"Aksa, aku harap kamu ngga bikin aku kecewa, ya. Aku udah pernah kecewa sebelum ini, sebelum kamu datang kembali. Aku menaruh banyak harapan sama kamu."
Setelah insiden kemarin dengan Niken, kini Irona dan Aksa kembali pada hubungan mereka yang hangat dan penuh cinta. Disini mereka sekarang, di halaman rumah Irona, disuguhi dengan pemandangan ladang stroberi yang telah menjadi saksi cinta mereka.
"Sayang" ucap Aksa lembut, tangannya masih setia mengusap lembut rambut Irona, "Aku ngga akan mungkin bikin kamu kecewa. Jangankan ngecewain kamu, liat kamu nangis kemarin aja hati aku sakit. Kamu udah sukses bikin aku sejatuh cinta ini sama kamu" lanjutnya.
Irona merubah posisinya menghadap Aksa, ia merasa tersanjung dengan semua penuturan kekasihnya itu dan Irona merasa menjadi wanita paling beruntung.
"Aku takut Niken nanti ngambil kamu" Irona merengek layaknya anak kecil, bibirnya maju sehingga menambah kesan gemas bagi Aksa.
Aksa terkekeh melihat tingkah laku Irona, "Emang si Niken punya apa bisa ngambil aku dari kamu?" ia menaikan sebelah alisnya.
"Ck, dia kan cantik, seksi, bohay. Pasti semua cowok pengen jadi pacar dia"
"Masih kalah jauh sama kamu, Irona" Aksa menggamit hidung Irona dengan gemas.
"Isshh Aksaa.. " Irona semakin merengek manja, ia memukuli seluruh tubuh Aksa. Saat ini ia memang benar-benar takut untuk kehilangan sosok Aksa.
***
Keeseokan harinya di SMA Altamevia kembali dibuat heboh oleh pasangan sejoli ini, pasalnya saat mereka berjalan beriringan tidak sedikit siswa yang berbisik-bisik tentang mereka.
"Oh jadi ini pasangan yang baru jadian itu" suara Niken menginterupsi kedua telinga Irona, namun Irona diam dan tetap berjalan sebari menatap lurus.
"Munafik banget ya, dulu aja bilangnya benci, musuh, eh sekarang malah jadian. Kalo gue sih malu" lagi-lagi suara bibit pelakor itu terdengar, Aksa yang berada disamping Irona melirik ke arah kekasihnya. Terlihat jelas dari mata Irona bahwa ia marah terhadap ucapan Niken, namun ekspresinya tetap biasa, datar dan tidak menunjukan amarah.
"Kalau gue nih ya, mungkin bakal keluar dari sekolah ini karena nahan malu. Lagian Aksa lebih cocok sama gue"
Kali ini Irona tidak bisa menahan amarahnya, ia menatap Aksa yang hanya dibalas dengan genggaman oleh tangan kekar Aksa menandakan Irona tidak harus berbuat apa-apa. Irona menggeleng dan berbalik menghadap Niken.
Ia bersidekap dada dan memperlihatkan senyum sinisnya, "Gue sih lebih malu kalo mau ngerebut pacar orang dengan terang-terangan" Irona menjeda sebentar ucapannya, "Lo semua" ia memperhatikan satu persatu orang-orang yang berada di koridor "Jagain cowok kalian, hati-hati sekarang pepacor udah terang-terangan dan ngga tau malu" lanjutnya.
"Pepacor?" tanya salah satu siswi perempuan
"Iya. Perebut pacar orang" Irona menoleh tepat dihadapan wajah Niken, dengan sorot mata melotot dan senyuman sinis yang membuat musuhnya terdiam.
Irona pergi sebari menggamit lengan Aksa, tidak boleh ada satu pun yang merebut Aksa darinya. Seperti janji nya, ia akan berjuang mempertahankan semuanya.
***
"Kenapa tuh muka? asem banget" Arin yang tadinya sedang fokus dengan ponselnya merasa terganggu dengan kehadiran Irona, pasalnya gadis cantik datang dengan wajah masam dan kesal.
"Gue ketemu Niken di koridor" Irona duduk sebari meletakan tas nya diatas meja, "Gila ya tuh cewek. Dengan terang-terangan dia bilang suka sama Aksa" lanjutnya.
