Mendengar kabar dari kak Rennata, aku langsung pamit bersama Kak Novi untuk pergi menyusul Seli.
Sejak awal Seli memang tampak pucat. Itu sebabnya kenapa aku melarangnya untuk latihan.
"Pak, maaf mau tanya. Anak yang tadi hampir di tabrak, sekarang ada di mana yah?" Tanya ku pada salah satu orang di sana.
"Sudah di bawa ke rumah sakit neng."
Tanpa lama lama pula aku langsung tancap gas, dan pergi ke Rumah sakit yang bapak tadi sebutkan.
Semoga Seli baik baik aja.
Author pov
Saat tiba di Rumah Sakit, Raib dan Kak Novi menuju tempat resepsi untuk bertanya.
"Emm, Sus. Pasien atas nama Seli yang tadi gak sadarkan diri, di mana yah?" Tanya Raib tergesa gesa.
"Di kamar nomer 298 dek." Jawab seorang suster.
Rumah sakit tempat Seli di rawat sangat luas dan besar, itu sebabnya yang membuat Raib dan Novi bingung mencari kamar tersebut.
Setelah melakukan pencarian kurang lebih 10 menit. Mereka berhasil menemukan tempat Seli di rawat.
Yang bisa mereka lihat adalah.....
Seli yang terkulai lemas dengan perban di kepalanya, lalu infus di tangannya. Serta bantuan alat pernafasan.
Memang Seli tidak sempat tertabrak mobil namun, ia justru terserempet sepeda motor.
"Kak William?" Kaget Raib yang mendapati ada Kak William di sebelah ranjang Seli.
"Eh Ra, untung lo datang. Parah Ra." Jelas Kak William.
"Parah apanya?"
"Dia hampir aja ke tabrak mobil Ra." Jawab Kak William.
"Sekarang gimana kondisinya?" Tanya Kak Novi.
"Eh, temannya Raib yah? Itu... Kata Dokter masih pingsan. Tunggu sampai bangun dulu."
Raib hanya bisa melihat Seli yang sedang terbaring lemas di kasur.
Dan sekarang Raib berpikir kalau takdir memang benar benar ada. Raib telah menunggu kurang lebih 4 jam an.
Sekarang sudah jam 9 malam, dan Seli belum bangun juga. Tadi aku sempat menelpon mama Seli, tapi dia masih harus kerja.
"Maaf Ra, Tante telat. Banyak kerjaan soalnya." Kata mama Seli sambil beranjak di kursi dekat ranjang.
"Tadi Seli ke sini sama kamu?"
"Ngga Te, sama Kak William, kakak kelas kami." Jawab Raib seadanya.
Karena dari jam 7 malam tadi, kak William udah pulang.
"Udah dari kapan di pingsan?" Tanyanya lagi.
"Kurang lebih 4 jam yang lalu Te. Katanya kalau besok dia gak bangun harus di bawa ke ruang ICU." Jelas Raib.
Mama Seli sekarang udah nangis di sebelah ranjang Seli, jelas dia mama Seli.
Mungkin dia juga merasa bersalah atas kelakuannya kemarin malam pada Seli.
Tak seharusnya seorang ibu menghakimi anaknya yang tak bersalah sama sekali.
****
Jam 10 Malam.....
Di jam sepuluh malam, tiba tiba Seli ngedrop dan terpaksa harus di bawa ke ruang ICU.
Sekarang Seli lagi koma. Kasian sekali sahabat ku itu.
"Seli, harus segera scan otak." Kata Dokter.
"Maksudnya?" Tanya mama Seli kaget.
"CT scan biasanya digunakan di bagian kepala untuk mendeteksi jaringan yang mati akibat stroke, tumor, jaringan yang mengeras akibat tumpukan kalsium, pendarahan, dan trauma pada tulang." Jelas Dokter.
"Terus Seli kena penyakit apa Dok?" Tanya ku yang mulai serius.
"Dia sepertinya mengalami pendarahan di bagian otaknya, dan mungkin banyaknya beban hidup." Jawab dokter dengan tegas.
"Beban hidup?" Kata mama Seli.
Aku tau maksud nya, beban hidup Seli adalah keluarganya. Keluarga yang membuatnya jadi seperti ini.
Keluarganya yang menyakiti Seli.
"Biayanya berapa Dok?" Tanya mama Seli lagi.
"Sekitar Rp. 800.000 sampai 1.000.000 an Bu." Kata Dokter.
Aku tau kalau keuangan keluarga Seli lagi merosot, karena papa Seli juga membawa semua uang milik keluarga.
"Baik Dok, sekarang lakukan scan otak." Tegas mama Seli.
Sebenarnya mama Seli sangat sangat baik hati, dia rela mengorbankan semua harta bendanya demi Seli.
Dan untungnya biaya itu masih bisa di jangkau oleh mama Seli.
"Ra, kamu udah bisa pulang kok." Pinta Mama Seli.
"Nggak apa apa Te, aku tunggu di sini aja." Jawab ku dengan senang hati.
