Waktu terus berjalan, hari-hari pun sudah aku jalani dengan baik. meski kenyataan mengantarkanku dengan kepahitan. Segala cobaan, derita, kepedihan hidup semoga cepat berlalu. Semoga Tuhan menggantikannya berupa kebahagiaan yang tiada bandingannya. Hanya dalam sebuah tulisan semua rasa penat dikepala serta isi hati dapat aku tuangkan dan luapkan. Tiada bahu untuk bersandar selain aku bersujud diatas sejadah-Mu, serta tiada tempat untuk meluapkan melainkan dalam diary tulisanku.
***
Setelah aku sabar dan tabah menghadapi segala cobaan dan permasalahan yang timbul ketika aku sedang duduk dibangku SMP yang penuh dengan penderitaan.
kini aku berhasil menjalani kehidupan dengan baik hingga mengantarkanku ke gerbang sekolah menengah atas dengan masuk lewat seleksi jalur prestasi yang telah aku raih.
Orang tuaku dulu yang merasa kecewa akan perbuatanku dimasa SMP kini berubah menjadi bangga kembali, terlihat wajah sumbringah dari wajah mereka.
***
Hari itu adalah hari pertama dimana aku masuk sekolah, aku mengambil jurusan MIPA dan mendapat kocokan kelas 1 MIPA3.
Hari itu merupakan hari bahagia untukku, dimana aku mendapatkan banyak teman baru dan suasana baru.
Aku selalu ingin duduk dibangku paling depan, kebetulan waktu itu aku berhasil menempati bangku yang paling depan.
Aku kembali belajar menjadi siswi yang aktif, baik dikelas maupun diorganisasi.
Kelasku mendapatkan walikelas yang mungkin bisa dibilang orang tua kedua. Kenapa? karena beliau bukan walikelas biasa (Antimainstream).
Beliau adalah walikelas yang selalu mencampuri urusan pribadi siswinya termasuk urusan pribadiku.
Semua sie kelas pada hari itu dibentuk, Mulai dari ketua kelas sampai sie keamanan dan kebersihan. Aku mencoba memberanikan diri untuk mencalonkan sebagai sekretaris kelas, dan keinginan itu terwujud.
Aku juga mengikuti beberapa extrakulikuler seperti Rohis, Paduan suara, dan teater. Di rohis aku tidak bertahan lama, karna sedikit tidak menyukai ketua exul itu dan membuatku risih.
Sedangkan dipaduan suara, tidak pernah menampakkan diri jika ada jadwal berkumpul. Aku hanya penumpang gelap dipaduan suara ketika aku lupa memakai topi, dasi dan sabuk. tempat paduan suaralah yang menjadi pelarianku hahaha
Sementara di exul teater ini aku berusaha mencoba mengasah bakatku, pada waktu
itu pikiranku kuat sekali ingin menjadi aktris yang terkenal. karena masalah faktor ekonomi keinginanku menjadi kuat untuk menjadi seorang aktris. Emang sih daya khayalku ini tinggi sekali hahaha
Aku disarankan untuk masuk exul teater oleh walikelasku sendiri karna aku emang deket banget semenjak kejadian sidang. ha..ha..ha
"Udah masuk teater aja, kita belajar mengasah bakat dan kemampuan. kalo udah rezekinya kamu pasti jadi aktris." ucap wali kelasku
Aku tertarik dengan tawaran itu dan percaya dengan pepatah "Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, jika Allah sudah berkehendak. Jadi makalah jadi!"
Akhirnya aku masuk exul teater, beberapa bulan kemudian aku terpilih untuk mengikuti lomba. Lomba pertama yang aku ikuti dengan judul "stigma" Lomba kedua dengan judul "pernikahan dini" .
Diacara lomba itu aku merasa bangga karena diri ini telah berhasil mengembangkan bakat yang selama ini terpendam.
Meskipun keinginan untuk menjadi seorang aktris belum terwujud, setidaknya aku telah merasakan bagaimana memerankan diri sebagai orang lain dan itu cukup bahagia untukku.
Namun, Ketika diri ini bersemangat menjalani apa yang aku inginkan. seketika ada beberapa kata dari orang tuaku yang membuat semangatku patah.
"Udahlah ngapain ikut-ikutan exul gajelas itu, ayah gamau gasetuju kalo cita cita kamu jadi seorang aktris. menurut ayah aktris itu jual diri, cuma memamerkan diri dipegang oleh siapa aja." kata ayahku
Seketika aku down mendengar ucapan dari ayahku sendiri, dia tetap berperspektif bahwa semuanya adalah negatif. Sementara disisi lain, niatku hanya ingin membantu perekonomian keluarga.
Aku dipaksa harus mengikuti seluruh aturan yang berlaku dalam keluargaku. Termasuk meninggalkan exul yang sangat aku minati, sempat ingin melanjutkan kegiatan itu diperguruan tinggi.
Namun apa daya, kedua orangtuaku sama sekali tidak mengizinkanku. Mereka tetap berperspektif bahwa semuanya negatif.
Rasa kecewa itu memang ada, tapi disisi lain aku juga sadar bahwa ridha Allah terdapat pada ridha orangtua.