"Lo ngga takut? dia kan anak kelas tiga"
Irona tersenyum meremehkan, "Siapapun dia, mau anak kelas tiga, mahasiswa ataupun tante-tante, kalo niat mau ngambil Aksa dari gue ya harus berhadapan langsung sama gue, Irona" lanjutnya tegas, yang disusul dengan kekehan dari Arin.
"Gue bakal bantu lo" Arin menyentuh bahu Irona dengan bahunya, dengan tanda mereka harus saling bahu membahu dalam memberantas pelakor sejenis Niken.
Sebagai sesama wanita, tidak pantas jika saling menyakiti. Wanita telah ditakdirkan mempunyai hati dan rasa yang lembut, memiliki empati yang kuat bukan untuk saling menyakiti. Jika masih ada yang seperti itu mungkin ia tidak pantas untuk disebut seorang wanita.
"Ron, lo ngga takut kalo Aksa kegoda sama Niken?" Arin mengubah posisi duduknya menghadap teman sebangku nya itu.
"Nggak. Kalo pun Aksa kegoda, biarin aja. Itu berarti mereka cocok, sampah emang cocok sama cewek kegatelan" ucap Irona sarkasme. Irona memang bukan tipe wanita melankolis, ia selalu tegar. Jika pun harus kecewa, ini bukan hal pertama dalam perjalanan cintanya, ia sudah tahu bahkan fasih bagaimana caranya membenah diri dan menyembuhkan luka.
"Anjir banget lo" Arin yang berada disampingnya merasa ngeri mendengar ucapan sahabatnya itu. Arina, pernah berada diposisi tersulit ketika putus cinta, bahkan ketika di khianati. Namun memang benar, wanita itu kuat, mereka memiliki segudang cara untuk menyembuhkan hati yang memar dan menjadikannya utuh kembali untuk diberikan pada lelaki yang tepat.
"Tapi gue ngga habis pikir, ada ya cewek kayak si Niken" Irona menggeleng-gelengkan kepala mengingat kembali kelakuan ketua team cheers sekolahnya. Padahal dulu mereka tidak pernah bertegur sapa, Irona hanya tahu dari cerita-cerita siswa lain. Namun kali ini dengan terang-terangan ia mengibarkan bendera perang pada Irona.
"Dia itu tipe-tipe cewek nggak laku dan ngga tahu malu, masa mau ngembat cowo orang" Arin berkata, namun matanya tetap fokus pada ponsel yang ia genggam.
Arin dan Irona, dua orang wanita yang tangguh. Mereka tidak takut dengan siapapun kecuali orangtua dan Tuhan. Mulut mereka pedas jika sudah mengeluarkan kata kebencian, namun tidak dengan orang yang bersikap sopan pada mereka. Bagi mereka, apa yang kamu tanam itulah yang kamu tuai. Aku adalah cermin dari diri kamu. Maksudnya apa yang mereka perbuat pada keduanya, seperti itu pula yang dibalas.
"Ehem" ditengah-tengah perbincangan pedas, tiba-tiba saja Aksa dan Daffa datang.
Irona hanya mendongak dan menaikan sebelah alisnya, dengan maksud bertanya.
"Kita boleh ngga gabung ngga?" ucap Daffa
"Boleh a, duduk aja" Arin tersenyum lebar, ia mempersilakan Daffa duduk di kursi kosong yang berada di hadapannya dan diikuti oleh Aksa.
"Kalian lagi ngomongin apa?" Aksa memperhatikan Arin dan Irona bergantian, pasalnya daritadi mereka bicara begitu serius bahkan tanpa sadar kalau percakapan mereka sangat mencuri perhatian dua lelaki tampan ini.
"Oh.. Gue sama Irona lagi ngomongin cowok yang kegoda sama cabe-cabean" Arin menjawab dengan melirik sinis ke arah Aksa dan Daffa, berharap mereka mengerti apa yang ia maksud.
Aksa hanya menaikan sebelah alisnya, ia bingung, memang segabut apa hidup Arin dan Irona sampai mereka membicarakan hal tidak penting seperti ini?
"Nih ya, lo berdua denger baik-baik" Irona merapikan duduknya, ia menatap dua lelaki yang kini berada didepannya, "Lo berdua jangan sampe deh kegoda sana cewek lain dan ninggalin cewek yang sekarang sama kalian. Apalagi modelan nya kayak si Niken" lanjutnya. Irona berbicara seperti ber api-api.
Aksa yang melihat kekasihnya itu hanya terkekeh, ternyata begini sifat asli Irona, pikirnya.