Anin memasuki rumahnya dengan raut wajah kesal. Ia berjalan menuju kamarnya, melewati ruang keluarga.
"Anin..." panggil Asni lembut. Anin menghentikan langkahnya dan berjalan dengan malas ke arah di mana Asni duduk.
"Kenapa ma?"
"Kamu kenapa? Kok jutek gitu mukanya?"
"Gak apa-apa kok ma..."
"Bohong... Sini duduk sama mama... Ayo cerita" Asni menepuk sofa di sebelahnya.
Anin mengangguk dan duduk.
"Ayo.. Kamu kenapa?"
"Aku tuh kesel ma... Tadi tuh aku lagi asyik ngobrol sama Vio, eh malah dirusuhin sama si polsogan and si dosgil."
"Eh? Tunggu deh sayang... Apa tadi? Polsogan? Dosgil? Itu siapa sayang? Ya Allah kamu ini"
"Polsogan itu pak Hanan ma, polantas yang songong. Nah, kalau Dosgil itu dosen gila, pak Radit."
"Ya Allah kamu ini... Gak boleh tahu kasih julukan yang begituan ke orang lain."
"Biarin aja.. Orang merekanya ngeselin."
"Tetap gak boleh sayang..."
"Iya yaudah nanti gak lagi deh"
"Hm gitu dong.. Terus kenapa kamu kesel sama mereka? Mereka jahilin kamu?"
"Enggak ma... Tapi mereka rusuh. Paksa-paksa aku ngobrol sama mereka. Ya aku gak mau orang aku ke cafe buat ngobrol sama Vio. "
"Memangnya mereka mau ngobrol apa?"
"Gak tahu mama... Tapi tadi sebelum Hanan datang, si dosgil, eh maksud aku pak Radit duluan samperin meja aku sama Vio. Terus pak Radit cerita-cerita gitu... Nah gak lama si Hanan datang marah-marah ke Radit. Maksa aku buat ngobrol.. Ternyata Hanan udah lebih dulu ada di cafe dan dia ngelihat aku ngobrol sambil senyum ke Radit..."
"Itu artinya Hanan menyukai kamu."
"Ih enggak ma... Ada-ada aja heran.."
"Serius sayang"
"Enggak pokoknya. Apaan.. Jumpa cuma beberapa kali masa udah suka."
"Cinta pandangan pertama sayang."
"Gak ada itu ma gak ada"
"Hm kamu ini kalau dikasih tahu gak percaya..."
"Ya karena gak mungkin ma"
"Mungkinlah.. Apa yang gak mungkin?"
"Ya.... Ehmm gak mungkin deh pokoknya."
"Lihat aja nanti... Dan Radit juga kayaknya naksir sama kamu."
"Apaan si dosgil itu lagi lebih gak mungkin. Udah jutek, ngeselin, pelit nilai, ah pokoknya semua yang buruk-buruk sama dia."
"Husss kamu ini gak boleh ngomong gitu"
"Ya mama sih aneh-aneh aja..."
"Masa ada yang suka ke kamu tapi kamu malah gitu sih responnya"
"Ma, mama tahu kan? Aku belum siap membuka hati" Ucap Anin sedih.
Asni mengusap pundak Anin dengan lembut.
"Maafin Mama sayang... mama tahu... Mama slalu mendoakan yang terbaik buat kamu. Suatu hari nanti, kamu pasti akan mendapatkan yang lebih baik dari dia." Asni memeluk Anin.
"Makasih ma..." Anin membalas pelukan mamanya.
......
Hanan memasuki apartemennya. Ia berwudhu dan sholat. Setelahnya ia menyalakan TV di kamarnya. Ia sedikit merenung.
"Apa yang terjadi sama Anin ya sebelum mengenal gue? Apa dia punya masa lalu yang pahit makanya dia gak bisa buka hatinya? Anin slalu bersikap cuek ke semua cowok. Aku curiga, sesuatu yang buruk terjadi di masa lalunya.." gumam Hanan. Ia lalu mencari sebuah nama di handphone nya. Ia menghubungi seseorang.
"Cari tahu masa lalu seorang Anindya Putri Aisyah." ucap Hanan pada orang di sebrang telepon.
Setelahnya ia langsung memutuskan sambungan.
"Gue akan terus berusaha memenangkan hati Anin... Gue gak akan biarin si kadal itu dapetin Anin... Anin will be mine.." gumamnya.
.......
"Vio!" panggil Dena, mama Vio di meja makan. Vio menghentikan langkahnya.
"Kenapa ma?"
"Dari mana kamu?"
"Jalan-jalan"
"Bagus ya! Libur kuliah bukannya bantuin beresin rumah, malah kelayapan sampai malam begini!" sinis Dena.