Seli begini juga karena aku. Seharusnya aku menunggunya di sekolah, bukan malah ke studio musik.
Mungkin kalau aku gak ke studio keadaan pasti jauh lebih baik.
Tapi ini semua sudah takdir.
****
Paginya aku dan Tante masih belum mendapatkan hasil LAB dari scan otak Seli.
Karena itu tadi malam aku menginap di sini.
"Ra, lagu nya Seli bagus banget." Ucap Mama Seli.
DEG!
"Kenapa Tante bisa tau? Padahal kan kemarin rencanaku sama Seli udah benar benar gagal."
"Tante tau darimana?" Tanya ku heran.
"Kemarin Seli marah, terus lempar rekaman kalian." Jawab mama Seli.
Pantas saja kemarin aku cariin di kamar gak ada. Ternyata di lempar???
"Tante jadi merasa bersalah. Padahal sebab papa Seli pergi bukan karena Seli. Tapi gimana yah caranya biar Seli gak marah?" Tanya mama Seli lagi.
Memang Seli kalau udah marah susah banget untuk diajak baikan. Butuh waktu yang lama.
"Tante udah tau soal mantan suami tante?" Tanya ku teringat sesuatu.
"Suami tante.... sedang mengadakan perang, sebenarnya bukan karena suami tante, tapi karena petarung klan yang benar benar hebat, yang menyerang klan Matahari." Jelas ku padanya.
Mama Seli langsung syok. Tapi ini memang harus benar benar di kasih tau. Ini juga pesan mis Zuliz.
"Biarin deh Ra, itu udah jAdi urusannya. Kalau Seli mau bantu nggak apa apa. Tapi untuk kali ini tante gak bisa bantu."
Baru kali ini aku mendengar Mama Seli 'ngga mau bantu' biasanya dia sangat baik hati dan suka menolong.
Tapi ku akhiri topik ini dengan mengangguk.
Tuk....Tuk....Tuk....
Suara langkah kaki seseorang yang sepertinya akan masuk ke rumah sakit ini.
Ceklek....
"Eh dokter, udah keluar hasil LAB nya?" Tanya tante bersemangat.
"Sudah bu. Tapi ada kabar buruk menimpa putri ibu." Jawab dokter.
Kabar buruk apa lagi yang aja terjadi?? Habis ini kita mau berpetualang dan Seli juga akan lomba.
Kenapa jalan cerita ini menjadi rumit?
"Kenapa dok?" Tanya ku pada dokter tersebut.
"Seli mengalami pendarahan otak yang lumayan parah. Jadi harus di operasi secepatnya." Kata Dokter sambil menyerahkan hasil LAB.
"Kalau itu satu satunya yang bisa bikin Seli hidup, lakukan dok." Ucap Tante.
"Tapi apa ibu sanggup membayarnya. Biayanya sekitar 40 juta an Bu."
What?! 40 juta. Untuk uang 10 juta aja aku gak punya apa lagi 40 juta?
"Lebih lanjut ibu menuju ke tempat pembayaran agar lebih jelas." Saran dokter.
Setelah itu ia pergi meninggalkan kami.
Tante hanya bisa menangis, mendapati putrinya yang harus di operasi.
Aku tau rasanya nggak punya uang, karena aku mengalaminya. Tapi ku mohon berulah kesembuhan pada Seli.
"Ra, Tante harus gimana? Tante udah gak punya uang lagi." Kata Tante.
"Mmmm, sekarang Raib mau ke tempat pembayaran, siapa tau ada sedikit keringanan." Ucap ku yang berusaha menenangkan nya.
Tampat pembayaran lumayan ramai jadi aku harus mengantri.
Andai saja di sini ada Kak Jhon dan Ali yang bisa membantu meringankan keuangan kami.
Tapi Ali dan Kak Jhon ada urusan di klan Mars, jadi mereka harus pergi. Mungkin sekitar 1 minggu lagi mereka pulang.
"Ada yang bisa di bantu?" Tanya salah satu pegawai di tempat pembayaran.
"Mbak, untuk biaya.... operasi pendarahan berapa yah?" Tanya ku padanya.
"Biayanya 45 juta mbak."
"Nggak bisa di kurangi?"
"Aduh, mohon maaf mbak belum bisa, karena operasi itu pertaruhan antara hidup dan mati."
Setelah itu aku kembali ke kamar Seli. Aku tak tau harus bilang apa pada mama Seli.
Di lain sisi aku mau membantu, tapi aku nggak bisa. Nggak sanggup.
"Berapa Ra?" Tanya tante.
"Itu Te, 45 juta. Tapi tenang Te, Raib pasti bakalan bantu."
"Tapi kamu mau kerja apa?"
"Raib, punya kerjaan kok Tan. Raib kerja di studio musik sama restoran."
"Makasih yah Ra. Pasti Seli seneng punya temen kayak kamu." Puji Tante.
Kemudian aku pamit sama tante. Hari ini juga aku minimal dapat uang 20 juta untuk bayar DP nya.
Entahlah, bos mau kasih pinjam apa enggak.
Semoga aja.