kinan tampak gelagapan.
"Ini Mas, mbak ini nyerempet mobil kita."
Pria yang mobilnya diserempet menjawab.
Putra menatap tajam padanya. Membuat pria itu menunduk saja.
Sementara Kinan hanya diam, ia mengatur lagi pakaian dan rambutnya. Saat menepuk-nepuk roknya, terlihat benda kuning itu tepat berada di bawah kaki Putra, talinya terinjak sepatu sport milik pemuda itu.
Kinan mendadak pucat pasi, jangan sampai pemuda itu menginjaknya, lalu orang-orang ini melihat benda itu. Sesama pelaku mesum dan maksiat pasti tau itu benda apa.
Baru akan menggeser kaki ke arah benda itu, Kinan malah mendapati telur getar yang sudah membuatnya kejang-kejang terinjak oleh Putra. Siapa yang tau, Putra memang sengaja melakukannya.
Pemuda itu sudah melihat benda aneh itu. Ia pun tau digunakan untuk apa, walau dia bukan maniak sex, setidaknya dia masih bisa menahan hingga sekarang.
Kinan menatap Putra frustasi. Tapi, Putra mengabaikan dan seolah sibuk bernegosiasi dengan dua orang yang menyerang Kinan.
"Begini saja, biar saya yang ganti kerugiannya," ucap Putra akhirnya.
Dua orang yang menyerang Kinan tampak senang. Mereka lalu berjalan menuju mobil yang diserempet dan memerlihatkan pada Putra ulah yang dilakukan Kinan.
Sedang sibuk menunjukkan kondisi cat mobilnya.
Kinan malah datang dan menghancurkan spion kiri milik pria yang mobilnya diserempet.
"Woi, cewek gilak loe!" teriak si pria.
Putra tak percaya dengan kelakuan Kinan. Sungguh moralnya tak sebagus rupanya.
"Gimana ini, Mas?" rengek si teman wanita pria itu pada Putra.
Putra terpaksa harus mengganti semua kerusakan itu.
Setelah menerima transferan langsung dari Putra, mereka akhirnya pergi.
Putra pun lalu menyusul Kinan yang sudah masuk ke dalam mobilnya. Ia tak melihat benda kuning yang diinjaknya tadi.
"Apa?" bentak Kinan, saat melihat Putra berdiri di sisi pintu kemudi.
Putra tersenyum, "Bilang makasih kek."
Kinan pun melihatnya semakin sinis.
"Makasih loe bilang?"
Putra mengangguk sambil terus tersenyum manis. Walau pun sejujurnya hati Kinan bergetar dibuatnya, tapi ia sangat kesal, karena benda yang dibutuhkannya itu telah dirusak.
Handphone Kinan tak berhenti berdering, Putra melihat nama yang terpampang di layar, MeTi.
"Telepon kamu bunyi."
Kinan mengabaikan saja. "Minggir loe!"
Gadis itu benar-benar marah, ditepisnya kuat jemari Putra yang menempel di kaca mobilnya.
Putra masih setia dengan senyumannya, lalu beranjak. Mungkin bukan waktunya mendekati Kinan lebih. Gadis itu tampak tidak stabil.
Ia membiarkan saja Kinan pergi.
Putra bahkan tertawwa melihat kelakuan tak biasa gadis itu. Sudah salah, malah nyolot. Dibantu bukannya bilang makasih, malah menantang balik.
"Kamu lucu Kinan," katanya sambil tertawa dan berjalan menuju mobil.
***
***