"Emangnya mama beresin rumah ya selama ini?" balas Vio tak kalah sengit.
Dena dengan emosi berjalan ke arah Vio.
"Berani sekali kamu dengan saya! Kamu lupa siapa saya?!" bentak Dena.
"Halah basi banget! Lo itu cuma benalu di rumah gue! Kalau lo gak mau gue usir lo dari sini, mending gak usah sok ngatur gue deh lo!" balas Vio tak kalah sengit.
"Kamu!!!" Dena melayangkan tangannya di udara dan akan menampar Vio namun gagal.
"Apa yang kamu lakukan Dena?!" bentak seorang lelaki yang baru tiba dan menyangkal tangan Dena.
"Mas... Hiks... Anak kamu udah kurang ajar sama aku... Hiks... Tadi.. Tadi dia dorong aku sampai jatuh dan tadi aku cuma mau kasih dia pelajaran supaya dia bisa lebih menghargai aku" sandiwara Dena.
"Cih! Drama apa lagi ini jalang?!" sinis Vio. Papa Vio pun melirik Vio dan Dena bergantian.
"Benar seperti itu Vio?!" bentak Rio, papa Vio.
"Anda percaya dengannya? Hahah terserah!" ucap Vio berpura-pura tegar.
"Vio! Kenapa kamu menjadi seperti ini?!" Rio.
"Siapa?! Siapa yang seperti ini?! Seharusnya anda tanyakan pertanyaan itu pada diri anda sendiri! Kenapa anda seperti ini pada saya sekarang?! Kenapa?! Kenapa pa?!" bentak Vio.
"Vio...." gemetar Rio.
"Apa pa?! Sejak papa menikahi dia, papa lupa sama aku! Aku salah apa pa?! Aku benci papa!" marah Vio dan berlari ke kamarnya.
"Vio...." lirih Rio dan meneteskan air mata.
'Akhirnya... Saya akan terus membuat Rio membenci kamu Vio... Rasakan itu...' Batin Dena dan tersenyum smirk.
Dena menangis dengan posisi tidur tengkurap.
"Hiks... Mama... Vio kangen sama mama... Hiks...." isak Vio.
Ia kemudian duduk bersandar di sandaran tempat tidur. Mengambil sebuah figura di nakasnya. Terlihat jelas di dalam figura itu, ada foto dirinya, mamanya dan juga papanya yang terlihat bahagia. Foto itu diambil pada saat mereka melakukan perkemahan di Villa mereka yang berlokasi di jogjakarta.
Vio mengusap lembut figura itu.
"Hai ma.... Mama apa kabar?? Mama tahu gak? Vio kangen banget sama mama.... Vio kangen curhat sama mama... Vio kangen peluk mama... Kangen banget.... Vio rindu sama semua kisah keluarga kecil kita. Papa... Hiks... Papa sekarang berubah ma... Vio gak kuat ma hidup di rumah ini... Vio tersiksa ma... Selama ini.. Vio berusaha terlihat tegar di mata orang-orang.. Hiks... Vio pintar kan ma memanipulasi keadaan... Hiks.. Padahal setiap harinya hati Vio kacau, berantakan, tapi Vio bisa buat seolah-olah... Hiks... Seolah-olah semuanya baik-baik aja..." tangis Vio pecah begitu saja. Ia memeluk figura itu.
"Vio kangen ma... Hiks..."
.....
"Bi, anter jus jeruk sama cemilan ke kamar saya ya.. Saya mau mengerjakan beberapa pekerjaan" ucap Radit pada asisten rumah tangganya.
"Siap mas"
Radit menaiki tangga dan menuju kamarnya.
"Gue harus hubungi Vio buat tanya soal Anin.. Dia pasti tahu sesuatu tentang Anin.."
Gumam Radit sambil merogoh saku celananya. Ia menekan sebuah kontak. Mencoba menghubungi Vio.
"Lama banget sih... Kok gak diangkat ya?" gumam Radit kesal.
.....
"Vio rindu ma... Kenapa mama pergi secepat ini? Padahal Vio belum sukses... Ma... Hiks..." tangis Vio tak kunjung terhenti.
Drrrrtttt....
Ponselnya pun berdering, menandakan ada panggilan masuk. Vio melirik layar handphonenya sekilas, lalu membalik handphone itu menjadi posisi tengkurap.
"Maafin saya pak... Saya gak bisa terima telepon dari bapak untuk saat ini" lirih Vio.
....
"Ke mana sih ini Vio? Kenapa dia gak jawab telepon gue?! Sialan!" gerutu Radit.
Assalamualaikum!!!
I'm back ya!!
Mohon maaf karena bakal slow update :)